Menuju konten utama

Dalih Polri soal Kekerasan Jurnalis: Tunjukkan Identitas yang Jelas

Pernyataan Argo bertolak belakang dengan praktik di lapangan. Jurnalis tetap diintimidasi polisi meski menunjukkan kartu pers.

Dalih Polri soal Kekerasan Jurnalis: Tunjukkan Identitas yang Jelas
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono (kanan). ANTARA/Anita Permata Dewi/pri.

tirto.id - Jurnalis kerap menjadi sasaran empuk kepolisian ketika meliput demonstrasi tolak Undang-Undang Cipta Kerja di beberapa daerah, pada 8 Oktober 2020. Di Jakarta misal, beberapa wartawan jadi korban penganiayaan polisi. Mereka dibogem, ponsel sebagai gawai peliputan pun dirampas dan dihancurkan oleh anggota Bhayangkara yang bertugas.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono merespons hal tersebut. “Memang kami sebenarnya melindungi wartawan, tapi kadang-kadang situasinya chaos dan anarkis (maka) anggota juga melindungi dirinya sendiri. Tentunya kita (polisi dan jurnalis) bisa saling komunikasi di lapangan, kemudian menunjukkan identitas yang jelas,” ucap Argo di Mabes Polri, Jumat (9/10/2020).

Usai menunjukkan identitas dan memberitahu bahwa wartawan tersebut ingin meliput, maka diharapkan akan dilindungi polisi. Namun kenyataannya berbeda, jurnalis tak luput dari penganiayaan dan intimidasi aparat.

Argo bilang pihaknya akan mengecek peristiwa itu. “Nanti kami akan kroscek dahulu kejadiannya seperti apa. Tapi setiap kami mau mengamankan, kami selalu mengingatkan agar semua berjalan aman dan tidak salah paham,” kata dia.

Jurnalis di DKI Jakarta yang dianiaya dan ditangkap polisi adalah Tohirin (jurnalis CNNIndonesia.com), Peter Rotti (Suara.com), Ponco Sulaksono (merahputih.com), Aldi (Radar Depok), Berthy Johnry (Pers Mahasiswa Diamma Universitas Prof. Dr. Moestopo Jakarta), Ajeng Putri, Dharmajati dan Muhammad Ahsan (Pers Mahasiswa Gema Politeknik Negeri Jakarta, serta Syarifah dan Amalia (Perslima Universitas Pendidikan Indonesia Bandung).

Kekerasan aparat terhadap jurnalis selalu berulang. Pada aksi Reformasi Dikorupsi pada 2019, aparat menghajar wartawan. Perkara tersebut tidak rampung.

"Oktober tahun lalu, kami telah melaporkan empat kasus kekerasan (2 laporan pidana dan 2 di Propam), namun tak satu pun berakhir di pengadilan," kata Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani.

AJI Jakarta dan LBH Pers menegaskan penganiayaan oleh polisi serta menghalangi kerja jurnalis merupakan pelanggaran terhadap UU 40/1999 tentang Pers. Maka Polri wajib mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan personel kepolisian terhadap wartawan dalam peliputan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja, serta menindaklanjuti pelaporan kasus serupa yang pernah dibuat di tahun-tahun sebelumnya.

Baca juga artikel terkait UU CIPTA KERJA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz