Menuju konten utama

Dalam Dua Pekan, Aturan yang Hambat Investasi & Ekspor akan Dicabut

Pemerintah bakal merelaksasi sejumlah aturan dan mendorong sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah dalam dua pekan ke depan. Hal ini dilakukan agar Indonesia tidak kehilangan peluang relokasi Industri di tengah kecamuk perang dagang Amerika Serikat dan China.

Dalam Dua Pekan, Aturan yang Hambat Investasi & Ekspor akan Dicabut
Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita (kiri) didampingi Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun berdialog dengan pengusaha asal China di sela-sela jamuan makan malam di Wisma Duta KBRI Beijing, Kamis (1/8/2019). ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie/foc.

tirto.id - Pemerintah menjajikan relaksasi berbagai peraturan yang menghambat investasi dan ekspor dalam 2 minggu ke depan.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, langkah ini dilperlukan untuk memanfaatkan peluang relokasi industri ke Indonesia di tengah kecamuk perang dagang Amerika Serikat dan China.

“Kita harus tangkap peluangnya. Dalam waktu 2 minggu akan ada relaksasi. Pencabutan berbagai peraturan dari tempat kami. Tadi sudah ada arahan dari presiden,” ucap Enggar dalam konferensi pers usai rapat di Bank Indonesia Rabu (4/9/2019).

Pemerintah, kata Enggar, juga sudah memetakan sejumlah hambatan investasi, terutama kurangnya sinkronisasi regulasi antara pusat dan daerah. Masalah ini, menurutnya, kerap dikeluhkan oleh para pelaku usaha yang akan melakukan investasi dan ekspor.

Dalam pertemuan di Bank Indonesia, Enggar meminta pemerintah daerah yang wilayahnya basis industri berkomitmen untuk memberi kemudahan. Permintaan tersebut disepakati dan sudah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo secara langsung.

“Ada ketidaksinkronan antara pemerintah pusat dan daerah di lapangan.Tadi para gubernur memberi komitmen kuat. Kemudahan-kemudahan perizinan sesuai perintah presiden akan berjalan juga di daerah,” ucap Enggar.

Selain itu, Enggar juga memastikan bahwa pemerintah akan menyiapkan upaya untuk memastikan produk yang telah diproduksi di Indonesia memiliki pasarnya.

Dia bilang, hal ini akan dilakukan dengan membuka perjanjian dagang tambahan sebanyak 3 buah sampai akhir tahun 2019, sehingga akan ada total 17 perjanjian selama 4 tahun terakhir.

“Kalau manufaktur dan industri sudah ada, ya bagaimana memasarkannya ya membuka akses pasar. Itu dibuka dengan perjanjian dagang. Setelah ratifikasi dan efektif, baru dirasakan pada 2020,” ucap Enggar.

Baca juga artikel terkait INVESTASI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana