Menuju konten utama

Dagang dengan Korut, Pabrik Rokok Indonesia Didenda AS. Kok Bisa?

Perusahaan Indonesia melibatkan bank AS saat bertransaksi dengan entitas bisnis Korut. Ujungnya mereka didenda jutaan dolar AS.

Monumen Partai Pekerja, Pyongyang, Korea Utara. FOTO/Istockphoto

tirto.id - PT Bukit Muria Jaya (BMJ), produsen kemasan rokok yang berbasis di Karawang, Jawa Barat tersangkut kasus hukum lantaran terbukti melakukan penipuan bank saat memasok produk ke pelanggan di Korea Utara. PT BMJ disanksi denda 1,56 juta dolar AS.

Menurut dokumen Departemen Keuangan AS, BMJ mengekspor produk kertas sigaret ke Daesong General Trading Corporation (Daesong) yang berbasis di Korea Utara lewat entitas perantara di Cina. Selain Daesong, produk BMJ juga dikirim ke entitas lain di Korea Utara. “Perkiraan nilai ekspor BMJ ke Korea Utara mencapai 959.111 dolar AS,” tulis Depkeu AS.

Pada 2010 lalu AS menetapkan Daesong sebagai kunci dalam jaringan keuangan Korea Utara yang mendukung kegiatan terlarang dan berbahaya negara tersebut. Bank-bank di AS pun dilarang memproses transfer uang ke mereka, dan lebih luas siapa pun nasabah yang berlokasi di Korea Utara. Ini adalah satu dari sekian banyak larangan AS setelah DK PBB menjatuhkan berbagai sanksi untuk Korea Utara sejak 2006 karena mereka mengembangkan senjata nuklir.

Indonesia sendiri masih memelihara hubungan diplomatik dengan negara yang ideologi resminya bernama Juche ini. Dari hanya 50an Kedubes Korut di seluruh dunia, salah satunya berdiri megah di di Menteng, Jakarta Pusat.

Penelusuran Depkeu AS mengungkapkan BMJ menyalurkan pembayaran yang diterima dari entitas bisnis Korea Utara ke rekening berdenominasi dolar AS pada bank yang bukan berasal dari AS. Hal ini mengakibatkan 28 transfer terkait ekspor ke Korea Utara mengalir bebas melalui bank-bank di AS selama Maret 2016-Maret 2018. Dengan kata lain, bank di AS jadi berurusan dengan Korea Utara padahal dilarang.

Pemerintah AS menilai BMJ telah mengelabui bank-bank di AS. Dalam keterangan tertulis, Minggu (17/1/2021), Asisten Jaksa Agung untuk Keamanan Nasional John Demers menyatakan “melalui cara yang canggih dan skema multinasional yang ilegal, BMJ secara sengaja mengaburkan jenis transaksi yang sesungguhnya agar produknya dapat dijual ke Korea Utara.”

Pelibatan bank AS terjadi ketika pelanggan di Korea Utara sempat mengalami kesulitan melakukan pembayaran. BMJ kemudian setuju untuk menerima pembayaran dari pihak ketiga. Mereka merasa mampu menghindar dari sanksi dan sistem kepatuhan bank AS. BMJ awalnya terang menyebut Korea Utara dalam dokumen transaksi, “namun atas permintaan pelanggan, beberapa karyawan di bagian penjualan kemudian menggantinya dengan nama perantara.”

“FBI dan mitranya mampu menyingkap hal itu dan membantu menyeret terdakwa ke pengadilan,” kata Alan E. Kohler, Jr., Asisten Direktur Divisi Kontraintelijen FBI.

The Office of Foreign Assets Control (OFAC) milik Depkeu AS menyatakan BMJ dapat didenda maksimal 8,62 juta dolar AS, namun diringankan menjadi 1,56 juta dolar AS setelah mempertimbangkan sejumlah faktor. Beberapa di antaranya, BMJ kooperatif dalam pemeriksaan dan bersedia memperbaiki diri.

Menurut keterangan Departemen Kehakiman AS, BMJ bersedia mengikuti perjanjian penundaan penuntutan perkara (Deferred Prosecution Agreement/DPA) atau dengan kata lain mengakui dan menerima tanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan serta setuju setuju membayar denda senilai 1.561.570 dolar AS.

BMJ juga menyepakati perjanjian penyelesaian dengan Kantor Pengendalian Aset Asing Departemen Keuangan AS (OFAC). Dalam keterangan OFAC Depkeu AS, BMJ juga sepakat menghentikan bisnis dengan pihak yang melibatkan entitas Korea Utara.

Posisi BMJ di Indonesia tak benar-benar sendiri. Dalam dokumen audit izin usaha industri tahun 2017, PT BMJ menyatakan salah satu pemilik pemegang sahamnya adalah Robert Budi Hartono dengan porsi 1 lembar saham dan sisa 69.998 lembar saham dimiliki Agus Siswanto. Robert dikenal dalam bisnis grup Djarum.

Dokumen audit juga mengungkap ada sederet nama yang tak asing dalam keluarga Hartono menduduki kursi komisaris PT BMJ. Mereka adalah Martin Basuki Hartono dan Robert Setiabudi Hartono. Keduanya merupakan anak dari Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono.

Reporter Tirto telah menghubungi Senior Manager Corporate Communications PT Djarum Budi Darmawan untuk mengonfirmasi afiliasi Djarum dengan PT BMJ maupun respons atas kasus yang membelit BMJ. Namun Budi memilih tak menanggapi. Lewat pesan singkat, Budi menjawab, “mengenai pertanyaan tersebut silahkan untuk langsung menghubungi PT BMJ.”

Baca juga artikel terkait PERDAGANGAN INTERNASIONAL atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino
-->