Menuju konten utama

Daftar Tradisi Jawa saat Malam Satu Suro 20 Agustus 2020

Berikut ini beberapa tradisi masyarakat Jawa saat Malam Satu Suro.

Daftar Tradisi Jawa saat Malam Satu Suro 20 Agustus 2020
Pedagang pasar Triwindu mengikuti Kirab Jenang Suro di Pasar Triwindu, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (31/8/2019). Kirab dalam rangka menyambut bulan Suro atau 1 Muharram 1441 Hijriyah (dalam penanggalan jawa) tersebut sebagai ungkapan syukur pedagang Pasar Triwindu kepada Tuhan YME atas limpahan rezeki. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/hp.

tirto.id - Tahun Baru Hijriah atau Tahun Baru Islam 1 Muharam jatuh pada hari Jumat, tanggal 20 Agustus 2020 nanti. Dalam tradisi Jawa tradisional, peringatan tersebut dikenal dengan Malam Satu Suro.

Malam Satu Suro sering diidentikkan sebagai malam yang mistis dan angker. Hal ini terlihat dari beberapa film seperti Malam Satu Suro (1988). Sebab, film yang dibintangi oleh Suzzana itu memberikan kesan horor seperti bermacam setan, santet, dan kengerian lainnya.

Hal tersebut sangat berbeda dengan lingkungan Keraton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Wahyana Giri dalam Sajen dan Ritual Orang Jawa (2010) menuliskan, di dua lingkungan keraton tersebut, momen Malam Satu Suro justru dimaknai sebagai yang malam yang suci atau bulan penuh rahmat.

Pendapat Purwanto, sejarawan UGM juga senada dengan itu. Kepada Antara, ia menjelaskan Malam Satu Suro harus menjadi momentum untuk perenungan diri atau refleksi terhadap hidup dan kehidupannya, salah satunya dengan melakukan tirakat atau “lelaku”

Menurut dia, melalui tirakat atau lelaku, masyarakat dapat melakukan evaluasi terhadap apa yang telah mereka lakukan tahun lalu untuk mawas diri dan introspeksi di tahun baru, serta meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan.

Selain itu, Malam Satu Suro juga identik dengan perayaan, khususnya dalam tradisi masyarakat Jawa tradisional. Hal ini dipotret oleh sejarawan orientalis Clifford Geertz melalui buku mahsyurnya Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa (1981).

Ia menjelaskan, kehidupan masyarakat Jawa, terutama petani-petani tradisional mementingkan kebahagiaan dan berharap "tidak ada gangguan apa pun”.

Dalam implementasinya, masyarakat biasanya akan mengadakan upacara-upacara atau ritual dan selamatan, yang dalam konteks Malam Satu Suro dinamai sebagai kegiatan Suran atau Suroan. Berikut ini beberapa tradisi masyarakat Jawa saat Malam Satu Suro.

Kirab Kebo Bule

Keraton Kasunanan Surakarta mempunyai tradisi Kirab Kebo Bule setiap Malam Satu Suro. "Kirab" berarti suatu “iring-iringan” atau “arak-arakan”, sementara "kebo" dalam bahasa Jawa berarti "kerbau". Keraton Kesunanan Surakarta sendiri diketahui memiliki beberapa ekor kerbau ‘berkulit bule’.

Mengapa kerbau? Karena merupakan refleksi dari apa yang dilakukan oleh Paku Buwono II pada 1725, yang tengah mencari lokasi untuk keraton Surakarta yang baru. Ketika itu, ia melepaskan kebo-kebo bule, dan para abdi dalem keraton mengikuti kerbau tersebut hingga berhenti di lokasi Keraton Kasunanan Surakarta yang sekarang.

Mubeng Benteng

Sementara di Yogyakarta, tradisi Malam Satu Suro masih dilestarikan, salah satunya tradisi mubeng benteng. Tradisi mubeng benteng (mengelilingi benteng) alias keraton di Yogyakarta merupakan simbol dari refleksi dan introspeksi diri.

Ketika mengelilingi keraton, para peserta tidak boleh mengeluarkan suara. Selain itu, peserta juga tidak boleh makan dan minum. Kegiatan mubeng benteng ini terbuka untuk umum, jadi siapa saja bisa ikut.

Jamasan Pusaka

Jamasan pusaka atau ngumbah keris (mencuci keris) dilakukan dalam rangka merawat dan melestarikan warisan serta kenang-kenangan para leluhur yang merupa berbagai wujud.

Pusaka merupakan hasil karya dalam bidang seni dan keterampilan yang diyakini mempunyai kesaktian. Jamasan pusaka dilakukan dengan memandikan pusaka dengan cairan tertentu.

Larung Sesaji

Larung sesaji merupakan ritual sedekah alam yang dilakukan dengan cara melarung berbagai bahan ke laut, gunung, atau tempat-tempat tertentu yang dianggap memiliki "kesakralan".

Secara makna spiritual, tradisi ini dianggap sebagai salah "kesadaran kosmos", yaitu penghargaan manusia terhadap alam. Atau yang berarti ungkapan terima kasih kita kepada alam yang telah memberi manusia penghidupan.

Tirakatan

Ritual terakhir pada malam satu suro yang terakhir adalah tirakatan. Ritual Tirakatan diisi dengan berbagai kegiatan menyendiri seperti wirid. Bagi seseorang yang masih memegang teguh tradisi Jawa, Ritual Malam Satu Suro yang satu ini wajib dilakukan.

Baca juga artikel terkait MALAM SATU SURO atau tulisan lainnya dari Ahmad Efendi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ahmad Efendi
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Alexander Haryanto