Menuju konten utama

Daftar Media Asing Soroti Aturan Penjarakan Seks di Luar Nikah

Daftar media asing yang soroti hukum seks luar nikah di Indonesia dan akan disahkan.

Daftar Media Asing Soroti Aturan Penjarakan Seks di Luar Nikah
Ilustrasi Seks di luar Nikah. foto/istockphoto

tirto.id - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) rencananya akan segera disahkan. Pasal yang paling mendapat sorotan adalah aturan tentang hubungan seks di luar nikah dan kumpul kebo.

Akan tetapi, hukum tersebut akan bisa berlaku apabila ada pihak yang melaporkannya ke polisi. Bagi mereka yang sudah menikah, pihak yang berhak mengadu adalah suami atau istri.

UU tersebut juga mengizinkan orang tua dari mereka yang belum menikah untuk melaporkan kasus hubungan seks di luar nikah.

Kohabitasi atau kumpul kebo sebelum menikah juga akan dilarang dalam RKUHP dan bisa mendapat hukuman penjara enam bulan.

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Reuters bahwa hukum pidana baru rencananya disahkan pada 15 Desember.

“Kami bangga memiliki hukum pidana yang sejalan dengan nilai-nilai Indonesia,” ujarnya.

Rupanya, rencana pengesahan RKUHP ini mendapat sorotan dari berbagai media asing. Sebab, apabila UU tersebut disahkan, maka tidak hanya berlaku bagi warga negara Indonesia saja, tetapi bagi warga negara asing.

Daftar Media Asing Soroti Hukuman Seks di Luar Nikah

  • BBC

BBC memberitakan, hukuman seks di luar nikah itu turut dikeluhkan oleh kelompok bisnis. Sebab, aturan tersebut bisa menimbulkan citra Indonesia sebagai tujuan liburan dan investasi.

"Bagi dunia usaha, penerapan hukum ini akan menciptakan ketidakpastian hukum dan membuat investor mempertimbangkan kembali untuk berinvestasi di Indonesia," kata Shinta Widjaja Sukamdani, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).

Shinta mengatakan, klausul yang berkaitan dengan moralitas akan "lebih banyak merugikan daripada kebaikan", terutama untuk bisnis yang bergerak di sektor pariwisata dan perhotelan.

Rancangan undang-undang ini sebelumnya akan disahkan pada 2019 tetapi dibatalkan karena memicu protes nasional dengan puluhan ribu orang turun ke jalan dalam demonstrasi.

Banyak mereka yang turun ke jalan di kota-kota di seluruh Indonesia, termasuk pelajar, dengan bentrokan utama terjadi di ibu kota Jakarta.

  • Reuters

Isu tersebut juga tak luput dari pemberitaan Reuters. Berdasarkan draf terbaru tertanggal 24 November yang dilihat Reuters, hubungan seks di luar nikah akan mendapat hukuman penjara maksimal satu tahun dan hanya bisa dilaporkan oleh pihak terbatas seperti kerabat dekat.

Selain itu, RKUHP itu juga memuat pasal penghinaan terhadap presiden atau lembaga negara dan menyatakan pandangan yang bertentangan dengan ideologi negara Indonesia.

Dalam kasus penghinaan terhadap presiden, tuduhan yang hanya bisa dilaporkan oleh presiden, dan diancam hukuman maksimal tiga tahun.

Perubahan tersebut akan menjadi "kemunduran besar bagi demokrasi Indonesia", kata Andreas Harsono dari Human Rights Watch.

  • The Guardian

The Guardian memberitakan, menurut Muhamad Isnur, Ketua LBH Indonesia, aturan tersebut sangat berbahaya. “Bukan hanya karena ancaman hukuman, tapi bisa [memberikan] legitimasi kepada masyarakat yang main hakim sendiri.”

Sedangkan menurut manajer kampanye Amnesty International Indonesia, Nurina Savitri, setidaknya ada puluhan pasal yang bisa digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat.

“Setidaknya ada 88 pasal yang berisi ketentuan luas yang dapat disalahgunakan dan disalahtafsirkan, baik oleh aparat maupun masyarakat untuk mengkriminalkan mereka yang menyampaikan pendapat secara damai atau menggunakan haknya untuk berkumpul dan berserikat secara damai,” ujarnya.

Savitri menyampaikan keprihatinan atas ketentuan yang akan mengkriminalisasi "demonstrasi publik tanpa izin" yang menyebabkan keresahan publik, yang menurutnya bisa digunakan untuk membatasi pertemuan damai.

Baca juga artikel terkait AKTUAL DAN TREN atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya