Menuju konten utama

Daftar Kritik Fraksi PDIP ke 100 Hari Pemerintahan Anies-Sandi

Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta memberikan 11 catatan kritis terhadap sejumlah kebijakan Anies-Sandi yang muncul di masa 100 hari pemerintahannya di ibu kota.

Daftar Kritik Fraksi PDIP ke 100 Hari Pemerintahan Anies-Sandi
Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Prasetio Edi Marsudi dan Lulung Lunggana, Mayjend TNI (Purn) Ferrial Sofyan, Mohamad Taufik, Triwisaksana bergandeng tangan bersama seusai mengikuti rapat paripurna di DPRD DKI Jakarta, Selasa (7/11/2017). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta memberikan 11 catatan kritik terhadap 100 hari masa pemerintahan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di ibu kota. Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengklaim kritik dari fraksinya tersebut untuk mengingatkan Anies-Sandi agar menjalankan amanat undang-undang dalam memimpin ibu kota.

"Tentu semua (kritik) berangkat dari realitas objektif berbagai perkembangan kebijakan maupun realisasinya di lapangan," kata Gembong dalam Konferensi Pers bertajuk “Jakarta yang Tak Lagi Metropolis Karena Kebijakan Populis" di kantor fraksinya, pada Rabu (24/1/2018).

Gembong menjelaskan kritik pertama fraksinya ialah mengenai materi pidato Anies usai dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2017. Anies menyebut istilah “pribumi” dalam pidato yang menuai kritik dari publik tersebut.

Menurut Gembong, sebagai kepala daerah, seharusnya Anies tidak mendikotomikan Pribumi-Non Pribumi atau pendukung dan bukan pendukungnya. "Kami minta Anies-Sandi fokus bekerja menata Jakarta bukan pintar menata kata," ujarnya.

Kedua, menurut dia, Fraksi PDIP mengkritik kebijakan Anies soal pembukaan kawasan Monas untuk berbagai kegiatan yang menghadirkan banyak massa. Padahal, Monas merupakan kawasan Ring 1, yang dekat dengan Istana Kepresidenan dan Pusat Pemerintahan. Selain itu, ada sejumlah aturan yang mengategorikan Monas dan sekitar Jalan Medan Merdeka Selatan, Utara dan Barat ke zona netral.

"Peraturan itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di wilayah DKI Jakarta, termasuk Monas. Aturan tersebut dibuat turunannya berupa Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 14 Tahun 2004," kata dia.

Ketiga, Fraksi PDIP menilai kebijakan pembongkaran pagar pembatas rumput di Monas tidak tepat. "Terlihat ada bekas injakan kaki para pengunjung yang melintasi atau duduk di atas rumput. Kondisi ini membuat para petugas Monas harus melakukan perawatan lebih ekstra. Setiap pagi, para petugas wajib menyiram dahulu rumput-rumput Monas,” kata Gembong.

Kritik Fraksi PDIP keempat mengenai alokasi anggaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI senilai Rp28 miliar. Meski telah disepakati anggaran TGUPP masuk APBD DKI 2018, Gembong menilainya kurang tepat.

Sementara kritik kelima Fraksi PDIP menyoroti kebijakan Anies-Sandi dalam penataan kawasan Pasar Tanah Abang. "Anies lupa bahwa saat era Jokowi para PKL ditertibkan dan masuk Blok G. Saat itu pasar ini menjadi sangat nyaman, kemacetan pun berkurang karena jalan difungsikan sebagaimana seharusnya," kata Gembong.

Untuk kritik keenam, Fraksi PDIP mempermasalahkan pencabutan Pergub pembatasan kendaraan bermotor di Jalan Medan Merdeka dan Thamrin. “Jalan tersebut kawasan ring 1 yang menjadi akses vital pejabat negara maupun tamu dari mancanegara saat berada di Jakarta," ujar Gembong.

Sedangkan kritik ketujuh, PDI-P mempertanyakan program hunian dengan DP atau uang muka 0 rupiah. Menurut Gembong, kebijakan itu tidak dapat dinikmati seluruh kalangan masyarakat. Alasannya, salah satu syarat bagi pemilik hunian adalah berpenghasilan maksimal Rp7 juta tiap bulan.

Adapun kritik kedelapan dari Fraksi PDIP tertuju ke program OK Otrip karena penerapannya dianggap masih setengah hati. Menurut Gembong, jika ingin berpihak dan mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik, seharusnya Pemprov DKI menggratiskan biaya menggunakan sarana transportasi publik untuk para pemilik KTP Jakarta.

"Pemerintah Kota Bandung mampu menggratiskan warganya. Di Bandung, setiap orang yang berseragam itu gratis. Yang sekolah, yang kerja, yang PNS disana, mahasiswa juga," ujarnya.

Selanjutnya kritik kesembilan mengarah pada kebijakan izin pengoperasian becak di DKI. “Hal itu tidak diperlukan. Sudah ada transportasi alternatif yang sesuai dengan perkembangan kota modern dan megapolitan. Sudah banyak bajaj berbahan bakar gas (BBG) dan Bajaj Qute," kata Gembong.

Sedangkan dua masalah terakhir yang menjadi sasaran kritik Fraksi PDIP adalah langkah Anies-Sandi mendorong pencabutan HGB Pulau Reklamasi dan program OK-OCE.

"Anies-Sandi perlu banyak belajar soal pengelolaan pemerintahan agar dapat menghargai keputusan pemerintah mengenai sertifikat HGB yang telah diterbitkan," kata Gembong.

Sementara soal OK-OCE, Gembong menilai program ini belum memberikan kemudahan akses modal bagi kalangan UMKN di DKI. “Justru, pelaku UMKM diberikan kemudahan mendapatkan modal ke Bank DKI tetap dengan jaminan sertifikat rumah dan bunga 13 persen," kata Gembong.

Baca juga artikel terkait ANIES-SANDIAGA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom