Menuju konten utama

Daerah Likuefaksi Petobo dan Balaroa akan Dijadikan Memorial Park

Pemerintah merencanakan menjadikan daerah likuefasi di Petobo dan Balaroa sebagai memorial park karena sudah tidak layak dihuni. 

Daerah Likuefaksi Petobo dan Balaroa akan Dijadikan Memorial Park
Warga korban gempa yang selamat mengangkat sisa harta bendanya di Kelurahan Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (6/10/2018). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/foc/18.

tirto.id - Badan Geologi Kementerian ESDM menyatakan bahwa daerah likuefaksi di Sulawesi Tengah seperti di Petobo dan Balaroa tidak layak huni. Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Rudy Sehendar bahwa ke depan kedua daerah itu akan dijadikan memorial park.

"Area ini akan mulai ditimbun, untuk dijadikan memorial park dalam bentuk luar terbuka hijau. Saat ini kita sedang menunggu bondering areanya," ujar Rudy.

Badan Geologi sebelumnya pada 2012 telah memetakan jalur yang melewati Petobo dan Balaroa ini sebagai wilayah dengan potensi likuefaksi tertinggi. Likuefaksi adalah fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat beban getaran gempa. Akibat gempa yang terjadi pada 28 September lalu, daerah Petobo dan Balaroa amblas karena mengalami likuefaksi.

"Berbagai survey telah kami lakukan, di daerah ini tebal lapisan alluvial hingga 14 m, di beberapa tempat kumulatif lapisan pasirnya hingga 7,2 meter, itu kami temui di Petobo," ungkap Rudy.

Ia menyebut dengan kondisi tersebut diikuti pergerakan lumpur, terjadilah semacam turbulensi karena di atasnya ada material/beban, mengakibatkan likuefaksi yang massif.

"Ini sejarahnya merupakan bekas sungai purba dan mengalami pengurukan untuk pemukiman warga. Petobo itu juga merupakan daerah lereng panjang, ketika terjadi likuefaksi, strengthnya hilang" lanjutnya.

"Masyarakat yang sebelumnya menghuni wilayah rawan likuifaksi akan dipindahkan ke hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap) yang akan kita koordinasikan lagi dengan Pemerintah setempat," kata Rudy.

Baca juga artikel terkait GEMPA PALU DAN DONGGALA

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Editor: Agung DH