Menuju konten utama

Cukai Rokok Naik Lagi Saat Terbukti Tak Efektif Tekan Angka Perokok

Cukai rokok naik lagi untuk tahun depan. Kebijakan ini tak efektif kurangi angka perokok, termasuk perokok anak.

Cukai Rokok Naik Lagi Saat Terbukti Tak Efektif Tekan Angka Perokok
Ilustrasi Rokok. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pemerintah bakal mengumumkan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) paling lambat pekan depan, kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo. Ia tidak menyebut berapa persentasenya, hanya saja memastikan “kayaknya lebih rendah dari 19 persen.”

Pekan lalu kabar ini disampaikan oleh Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI). Mereka menyebut bakal ada kenaikan cukai rokok sebesar 13-20 persen.

Budidoyo, Ketua AMTI, tegas menolak rencana ini, apalagi jika kenaikannya dinilai terlalu tinggi. Tanpa ada kenaikan cukai pun industri hasil tembakau (IHT) sudah babak belur terpukul pandemi. Belum lagi, sebenarnya tahun ini pemerintah sudah menetapkan kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen.

Pemerintah menaikkan CHT sebesar itu per 1 Januari 2020. Harga jual eceran rokok (HJE) pun ikut terkerek 35 persen.

“Masyarakat tembakau di Indonesia merasakan imbasnya. Serapan pembelian tembakau dan cengkih sebagai bahan baku dalam industri rokok dan produksi rokok telah mengalami penurunan yang signifikan,” ujar dia, Selasa (20/10/2020) pekan lalu.

Turunnya produksi dan penjualan rokok ini, kata Budidoyo, turut berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat petani tembakau dan cengkih serta pekerja linting rokok. Ia mengingatkan bahwa IHT merupakan “industri padat karya yang melibatkan jutaan orang dari hulu hingga hilir.”

Keresahan serupa disampaikan pelaku industri rokok yang tergabung dalam Gabungan Perusahaan Rokok Indonesia (Gapero). “Kami meminta tolong kepada pemerintah khususnya Kementerian Keuangan agar jangan membuat regulasi yang melemahkan industri termasuk industri hasil tembakau,” kata Ketua Gapero Surabaya Sulami Bahar, Selasa.

Sementara Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nusa Tenggara Barat Sahmihudin mengatakan kebijakan ini mudahnya membuat “petani tembakau semakin menderita” sebab setiap kali tarif cukai naik pasti diikuti oleh penurunan produksi rokok; dan penurunan produksi rokok sama dengan penurunan jumlah pembelian produk tembakau petani.

Alasan Pemerintah

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan alasan kenapa cukai rokok harus naik. Ini tak lepas dari upaya pemerintah mengendalikan prevalensi perokok.

“Kami akan tetap menjaga policy selama ini, bagaimana cukai itu mengurangi konsumsi rokok,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers nota keuangan dan RUU APBN 2021 virtual beberapa waktu lalu.

Selain itu, tentu saja faktor meningkatkan pemasukan negara. Pada 2021 nanti pemerintah menargetkan penerimaan cukai senilai Rp178 triliun, naik dari tahun 2020 sesuai Perpres 72/2020 sebanyak Rp172,2 triliun.

Sri Mulyani enggan merinci berapa besar kenaikan cukai. Ia hanya memastikan pemerintah tetap memperhatikan kelangsungan tenaga kerja dan petani tembakau. “Kami akan cari keseimbangan kesehatan dan petani dari sisi tenaga kerja.”

Alasan non-ekonomi seperti kesehatan dan menekan angka perokok--terutama perokok usia dini--terbantahkan lewat riset Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (PPKE FEB) Universitas Brawijaya, Jawa Timur. Hasil penelitian mereka menyimpulkan bahwa kenaikan harga rokok baik melalui kenaikan HJE maupun kenaikan cukai tidak efektif menurunkan jumlah perokok usia dini. Sebabnya, meningkatnya prevalensi perokok usia dini lebih banyak dipengaruhi faktor lingkungan dan keluarga.

“Faktor yang menyebabkan banyaknya jumlah perokok usia dini antara lain tingkat pendidikan orang tua khususnya ayah yang rendah serta adanya anggota keluarga yang merokok,” papar peneliti PPKE Imanina, Sabtu (24/10/2020).

Oleh karena itulah tren jumlah perokok usia dini terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Di tengah penurunan volume produksi rokok dan penurunan jumlah pabrikan rokok yang signifikan, jumlah perokok usia dini meningkat dari 7,2% di tahun 2013 menjadi 9,1% di tahun 2018.

Temuan lain, 95% perokok usia dini membeli rokok seharga Rp1.500 per batang, dan 4% perokok usia dini membeli rokok seharga Rp1.000 per batang.

Meski demikian, bukan berarti kenaikan cukai rokok tak perlu dilakukan, menurut riset. Belajar dari Thailand, kenaikan harga rokok lewat kenaikan cukai menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah perokok secara umum.

==========

(Revisi 2 November 2020 pukul 13.38: Penjelasan seorang narasumber kami hapus atas keinginan yang bersangkutan).

Baca juga artikel terkait CUKAI ROKOK atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino