Menuju konten utama
Update Virus Corona

COVID-19 dan Penyakit Jantung: Bisakah SARS-CoV-2 Sebabkan Aritmia?

Hubungan COVID-19 dan penyakit Jantung, apakah virus Corona bisa menyebabkan aritmia?

COVID-19 dan Penyakit Jantung: Bisakah SARS-CoV-2 Sebabkan Aritmia?
Ilustrasi sakit jantung. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Apa hubungan antara COVID-19 dan penyakit jantung atau tepatnya ketidakteraturan dalam detak jantung dan ritme (aritmia) baru-baru ini diteliti oleh sebuah studi baru.

Studi yang dilaporkan dalam jurnal Circulation Research ini mengeksplorasi temuannya bahwa kelainan jantung adalah gejala umum COVID-19 dan bisa menjadi konsekuensi dari SARS-CoV-2 yang memengaruhi sel alat pacu khusus jantung.

Penelitian ini dilakukan oleh tim dari Weill Cornell Medicine di New York City, yang meliputi Shuibing Chen, profesor bedah, biologi kimia, dan biokimia; Robert Schwartz, asisten profesor kedokteran; dan Todd Evans, profesor dan wakil ketua untuk penelitian, selain Benjamin tenOever, anggota fakultas di Grossman School of Medicine dan NYU Langone Health di New York University.

Dalam studi ini telah dilaporkan bahwa hampir 17% pasien rawat inap dengan COVID-19 mengalami kelainan jantung.

Studi Elektrokardiogram (EKG) pasien COVID-19 telah menggambarkan takikardia sebagai salah satu kelainan yang paling umum diamati.

Selain itu, penelitian telah mengamati bahwa 56% pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit dengan demam juga hadir dengan bradikardia.

Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat menginfeksi sel jantung khusus yang disebut sel alat pacu jantung.

Setelah sel alat pacu jantung terinfeksi SARS-CoV-2, proses ferroptosis yang merusak diri sendiri, kematian sel yang bergantung pada zat besi yang dimulai di dalam simpul sinus.

Sel induk dan hamster yang diturunkan dari manusia

Dikutip situs Medical News Today, nodus sinus adalah alat pacu jantung utama, dan kerusakan strukturnya menyebabkan bradikardia atau detak jantung yang terlalu lambat. Node mengontrol detak jantung dan ritme sebagai bagian dari sistem konduksi jantung.

Namun, beberapa laporan telah mendokumentasikan apakah simpul sinus dapat terinfeksi SARS-CoV-2 pada individu dengan COVID-19.

Tim dari Weill Cornell Medicine menggunakan jenis sel punca pluripoten (hPSC) yang disebut sel punca embrionik manusia (hESCs) untuk memperoleh sel alat pacu jantung seperti simpul sinus manusia.

Para peneliti juga mengamati hamster emas Suriah (Mesocricetus auratus) karena mereka rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2.

Setelah paparan hidung terhadap SARS-CoV-2, para peneliti mencatat bahwa sel alat pacu jantung mereka terinfeksi.

Memulihkan ritme (sinus) normal

Dari jenis sel yang mereka pelajari, para peneliti menemukan bahwa sel alat pacu jantung secara unik rentan terhadap ferroptosis yang diinduksi infeksi SARS-CoV-2.

Mereka lebih lanjut memeriksa apakah efek toksik dari ferroptosis dapat dibalik dengan menggunakan agen pengkelat tertentu, senyawa kimia yang mengikat erat ion logam.

Para peneliti ingin melihat apakah agen ini dapat menghilangkan zat besi dari aliran darah dan menghentikan ferroptosis.

Pemeriksaan kimia mengungkapkan bahwa obat deferoxamine dan imatinib dapat menghambat ferroptosis yang diinduksi SARS-CoV-2 pada sel alat pacu jantung.

“Meskipun aritmia telah dilaporkan pada banyak pasien COVID-19, penyebab aritmia terkait COVID tidak diketahui. Di sini, kami menemukan bahwa sel alat pacu jantung simpul sinoatrial sangat sensitif terhadap infeksi SARS-CoV-2,” kata Dr. Chen.

“Kami membandingkan banyak organoid jaringan, termasuk organoid paru-paru, organoid usus, organoid endokrin pankreas, organoid hati, dll, untuk tanggapan mereka terhadap infeksi SARS-CoV-2,” jelasnya lagi.

Dr Chen menegaskan bahwa dari semua sel dan organoid yang mereka pelajari, mereka hanya mendeteksi ferroptosis pada sel alat pacu jantung yang terinfeksi SARS-CoV-2.

“Ini menyoroti pentingnya menerapkan sel/organoid yang relevan dengan penyakit untuk mempelajari infeksi virus,” tegasnya.

Menurut penulis studi Dr. Evans, temuan ini membawa potensi untuk terapi baru.

“Meskipun dokter saat ini dapat menggunakan alat pacu jantung elektronik buatan untuk menggantikan fungsi nodus sinoatrial yang rusak, ada potensi di sini untuk menggunakan sel sinoatrial seperti yang telah kami kembangkan sebagai terapi alat pacu jantung alternatif berbasis sel,” katanya.

Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah penelitian praklinis yang melibatkan hewan dan sel pacu jantung yang diturunkan dari sel punca. Penelitian lebih lanjut akan diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan ini pada manusia.

Baca juga artikel terkait UPDATE COVID-19 atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Iswara N Raditya