Menuju konten utama
8 Agustus 2019

Cosmas Batubara: Menggempur dan Membaur dalam Sejarah Dua Orde

Kisah Cosmas Batubara, mantan pemimpin organisasi mahasiswa Katolik yang ikut menggulingkan Orde Lama dan turut membangun Orde Baru. 

Ilustrasi Mozaik Cosmas Batubara. tirto.id/Nauval

tirto.id - Dalam acara perploncoan yang diadakan PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) pada 1962, Harry Tjan Silalahi melihat anak baru yang menurutnya harus diplonco.

”Eh, plonco, sini! Kenapa kamu tidak memotong rambut dan kumismu?” tanya Harry kepada anak baru itu seperti terdapat dalam Tengara Orde Baru: Kisah Harry Tjan Silalahi (2004:59).

”Maaf, senior, saya tidak memotong rambut dan kumis, karena saya selain kuliah juga bekerja, mengajar,” jawabnya.

”Apa? Mengajar? Saya juga mengajar, saya juga guru!” timpal Harry.

Untuk menghindari debat panjang yang bisa menjatuhkan wibawanya sebagai senior, Harry langsung menekan, “Saya tidak mau lihat kamu demikian. Saya akan lihat besok, [kamu] harus memotong rambut dan kumis!” ujarnya.

Esoknya, si junior selalu menghindar ketika bertemu Harry. Anak baru itu adalah Cosmas Batubara. Ia memutuskan tidak memotong rambutnya sampai botak seperti umumnya mahasiswa yang tengah diplonco. Itu dilakukan untuk menjaga wibawanya di depan para murid.

Dalam Riwayat Hidup Anggota-Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Hasil Pemilihan Umum 1971 (1972:613) disebutkan bahwa Cosmas bekerja sebagai guru antara 1960-1963 di sebuah SMA. Setelah menjadi guru, ia menjabat Kepala Penerangan Lembaga Pembina Kesatuan Bangsa (LPKB) dari tahun 1963 hingga 1967. Sejak 1963, Cosmas juga menjadi Ketua PMKRI untuk wilayah Jakarta dan kemudian seluruh Indonesia. Ketika pecah demonstrasi mahasiswa pasca G30S, Cosmas menjadi orang penting di PMKRI.

“Menjelang terjadi G30S/PKI itu kita sudah menduga akan ada suatu gerakan yang tidak sejalan dengan kita, karena kita juga mencium tekanan-tekanan yang dilakukan oleh kelompok komunis di berbagai forum,” kenang Cosmas dalam Pengumpulan Sumber Sejarah Lisan: Gerakan Mahasiswa 1966 dan 1998 (2011).

Cosmas berperan penting dalam pembentukan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada Oktober 1965. Selain PMKRI, KAMI juga terdiri dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan organisasi lainnya. KAMI mempunyai jajaran kepemimpinan yang disebut Presidium Pusat.

”Saya dengar dari teman-teman, tidak boleh kelihatan bahwa KAMI adalah HMI karena itu akan berbahaya sekali. Jadi, taktisnya adalah HMI berada dalam presidium, tetapi ketua presidium KAMI adalah Cosmas Batubara,” tulis Ahmad Sujudi dalam Dari Pulau Buru ke Cipinang: Sebuah Sejarah Kecil (2011:255).

Kelompok mahasiswa ini disokong oleh Angkatan Darat karena mempunyai musuh bersama yaitu PKI. Menurut Cosmas dalam Cosmas Batubara, Sebuah Otobiografi Politik (2007:24), kala itu mahasiswa satu garis dengan ABRI, bahkan Brigjen Alamsjah meminta KAMI merapatkan barisan untuk menumpas sisa-sisa PKI dan membela Pancasila.

Karel Steenbrink dalam Catholics in Independent Indonesia 1945-2010 (2015) juga menyebut Cosmas sebagai Ketua PMKRI yang mendorong pembubaran PKI.

Setelah hampir dua tahun, aksi mahasiswa akhirnya berhasil melengserkan Sukarno. Untuk memperkuat golongan anti-komunis, para pentolan mahasiswa dimasukkan ke dalam parlemen. Cosmas yang pernah muncul di ruang pleno DPRGR pada Mei 1966, seperti dicatat dalam Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakjat Republik Indonesia (1970:663) pada 1 Januari 1967 disumpah sebagai anggota tambahan Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong dari wakil mahasiswa. Bersama Cosmas, wakil mahasiswa lainnya antara lain Fahmi Idris, Mar’ie Muhamad, Soegeng Sarjadi, dan Lim Bian Khoen.

Cosmas selanjutnya berada dalam arus besar Orde Baru. Selama menjadi anggota DPR dan anggota Golkar, ia aktif di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) pusat. Cosmas ikut membesarkan Golkar yang sepanjang Orde Baru berkuasa tak pernah terkalahkan dalam setiap pemilu.

Dalam Pemilu 1971 dan 1977, Cosmas lagi-lagi terpilih berhasil masuk Senayan. Dalam buku Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1981-1982, Cosmas disebutkan pernah menjadi anggota Badan Pekerja MPRS, Wakil Ketua Komisi B (hukum) di SU MPR 1973), dan Ketua Komisi III DPR antara 1972 hingga 1974. Selain itu, ia juga menjadi anggota delegasi DPR ke London dalam sidang Uni Parlemen Internasional.

Infografik Mozaik Cosmas Batubara

Infografik Mozaik Cosmas Batubara. tirto.id/Nauval

Tahun 1978, Cosmas tak lagi menjadi anggota DPR sebab dijadikan anggota Kabinet Pembangunan III oleh presiden daripada Soeharto. Ia yang meraih gelar sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial Universitas Indonesia ini diangkat menjadi Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat. Pada kabinet selanjutnya, Cosmas menjadi Menteri Negara Perumahan Rakyat hingga 21 Maret 1988. Berikutnya ia menjadi Menteri Tenaga Kerja hingga tahun 1993.

Ketika memimpin Departemen Tenaga Kerja, seperti dilaporkan Tempo (08/06/1991), Cosmas menjadi orang Indonesia pertama yang menjadi Presiden Konferensi International Labour Organization (ILO) di Genewa, Swiss, dari 5 hingga 22 Juni 1991. Hal itu terjadi setelah 40 tahun Indonesia menjadi anggota organisasi buruh internasional.

Seperti beberapa bekas mahasiswa yang ikut menumbangkan Orde Lama dan ditarik jadi anggota DPR di awal Orde Baru, Cosmas juga pernah dekat dengan dunia bisnis. Kontan menyebutkan bahwa Cosmas Batubara pernah menjadi Komisaris PT Dharmala Intiland—yang kemudian ganti nama jadi PT Intiland Development; Komisaris Independen PT Tunas Ridean; Komisaris Utama PT Multi Bintang Indonesia, dan pejabat sejumlah perusahaan lainnya.

Sementara di bidang pendididkan, ia yang lahir di Simalungun pada 19 September 1938 itu pernah menjadi Rektor Podomoro University yang didirikan oleh Yayasan Pendidikan Agung Podomoro.

Cosmas Batubara wafat pada 8 Agustus 2019, tepat hari ini setahun lalu. Eksponen mahasiswa angkatan 66 itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Irfan Teguh