Menuju konten utama

CORE: Industri Manufaktur Indonesia Kalah Dari Vietnam & Cina

Pertumbuhan industri Indonesia saat ini 4,27 persen, lebih rendah dari PDB yang tumbuh 5,17 persen sepanjang 2018.

CORE: Industri Manufaktur Indonesia Kalah Dari Vietnam & Cina
Pekerja menyelesaikan produksi NC212i untuk Ministry of Agriculture (MOAC) Thailand di Hanggar PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/1/2019). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

tirto.id - Direktur Eksekutif Center of Reform On Economics (CORE), Mohammad Faisal mengatakan pertumbuhan industri Indonesia saat ini 4,27 persen, lebih rendah dari PDB yang tumbuh 5,17 persen sepanjang 2018.

Menurut Faisal, negara-negara yang berhasil menggenjot industrinya, rata-rata mampu menghasilkan pertumbuhan industri berlipat dari PDB.

Di antaranya Vietnam dengan pertumbuhan industri 14,4 persen lebih tinggi dari PDB (6,8 persen) dan Cina dengan pertumbuhan industri 6,9 persen lebih cepat dibanding PDB (6,1 persen).

"Pertumbuhan industri kita hanya 4,27 persen dari PDB yang di angka 5,17 persen," ucap Faisal dalam konferensi pers bertajuk 'Jelang Debat Capres ke-5', di Hongkong Cafe, Selasa (9/4/2019).

Ia mencontohkan, pada sisi industri hilir, posisi Indonesia yang semakin tertinggal dalam ekspor furniture, semula posisi ke-12 pada 2001 menurun jadi urutan ke-17 pada 2017.

Kondisi ini, kata dia, berbeda jauh dari Cina yang mampu meningkatkan nilai ekspor dari 10.000 juta dolar AS meningkat jadi 25.000 juta dolar AS selama 2001-2017.

Faisal juga menilai ada keanehan dari data ini, karena Indonesia merupakan ekpostir kayu terbesar di dunia sejak 2001-2017.

Pada periode yang sama, ada 36,1 persen pasokan kayu di Cina berasal dari Indonesia, sehingga menjadikan Indonesia sebagai eksportir kayu tertinggi ke Cina.

"Ekspor kayu kita malah ke Cina. Cina mengolah bahan bakunya untuk nilai tambah seperti furniture. Yang unggul jadi Cina dan Eropa di furniture. Nilai ekspor furniture kita volumenya turun,” ucap Faisal.

Contoh lain untuk industri hulu, Faisal menyoroti penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada produk telepon.

Awalnya kebijakan pemerintah yang terbit pada 2015 ini diharapkan dapat mengurangi impor produk telepon dalam bentuk jadi agar komponennya dapat diproduksi sendiri.

Namun, kendati impor barang jadi berkurang, Faisal menyoroti peningkatan impor komponen telepon. Hal itu menurutnya menjadi indikasi industri hulu Indonesia masih tertinggal.

"Kita belum siap dengan hulunya untuk menyuplai kebutuhan hilir," ucap Faisal.

Faisal mengatakan, pembangunan industri manufaktur baik hulu maupun hilir bakal jadi pekerjaan rumah Indonesia pada masa depan.

Menurut dia, ke depan ketergantungan Indonesia dalam mengekspor komoditas berpotensi bermasalah, karena trennya mengalami penurunan.

"Outlook komoditas akan terus turun. Ini bagaimana kita membangun manufaktur ke depan di hilir dan hulunya," ucap Faisal.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI MANUFAKTUR atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali