Menuju konten utama

Colin O'Brady Seorang Diri Menaklukkan Antartika

Colin O’Brady berhasil menyelesaikan perjalanan melintasi Antartika dari ujung ke ujung seorang diri, tanpa bantuan apapun dan siapapun.

Colin O'Brady Seorang Diri Menaklukkan Antartika
Colin O'Brady; 2016. FOTO/Wikicommon

tirto.id - Selasa pagi, 25 Desember 2018, sebersit pertanyaan muncul di pikiran Colin O’Brady ketika mendidihkan air untuk bikin oatmeal. Ia menimbang kebugaran tubuhnya saat itu dan ia merasa sangat baik.

“Mungkin enggak ya, terus jalan sampai finis?”

O'Brady sedang dalam misi besar melintasi Antartika dari pantai ke pantai. Hitung punya hitung, ini adalah pagi ke-52 ia berada di Antartika. Sejauh 1.375 kilometer sudah ia tempuh selama itu, dari Ronne Ice Shelf hingga tempatnya istirahat kini. Tinggal 125 kilometer lagi hingga titik finis di Ross Ice Shelf.

Usai menimbang kemungkinan, O’Brady pun memantapkan diri untuk menyelesaikan misinya dalam sekali jalan. Setelah sarapan, sekali lagi memeriksa keadaan tubuh dan perlengkapan, ia bergegas.

“Aku menelepon ke rumah dan ngobrol dengan ibu, saudari dan istriku—kujanjikan kepada mereka bahwa aku akan rehat jika memang perlu. Hanya 35 mil lagi untuk membuat misi The Impossible First terwujud,” tulis O’Brady di akun Instagram pribadinya sebelum jalan.

Ultramaraton Antartika, begitu ia menyebut perjalanan terakhirnya ini. Itu adalah perjalanan 32 jam tanpa tidur. Sendirian ia menyeret kereta luncur menyusuri padang es Antartika. Untuk mengurangi tekanan, ia biasa mendengarkan musik ketika berjalan. Tetapi tidak kali ini, ia benar-benar fokus pada misinya.

Hanya sekali ia beristirahat sejenak pada tengah malam dan makan ransum. Setelah sekali lagi mengecek perlengkapan, ia melanjutkan perjalanan. Satu-satunya bonus adalah perbekalannya yang sudah susut, mengurangi bebannya sekian kilogram.

Pada 27 Desember, setelah 54 hari menghadapi keganasan alam Antartika, O’Brady berhasil menyentuh sebuah tonggak kayu di bibir Ross Ice Shelf—tengara finisnya. Segera saja ia mengambil telepon satelitnya dan kembali menghubungi rumah.

“Finis! Aku berhasil!” katanya kepada Jenna Besaw, sang istri, di seberang telepon.

Colin O’Brady mencatatkan dirinya dalam buku rekor. New York Times melaporkan bahwa pemuda umur 33 itu adalah orang pertama yang berhasil melintasi Benua Antartika dari ujung ke ujung jalan kaki sendirian, tanpa dukungan, dan tanpa bantuan.

Siapa Colin O’Brady?

Upaya menaklukkan Antartika sudah dilakukan sejak awal abad ke-20. Pada 1901 Robert Falcon Scott memimpin sebuah ekspedisi untuk mencapai kutub selatan magnetis bumi, namun gagal. Delapan tahun kemudian seorang anggota ekspedisi Scott, Ernest Shackelton, mencoba tapi sama gagalnya. Kutub Selatan baru bisa dicapai pada 1911 oleh Roald Amundsen, seorang penjelajah Norwegia.

Inspirasi penjelajahan solo melintasi Antartika barangkali datang dari Borge Ousland. Pada 1997 Ousland berhasil melintasi Antartika dari pantai ke pantai sendirian dengan bantuan layang-layang. Sementara yang benar-benar melakukan perjalanan solo melintasi Antartika tanpa alat pendukung adalah Henry Worsley. Sayangnya, Worsley tewas dalam percobaannya pada 2016. Usaha itu diulang Ben Saunders setahun silam, namun ia juga terpaksa berhenti di tengah jalan.

Karena itulah, pencapaian O’Brady akhir Desember lalu terbilang istimewa. Terlebih ia pernah mengalami kecelakaan fatal yang hampir membuatnya tak bisa melanjutkan renjananya menjelajah.

Colin O’Brady lahir dan tumbuh besar di Portland, Amerika Serikat. Di sanalah ia jadi karib dengan pegunungan Pasifik Barat Laut dan dunia petualangan. Ia juga jagoan olah raga. Ia adalah atlet renang di Universitas Yale—di mana ia mendapat gelar sarjana ekonomi pada 2006.

Ia banyak bertualang selepas lulus. Namun, malang menimpanya pada 2008. Sebuah kecelakaan di Thailand membakar kakinya. Laman pribadi O’Brady menyebut ia menderita luka bakar 25 persen, terutama kakinya.

“Dokter memperingatkan bahwa dia mungkin tak akan bisa berjalan normal lagi. Berkat dorongan sang ibu, Colin bertekad bangkit. Dia memacak target pribadi yang tampaknya mustahil: menyelesaikan triathlon setelah pulih,” tulis laman profilnya.

Ia membuktikan tekadnya dengan menjuarai semua cabang di Triathlon Chicago 18 bulan setelah kecelakaan. Kemenangan itu lantas menarik banyak sponsor dan ia memutuskan untuk menekuni olah raga ketahanan secara profesional. Sejak itu ia telah ikut berbagai ajang triathlon di beberapa negara.

Sekitar 2014 minatnya melebar ke pendakian gunung. Ia lalu ikut The Explorers Grand Slam dan lagi-lagi bikin kejutan. Pada 27 Mei 2016 O’Brady mengejutkan khalayak dengan memecahkan rekor sebagai orang tercepat yang menyelesaikan pendakian ke tujuh puncak tertinggi di tujuh benua. Ia menyelesaikannya dalam 132 hari, lebih cepat tujuh hari dari rekor sebelumnya.

Bersicepat dengan Lou Rudd

Sejatinya O’Brady bukan satu-satunya orang yang mencoba menaklukkan Antartika sendirian. Di saat yang sama Lou Rudd, seorang kapten Angkatan Darat Inggris, juga melakukan ekspedisi serupa. Bahkan, sebenarnya Rudd-lah yang lebih dulu mengumumkan proyek ekspedisinya.

New York Times menyebut Rudd mengumumkan proyek penjelajahannya pada April 2018. Ia menyebut bahwa ini adalah ekspedisi solo ke Antartika untuk menghormati sahabatnya, Henry Worsley, yang dua tahun sebelumnya tewas di tengah-tengah ekspedisi.

Sementara O’Brady baru mengumumkan ekspedisinya pada pertengahan Oktober, hanya beberapa minggu sebelum keduanya memulai perjalanan dari Ronne Ice Shelf pada 3 November. Sebagai penarik perhatian penggemarnya, ia menjuluki ekspedisi itu sebagai The Impossible First.

Segera saja petualangan ini berubah jadi semacam kompetisi. Kedua petualang ini harus saling bersicepat melintasi Antartika dari ujung ke ujung. Syaratnya untuk bisa disebut perjalan solo pun berat. O’Brady dan Rudd hanya boleh bergantung pada perlengkapan dan makanan yang mereka bawa sendiri. Keduanya juga tak boleh dibantu peralatan orang lain atau binatang selama perjalanan.

“Mereka tak dapat menerima bantuan dari beberapa manusia yang mungkin mereka temui—termasuk secangkir teh dari para peneliti di Stasiun Riset Kutub Selatan Amundsen-Scott saat mereka lewat sana,” tulis New York Times.

Semua hal yang dibutuhkan O’Brady—segala ransum, bahan bakar memasak, dan peralatan berkemah—dibawa dalam kereta luncur Nordik yang disebut pulks. Berat total bawaan O’Brady sekira 170 kilogram dan ia harus menariknya seorang diri sepanjang perjalanan.

Sambil menyeret beban seberat itu, O’Brady dan Rudd masih harus berhadapan dengan ganasnya alam Antartika. Selain suhu dingin ekstrem, beberapa kali mereka harus berhadapan dengan angin kutub yang biasa kondisi whiteout—ketika kabut kutub begitu tebal sehingga membutakan pandangan. Kabut macam itu bisa menutup area yang sangat luas. Perjalanan mereka juga melambat kala angin kencang menghadang, membuat bawaan mereka terasa lebih berat.

Infografik Menaklukkan Antartika

Infografik Menaklukkan Antartika Seorang Diri

Namun, musuh terbesar mereka sebenarnya adalah atmosfer rivalitas di antara mereka sendiri.

“Pada hari pertama, Rudd berjalan sedikit lebih laju daripada O'Brady dan unggul sekira 7,4 kilometer di depan. Dia mempertahankan keunggulan itu selama beberapa hari, tapi keduanya sama-sama setengah mati mempertahankan jalurnya,” tulis New York Times.

Selang beberapa hari kemudian, dalam kondisi hampir mati, O'Brady akhirnya berhasil menyusul Rudd. Ia berhasil mempertahankan keunggulan itu hingga akhir perjalanan. Ketika O’Brady mencapai titik finis di Ross Ice Shelf, Rudd tertinggal sejarak 129 kilometer di belakangnya.

Sebagai bentuk solidaritas kepada Rudd, O'Brady sengaja bermalam di sana hingga Rudd sampai. "Kupejamkan mataku. Rencanaku adalah menunggu Lou di sini dan terbang bersama ke Union Glacier [perkemahan milik Antarctic Logistics & Expeditions—operator penerbangan yang melayani antar-jemput petualang ke Antartika]," ungkap O’Brady sebagaimana dikutip New York Times.

Baca juga artikel terkait PENJELAJAHAN ANTARTIKA atau tulisan lainnya dari Fadrik Aziz Firdausi

tirto.id - Olahraga
Penulis: Fadrik Aziz Firdausi
Editor: Ivan Aulia Ahsan