Menuju konten utama

CITA Tak Sepakat E-Commerce Masuk Omnibus Law Perpajakan

CITA tak setuju dengan rencana pemerintah memasukan e-commerce ke omnibus law perpajakan.

CITA Tak Sepakat E-Commerce Masuk Omnibus Law Perpajakan
Ilustrasi E-commerce. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) tak setuju dengan rencana pemerintah memasukan pengaturan perdagangan sistem elektronik (e-commerce) ke omnibus law perpajakan.

Rencana ini dinilai kontra dengan konsep omnibus law pemerintah yang notabene seharusnya memudahkan investasi.

“Kalau e-commerce saya tidak setuju masuk omnibus. Masalahnya kan, pemerintah ingin optimalisasi penerimaan. Bukan investasi,” ucap Direktur Eksekutif CITA, Yustinus Prastowo dalam pesan singkat, Minggu (24/11/2019).

Yustinus menilai keinginan pemerintah untuk segera mendongkrak pendapatan negara memang dapat dimengerti apalagi sektor ini memang cukup potensial dan selama ini belum banyak tersentuh. Namun, Yustinus menilai caranya tidak tepat bila dilakukan melalui omnibus perpajakan.

Menurutnya, jika tak hati-hati, iklim usaha e-commerce di Indonesia bisa terganggu. Ujung-ujungnya investasi di sektor ini akan terkena imbasnya karena dinilai kurang menarik bagi pengusaha.

Ia menyarankan pemerintah membuat regulasi tersendiri bagi pajak e-commerce. Dengan demikian, pemerintah bisa tetap berfokus mengejar potensi penerimaan tetapi tidak menafikan dampaknya pada investasi.

“Tantangan pemajakan e-commerce kan, penggalian potensi. Mungkin saja status quo menguntungkan dari sisi investasi kan?” ucap Yustinus.

Keinginan pemerintah untuk mengejar pajak e-commerce ini disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani usai rapat terbatas di istana negara, Jumat (22/11/2019). Salah satu yang ditekankan Sri Mulyani adalah kendala pemungutan pajak dari perusahaan luar negeri yang memiliki aktivitas bisnis di Indonesia tetapi tidak memiliki kehadiran fisik sehingga tidak bisa dipungut pajak.

Sri Mulyani berencana untuk mengincar Pajak pertambahan Nilai (PPN) transaksi produk perusahaan digital luar negeri. Di samping itu, ada juga upaya agar Pajak Penghasilan (PPh) badan perusahan digital dapat ditarik dengan mempertimbangkan besarnya aktivitas ekonomi.

Hal ini digadang-gadang mampu mengatasi kendala pemajakan perusahaan digital seperti Netflix yang kerap lolos karena tidak memiliki kantor di Indonesia.

"Di dalam RUU ini kita akan menyampaikan bahwa subjek pajak luar negeri, kalau kita lihat seperti Netflix dan lain-lain yang selama ini subjek pajak luar negeri, dapat memungut dan menyetor dan melaporkan PPn-nya," ucap Sri Mulyani seperti dikutip dari Antara.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana