Menuju konten utama

Cerita Sopir Angkot yang Merasa Terpinggirkan Karena Transjakarta

Sejak ada Transjakarta koridor 4f, sopir angkot 22, 22a, dan 02 mengklaim pendapatan mereka menurun. Hal ini membuat bingung dinas.

Cerita Sopir Angkot yang Merasa Terpinggirkan Karena Transjakarta
Sejumlah calon penumpang mengantre di halte bus Transjakarta di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (25/7/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Lebih dari sebulan lalu, tepatnya pada 3 Desember 2018, para sopir angkutan kota 22, 22a, dan 02 berdemonstrasi di Pondok Bambu, Jakarta Timur. Mereka menuntut agar unit Transjakarta koridor 4f dikurangi. Keberadaan Transjakarta menyebabkan pendapatan mereka menurun.

Koridor 4f membentang dari Pulo Gadung hingga Pondok Gede. Ada 31 titik pemberhentian, termasuk Pasar Klender dan Pangkalan Jati.

Slamet (49) adalah satu dari sekian banyak sopir angkot yang merasakan imbasnya. Katanya, sebelum ada Transjakarta, penumpang angkotnya, trayek 22, sering penuh.

"Soalnya kan kalau ada orang yang mau ke Pondok Bambu pasti naik sini. Operan dari sana (angkot 22a). Tapi sekarang, penumpang pada memilih Transjakarta, karena lebih nyaman," ujarnya kepada reporter Tirto, 6 Desember 2018.

Slamet tidak menyangkal kenyamanan yang ditawarkan Transjakarta memang tidak bisa diberikan oleh angkot miliknya, juga angkot sopir-sopir lain. Biar begitu ia tetap berharap ada bagian yang dia dapat, meski sedikit.

"[Transjakarta] enggak usah main ke pinggir [Jakarta] lah. Mereka di pusat-pusat aja. Biar kami juga dapat bagian."

Belum Puas

Pada 15 Januari 2018, saya mendatangi kembali para sopir 22a, 22 dan 02 itu. Di tempat ngetem angkutan 22a, tepatnya di depan lapangan sepak bola mini Pondok Gede, 5 meter dari Plaza Pondok Gede, saya bertemu dengan para sopir.

Di sana ada Beny (54), Dahlan (69), dan Lamser (33). Mereka merasa pertemuan dengan Dinas Perhubungan DKI setelah demonstrasi tak ada dampaknya.

"Mereka bilang, kalau armada akan dikurangi. Tapi itu pas waktu ramai [habis demo] saja. Sekarang, lihat armada [Transjakarta] itu ramai lagi," kata Beny.

Lamser (33) pun mengeluhkan hal yang sama. Dia biasa dapat duit Rp200 ribu sampai Rp250 ribu. Tapi setelah ada Transjakarta, kini merosot.

"Untuk bayar setoran aja susah," kata Lamser. "Kenapa enggak trayek [angkot] lama saja yang diperbaiki. Mereka malah buka Transjakarta di sini," tambahnya.

Protes Tidak Tepat

Daud Joseph, Direktur Operasional PT Transjakarta, mengatakan protes, juga tuntutan para sopir, tidak tepat. Soalnya sebelum Transjakarta beroperasi di sana sudah ada Metromini T45 selain angkot.

"Kenapa mengeluh, ya? Dari dulu kan sudah ada angkutan T45. Kenapa dulu metromini tidak diprotes, [tapi] Transjakarta diprotes?" ujarnya saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (15/12019).

Dalam sehari, Transjakarta bisa mengangkut hingga 4 ribu orang. Tuntutan pengurangan tak mungkin dikabulkan karena itu malah akan mengganggu penumpang, kata Daud. Ia hanya mengatakan sebaiknya protes diakhiri dan masing-masing pihak berupaya memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat.

"Jadi, menurut saya ya, kita [Transjakarta dan angkot] sama-sama melayani dengan baik. Transjakarta menciptakan pelayanan yang terbaik, mereka [angkot] juga melayani dengan baik," ujarnya. "Kita biarkan warga memilih mana yang terbaik."

Daud pun mengklaim masyarakat sudah puas dengan apa yang mereka berikan.

Klaim Daud dikonfirmasi Sultan (22), salah satu pengguna harian Transjakarta koridor 4f. "Bagus kok, nyaman. Saya sih senang, ya," ujarnya kepada reporter Tirto.

Dia tidak tahu ada sopir yang protes. Tapi dia memaklumi itu dan berharap pemerintah memberikan solusi bagi mereka. "Mereka kan juga cari makan, mungkin pemerintah bisa mempekerjakan mereka atau ajak integrasi dengan Transjakarta."

Ada pula Sumiati (73), yang lebih memilih angkot ketimbang Transjakarta karena alasan sudah kerasan dan kenal dengan beberapa sopir. "Sopirnya sudah kenal, jadi enak kalau mau ke mana-mana," katanya.

Baca juga artikel terkait TRANSJAKARTA atau tulisan lainnya dari Nadhen Ivan

tirto.id - Bisnis
Reporter: Nadhen Ivan
Penulis: Nadhen Ivan
Editor: Rio Apinino