Menuju konten utama
Kisah-Kisah Judi

Cerita Judi dari Timur Indonesia dan Mengapa Sulit Diberantas

Judi tidak mengenal wilayah. Dari ibu kota negara sampai daerah ujung Indonesia, semua orang bertaruh.

Cerita Judi dari Timur Indonesia dan Mengapa Sulit Diberantas
Ilustrasi berjudi. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Artikel sebelumnya dapat dibaca di tautan berikut: Melawan Legalisasi Judi: Soeharto Dalang Segala Bencana

Tual tercatat sebagai kota terbesar kedua di Provinsi Maluku. Letaknya ada di Pulau Kei Kecil dan bersebelahan dengan Pulau Kei Besar. Sebagian orang mengenal nama pulau ini dari aktivitas gangster sekaligus terpidana kasus pembunuhan John Refra Kei alias John Kei.

Saya berada di sana saat hari hampir berganti. Sebagian besar rumah inap sudah mengunci pintu mencegah pemabuk mencari perkara. Tapi bagi sedikit anak muda di halte Ohoi Ohoi Ohoijang, malam baru dimulai. Mereka sibuk membanting uang, dari Rp5 ribu-Rp10 ribu. Mereka bermain judi kartu–entah jenis apa.

Mereka sepertinya tidak peduli bahwa aktivitas ini ilegal dan sudah banyak orang yang ditangkap karenanya. Medio 2020, setidaknya tercatat lima kasus judi togel (toto gelap) terkuak. Kasus terakhir terjadi pada Juli 2020. Yang ditangkap adalah warga asal Dullah Selatan bernama Cecep. Barang bukti di antaranya lembaran uang senilai Rp86 ribu, lima lembar kode togel, dan tak ketinggalan pelengkap setiap kisah menerka angka: dua buah buku mimpi.

Omong-omong soal buku mimpi, tentu Anda familier dengan cara kerjanya, bukan? Seseorang akan menafsirkan apa yang dia mimpikan–atau mimpi orang lain–dengan bantuan buku tersebut ke dalam angka-angka. Angka-angka inilah yang para penjudi pasang dan diharapkan keluar.

Dalam hal ini mimpi dianggap sebagai ramalan masa depan. Para akademisi menyebutnya sebagai mimpi prekognitif. Menurut penulis dari Sleep Foundation Jay Summer, sejauh ini belum ada penelitian ilmiah yang benar-benar membuktikan atau pun mematahkan teori tentang mimpi prekognitif. Hanya saja, banyak orang percaya bahwa ini cuma pseudosains belaka.

Pengaruh Judi Soeharto di Timur Indonesia

Bertaruh bukanlah hal yang baru di daerah timur Indonesia. Bukan hanya di Maluku saja, tetapi mulai dari Tobelo di Halmahera Utara, Ternate yang dekat dengan Filipina, hingga ke Manokwari di Papua Barat. Awalnya hanya judi togel, kemudian judi online pun merangsek.

Dalam riset berjudul “Praktik Perjudian: Studi Kasus ‘Judi Kupon Togel’ Di Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara” (2015) Septiana Erike Gobuin dan Sri Suwartiningsih mencatat setidaknya perjudian jenis togel di Ternate terungkap tahun 2004. Saat itu polisi berhasil menangkap pemegang judi togel, istri-suami bernama Marni dan Iskandar. Omzet per harinya bisa mencapai Rp750 ribu.

Tapi mereka hanyalah sekrup. Ada bos yang punya kupon togel tersebut di daerah Halmahera Utara dan disebutkan belum ketahuan nasibnya.

Septiana dan Sri memperkirakan perjudian di Halmahera Utara, Ternate, tepatnya Tobelo sudah ada sejak tahun 1990-an. Awalnya judi itu bernama Pekan Olahraga dan Ketangkasan (Porkas) dan dilakukan seminggu sekali. Hadiahnya bisa uang tunai, tapi bisa juga barang seperti kulkas dan televisi.

Porkas sebenarnya adalah kupon yang dijual atas izin pemerintah untuk menebak skor pertandingan sepak bola.

Praktik Porkas, yang berganti nama menjadi Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB) pada 1989, dihentikan pada 1993. Namun, di daerah Tobelo, usai konflik 1999-2000, masyarakat yang telah berdamai kembali memainkannya. Baru pada sekitar 2004-2005 namanya berganti jadi togel.

Saat itu penguasanya hanya satu: bandar Tondano–diperkirakan pendatang dari daerah Tondano, Sulawesi Utara.

Situasi ini berubah seiring perkembangan teknologi. Bandar-bandar berkembang di berbagai tempat. Perannya juga lebih terstruktur: ada bandar (bandar utama dan wilayah), keamanan, pengepul nomor, pengecer, dan terakhir pemain itu sendiri.

Bandar utama dan wilayah punya tugas memastikan perjudian berjalan lancar, tentu saja termasuk mencari pihak yang bisa mengamankan jalannya kegiatan ilegal tersebut. Sedangkan keamanan adalah para penegak hukum dan pemerintah–kendati Septiana dan Sri tidak menyebutkan secara spesifik pelakunya. Pengepul hanya menadah nomor dan uang penjualan togel dari pengecer.

Dalam tradisi togel, pengecer yang bertugas berjualan nomor ini dahulu adalah penjaga toko kelontong atau agen koran yang ingin mencari penghasilan tambahan. Sekarang, profesinya makin beragam. Bandar pun ada yang merupakan tukang ojek atau ibu rumah tangga.

Adapun pengepul mendapatkan komisi 15-20% untuk penjualan nomor, sedang pengecer biasanya mendapat 10%. Semua pihak yang terlibat dalam kelompok judi togel sudah pasti merupakan penjudi pula.

Karena pihak yang ada dalam jaringan punya tugas serta kedudukan yang berbeda-beda, simpul Septiana dan Sri, “perjudian togel ini membentuk sebuah organisasi informal yang terorganisir dan terstruktur.”

Berdasarkan wawancara dengan para bandar, jika tebakan pembeli tepat sebanyak 2 nomor saja, mereka bisa mendapat uang Rp70 ribu. Itu hanya dengan modal seribu rupiah. Jika 3 angka yang tepat, maka keuntungannya Rp300 ribu. Terakhir, jika 4 angka berhasil ditebak dari satu kupon togel, uang modal berlipat hingga 2.500 kali menjadi Rp2,5 juta.

Bandar biasanya mendapatkan kupon togel dari Singapura, Malaysia, atau Hongkong, tapi tak sedikit juga yang menjalin relasi dengan bandar utama dari Indonesia. Diperkirakan perputaran uangnya mencapai puluhan juta.

“Biasanya yang putaran Singapura dan Malaysia ± Rp10 juta s/d Rp20 juta dan untuk Hong Kong ± Rp10 juta s/d Rp15 juta. Sebenarnya angka itu juga tidak menentu, bisa saja lebih atau kurang. [...] Namun kalo berbicara keuntungan, sudah pasti kami tetap mendapatkan keuntungan besar dari perjudian togel ini,” kata narasumber yang identitasnya dirahasiakan.

Rusak Kota Injil Papua Barat

Judi sama sekali tidak kehilangan popularitas di masa pandemi. Bandar dari Singapura, Malaysia, Hongkong ditambah dengan Sidney masuk ke salah satu daerah paling ujung Indonesia, Manokwari, Papua Barat. Penelitian Budi Sunarso asal IAIN Salatiga berjudul Fenomenologis Judi Togel Masa Pandemi Covid-19 (2021) menjabarkan perkara ini.

Riset tersebut menjelaskan pihak-pihak yang berperan, yang pada dasarnya sama seperti yang lain. Ada bandar, keamanan, pengepul, pengecer, dan pembeli.

Harga kupon nomor undian juga serupa. Hanya dengan modal seribu, uangnya bisa berlipat jadi Rp10 ribu, Rp70 ribu, Rp300 ribu, dan Rp2,5 juta–tergantung seberapa banyak jumlah angka yang berhasil ditebak.

Selain itu ada juga penjualan kupon Sio (terdiri dari 12 Shio-binatang). Aturannya, pembeli akan mendapat untung Rp300 ribu jika Sio yang mereka pilih keluar.

Tentu saja, sama seperti di Halmahera, mereka yang menjadi pihak keamanan termasuk juga anggota TNI/Polri. Mereka pula yang biasanya menjadi penjaga keamanan terselenggaranya kegiatan ilegal ini.

Ada beberapa penyebab mengapa perilaku ini terus terulang, selain dari aparat penegak hukum dan pemerintah menjadi beking. Misalnya kurangnya alat bukti dalam memproses pelaku–karena perjudian sekarang juga dilakukan secara daring melalui aplikasi Whatsapp atau pesan singkat. Kemudian juga lokasi perjudian yang berpindah-pindah.

Tidak lupa penegakan hukum yang lemah dan tidak memberi efek jera. Jadi, saat mereka keluar, tinggal tunggu waktu sampai terlibat lagi.

Infografik Orba Baru Bandar

Infografik Orba Baru Bandar. tirto.id/Fuad

Faktor yang paling kompleks adalah perlindungan dari masyarakat setempat. Budi mewawancarai 250 warga Manokwari. Hasilnya, 142 atau 56,8% responden menyatakan setuju dengan perjudian.

Alasan para pendukung perjudian beragam. Misalnya membantu ekonomi keluarga (bagi pemenang). Selain itu adanya aparat yang ikut bermain turut menambah keyakinan masyarakat bahwa berjudi itu hal yang lumrah.

“Oknum aparat keamanan TNI-Polri, mengatakan bahwa melakukan pembelian togel merupakan kegiatan iseng sebagai hiburan (jika pembeliannya tembus bersyukur, tapi jika pembeliannya gagal dianggap biasa karena pembeliannya dianggap tidak besar-besar amat nilai uangnya), hal yang sama juga dilakukan oleh oknum ibu rumah tangga,” catat Budi.

Alasan yang menolak penolakan juga beragam, mulai dari perjudian melanggar hukum dan agama hingga meresahkan. Dampak negatif dari judi di Manokwari bukan hanya masalah ekonomi keluarga, tapi juga menambah intensitas orang mabuk-mabukan, kemudian melakukan kejahatan seperti jambret, copet, dan pemerasan–untuk bisa meneruskan berjudi. Ada pula rumah tangga yang harus runtuh karena perceraian akibat kebiasaan taruhan.

Kendati aparat ikut bermain judi, sebenarnya cukup banyak juga kasus yang diproses oleh polisi di Papua Barat. Pada tahun 2020, tercatat ada 224 kasus yang ditangani Polsek dan Polres di Manokwari. Namun, kata Budi, “usaha aparat yang tidak henti-hentinya dalam memberantas judi togel terkadang dianggap oleh sebagian masyarakat seperti tidak konsisten karena ditangkap satu timbul yang lainnya bahkan lebih banyak.”

Budi melanjutkan: “Dalam penegakan hukum judi togel yang ada di Manokwari, walaupun secara kontinyu terus dilakukan oleh pihak kepolisian, namun sepertinya itu tidak membuat jera masyarakat untuk berhenti melakukan judi togel tersebut, bahkan justru nampak semakin merebak dan berjamur, ironi, justru ini terjadi di kota Manokwari yang sering disebut-sebut sebagai Kota Injil di Tanah Papua.”

Baca juga artikel terkait JUDI atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino