Menuju konten utama

Cerita Evi Erwiyati, Anak Petugas Pemilu yang Gugur Saat Bertugas

Evi Erwiyati, anak dari petugas Ketua KPPS yang gugur saat bertugas menceritakan detik-detik terakhir kepergian sang ayah. Meski mengaku sedikit lega karena mendapat santunan, tapi itu semua tak bisa mengembalikan ayahnya.

Cerita Evi Erwiyati, Anak Petugas Pemilu yang Gugur Saat Bertugas
Evi Erwiyati (kiri) bersama ibu dan adiknya usai mendapatkan santunan dari KPU, di kediamannya, Jalan Pahlawan, Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat (3/5/2019). tirto.id/Bayu

tirto.id - Evi Erwiyati, anak dari petugas Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengaku sedikit lega saat mendapatkan santunan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI atas gugurnya sang ayah, Umar Madi.

Umar harus menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Pelni, Petamburan, Jakarta Barat akibat kelelahan usai bertugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 68, Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Sebagai ahli waris, Evi dan keluarganya mendapatkan santunan senilai Rp36 juta atas uang kehormatan dari negara karena jasanya menjadi petugas penyelenggara Pemilu 2019. Tapi, kata dia, uang tersebut tak bisa menggantikan kepergian sang ayah untuk selamanya.

"Yang pasti, meskipun ada santunan tetap tidak mengembalikan ayah saya," jelas Evi usai ditemui Ketua KPU Arief Budiman di kediamannya, Jalan Pahlawan, Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat (3/5/2019).

Evi pun menceritakan detik-detik terakhir kepergian ayahnya. Sebagai Ketua KPPS, Umar Madi mulai bekerja sejak tiga hari sebelum hari pemungutan suara, 17 April 2019. Ia membagikan surat pemberitahuan memilih atau formulir C6 kepada pemilih di wilayahnya.

Pada hari pemungutan suara, Umar Mahdi bekerja di TPS bersama anggota KPPS lainnya. Setelah itu, ia masih melanjutkan pekerjaan dengan melakukan penghitungan suara dan memantau proses rekapitulasi suara.

Namun, Rabu (24/4/2019), kondisi kesehatan Umar semakin menurun. Ia kemudian dilarikan ke rumah sakit.

"Kalau bapak sebenarnya sebelum adanya ini sudah rutin untuk teriwayat sakit jantung, tapi pada saat pelaksanaan ini bapak dalam kondisi yang sangat prima," ucap Evi.

Sambil berlinang air mata, Evi mengatakan pada Kamis (25/4/2019) pukul 01.59 WIB ayahnya menghembuskan nafas terakhirnya dengan dinyatakan bahwa syaraf otak sebelah kiri telah mati.

"Jadi setelah masuk RS Pelni dinyatakan bahwa bapak syaraf otak kirinya sudah mati semua, bapak mengalami kelumpuhan dan juga stroke," ucapnya.

Evi berharap, tak ada lagi petugas Pemilu 2019 yang bernasib sama seperti ayahnya. Ia menilai, sangat tak masuk akal banyaknya petugas Pemilu 2019 yang gugur dan sakit akibat kelelahan dalam tugasnya. Evi berharap adanya evaluasi pelaksanaan Pemilu yang tak lagi menimbulkan korban jiwa.

"Bapak saya adalah salah satu dari sekian banyak orang yang meninggal dunia, karena pelaksanaan KPU ini pemilu yang memang menurut saya tidak masuk akal," tukasnya.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno