Menuju konten utama

CEO Rappler Maria Ressa Ditangkap Atas Tuduhan Pencemaran Nama Baik

Terkait penangkapan ini, Rappler telah mengeluarkan statement dengan judul "We will continue to tell the truth".

CEO Rappler Maria Ressa Ditangkap Atas Tuduhan Pencemaran Nama Baik
Maria Ressa, CEO kantor berita online Rappler, berbicara kepada media setelah menghadiri pemanggilan oleh Biro Investigasi Nasional tentang pengaduan pencemaran nama baik dunia maya yang diajukan kepada Rappler lima tahun lalu di Manila, Filipina. Otoritas Filipina telah menangkap Ressa, Rabu, 13 Februari 2019, Bullit Marquez / AP

tirto.id - CEO dan editor eksekutif Rappler Maria Ressa ditangkap Biro Investigasi Nasional (National Bureau of Investigation/NBI) pada Rabu (13/2/2019) atas tuduhan kasus pencemaran nama baik di dunia maya yang diajukan Departemen Kehakiman.

Sekitar pukul 05.00 waktu Manila, petugas NBI yang mengenakan pakaian sipil menyambangi markas Rappler dan memberikan surat perintah penangkapan.

Surat penangkapan itu dikeluarkan pada Selasa (12/2/2019) dan ditandatangani Hakim Ketua Rainelda Estacio Montesa dari Pengadilan Wilayah Manila.

Dilansir BBC, Chay Hofikena, pimpinan jurnalisme investigatif Rappler, mengatakan ia akan memastikan Ressa tak bermalam di penjara. Dirinya mencari hakim dan berharap Ressa bisa mengajukan jaminan bebas. Beberapa waktu kemudian, meski jaminan bebas telah diajukan dan memiliki kekuatan hukum, hal itu ditolak.

Terkait penangkapan ini, Rappler telah mengeluarkan statement dengan judul "We will continue to tell the truth". Dalam pernyataan itu, redaksi Rappler menulis, tuduhan yang dilamatkan ke Ressa ini bermula dari berita yang terbit pada Mei 2012, atau empat bulan sebelum undang-undang yang diduga dilanggar diberlakukan.

Pengaduannya berasal dari pengusaha, Wilfredo Keng. Rappler memberitakan mantan kepala pengadilan Renato Corona menggunakan kendaraan yang terdaftar atas nama Keng, yang, berdasarkan laporan intelijen dan cerita-cerita yang diterbitkan, terlibat dengan narkoba dan perdagangan manusia.

Rappler telah memanggil Keng untuk mengonfirmasi cerita dari sisinya sebelum berita tersebut diterbitkan. Meski demikian, Rappler menyebut kasus ini tidak berdasar.

NBI sudah menutup kasus ini pada Feburuari 2018 setelah tak menemukan dasar untuk melanjutkan penyelidikan. Namun, delapan hari kemudian, NBI menghidupkan kembali kasus ini, dan mengajukan ke Departemen Kehakiman.

“Ini adalah preseden berbahaya yang menempatkan siapa pun --tidak hanya media-- yang menerbitkan apa pun secara daring dalam bahaya dituduh pencemaran nama baik. Ini bisa menjadi alat pelecehan dan intimidasi yang efektif untuk membungkam pelaporan kritis dari pihak media. Tak ada yang selamat,” tulis Rappler.

Namun demikian, Ressa tak gentar atas tuduhan yang dialamatkan padanya. Ia juga menyatakan tidak merasa terintimidasi. Lanjutnya, tidak ada kasus hukum, propaganda hitam serta kebohongan yang dapat membungkam jurnalis Filipina.

Baginya, usaha atas pemenjaraanya makin membuktikan laju pemerintah dalam membungkam wartawan. “Termasuk kepicikan memaksa saya untuk menghabiskan malam di penjara,” tandasnya.

Sebelum mengepalai Rappler, Ressa mulanya adalah seorang wartawan CNN kemudian menjadi kepala biro Manila lalu Jakarta. Selain itu, Ressa menguasai liputan investigatif terkait terorisme di Asia Tenggara.

Pada 2018 lalu, Ressa berhasil memenangi sejumlah penghargaan atas liputannya tentang upayanya mempertanyakan kembali tanggung jawab kekuasaan.

Baca juga artikel terkait PENCEMARAN NAMA BAIK atau tulisan lainnya dari AS Rimbawana

tirto.id - Hukum
Penulis: AS Rimbawana
Editor: Dipna Videlia Putsanra