Menuju konten utama

Celios: Sejak 2014 Pemerintah Lebih Pilih Naikkan Harga BBM Subsidi

Bhima Yudhistira mempertanyakan upaya pemerintah dan PT Pertamina melakukan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi di lapangan.

Celios: Sejak 2014 Pemerintah Lebih Pilih Naikkan Harga BBM Subsidi
Bhima Yudhistira, ekonom INDEF membawakan presentasi di Top Finance 2019, Jakarta, (28/8/2019).

tirto.id - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mempertanyakan upaya pemerintah dan PT Pertamina (Persero) melakukan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi di lapangan. Bahkan sejak 2014, ketika BBM saat itu naik pemerintah juga tidak melakukan pembatasan.

Dia mencontohkan, ketika harga BBM Premium dan Solar dinaikkan pada 2014 lalu, narasi-narasi yang digunakan pemerintah ketika menaikkan harga BBM selalu sama. Pemerintah menyebut bahwa masyarakat menikmati BBM jenis subsidi adalah mereka yang dikategorikan mampu.

"Narasinya tetap sama terkait dengan BBM dibeli dengan mereka yang tidak berhak, tapi banyak justru bocor kepada mereka yang tidak berhak. Pertanyaannya sejak 2014 sampai 2022 ini pemerintah ngapain saja kok tidak dilakukan pembatasan?" jelas dia dalam acara Sikap Publik Terhadap Pengurangan Subsidi BBM, di Jakarta, Rabu (7/9/2022).

"Sehingga kenapa sekarang tidak dilakukan pembatasan, mekanismenya adalah kenaikan harga," jelasnya.

Untuk diketahui, pemerintah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000. Selain itu, penyesuaian juga dilakukan Solar subsidi dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 dan Pertamax dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per liter.

Dalam kesempatan terpisah, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting mengaku pihaknya belum bisa melakukan pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi di SPBU.

Hal itu karena masih harus menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) selesai.

"Pembatasan berdasarkan kriteria tentu harus menunggu revisi Perpres 191/2014," ujarnya kepada Tirto, Rabu (7/9/2022).

Walaupun demikian, pihaknya terus melakukan pendataan dan pencatatan setiap pembelian BBM subsidi di lapangan. Tujuannya agar penyaluran BBM bisa tepat sasaran.

"Itu masih perlu agar BBM subsidi ini bisa tepat sasaran," imbuh dia.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menargetkan, revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) akan rampung September ini. Dengan sudah selesainya Perpres, maka diharapkan pembatasan BBM bisa dilakukan di lapangan.

"[Perpres] lagi disiapkan. Mudah-mudahan bulan ini [selesai]," kata Arifin saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (6/9/2022).

Terkait dengan pengawasan, Arifin meminta kepada PT Pertamina (Persero) dan instansi terkait untuk melakukan pengawasan di lapangan. Hal ini penting agar bisa menekan kebocoran-kebocoran terjadi di lapangan.

"Pertamina nanti sama instansi terkait akan melakukan upaya-upaya untuk bisa mengurangi kebocoran. Terutama yang seharusnya tidak ngambil jatah itu harusnya bisa diawasi bisa dikontrol," katanya.

Baca juga artikel terkait HARGA BBM SUBSIDI NAIK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang