Menuju konten utama

Cegah Kekerasan Seksual di Tempat Kerja, Ida Siapkan Kepmenaker

Jika RUU TPKS molor dan tak ada kepastian waktu pengesahan, Menaker Ida akan dahulukan menerbitkan Kepmenaker.

Cegah Kekerasan Seksual di Tempat Kerja, Ida Siapkan Kepmenaker
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (7/4/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.

tirto.id - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan pihaknya telah menyiapkan Keputusan Menaker (Kepmenaker) untuk mencegah kekerasan seksual di tempat kerja. Regulasi ini akan dibuat sembari menunggu pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Saat menjadi pembicara dalam acara #Ngobrol Seru “Jurnalis Perempuan Dobrak Bias dan Diskriminasi” diikuti secara daring di Jakarta, Sabtu (5/3/2022), Menaker Ida mengatakan meski partisipasi perempuan sudah meningkat, salah satu ancaman terbesar bagi perempuan adalah kekerasan dan pelecehan di tempat kerja.

Ia mengatakan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: SE.03/MEN/IV/2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, ditingkatkan menjadi Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI, yang pada tahun ini diselesaikan.

Kepmenaker tersebut dibuat seraya menunggu waktu pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang oleh DPR.

“Jadi kami sedang menyiapkan Kepmenaker, tapi kami tetap melihat perkembangan pembahasan di DPR. Kalau molor dan tak ada kepastian waktu pengesahan, kami akan dahulukan Kepmenaker ini," ujar Menaker Ida.

Meski protokoler pelindungan pekerja di tempat kerja sudah mendesak, lanjut Ida, keterbukaan informasi publik saat ini memberikan harapan adanya pengurangan atau menurunnya kekerasan di tempat kerja.

“Orang sekarang semakin takut dengan ancaman sosial. Media sosial yang sangat terbuka, sangat membantu penurunan kekerasan di tempat kerja," ujar dia.

Menaker menambahkan salah satu faktor penghambat perempuan di dunia kerja adalah masih adanya gender shaming alias stereotip dan seksisme yang menjadi akar diskriminasi berbasis gender terhadap perempuan. Adanya perilaku ini menyebabkan perempuan seringkali diremehkan di tempat kerja, dianggap sebagai penghambat dan memiliki produktivitas lebih rendah.

“Hal ini kontraproduktif dengan tujuan kita semua untuk terus meningkatkan pemberdayaan perempuan di dunia kerja agar bisa memberikan dampak positif pada perekonomian dari level individu, keluarga hingga negara," kata dia.

Baca juga artikel terkait PELECEHAN SEKSUAL

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Editor: Abdul Aziz