Menuju konten utama
Piala AFF 2018

Catatan untuk Bima Sakti Kala Timnas Indonesia Ditekuk Singapura

Kalah dari tuan rumah Singapura dalam laga perdana Piala AFF 2018, timnas Indonesia juga tampil sangat buruk.

Catatan untuk Bima Sakti Kala Timnas Indonesia Ditekuk Singapura
Bima Sakti kembali menjadi asisten pelatih Luis Milla di Timnas Indonesia U-23. ANTARA/Puspa Perwitasari

tirto.id - Pada Jumat (9/10/18) pagi, menjelang pertandingan perdana timnas Indonesia di Piala AFF 2018 yang dimulai pada pukul 19.00, situs resmi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) menulis judul berita yang menggairahkan: Indonesia Optimis Bungkam Singapura.

Dalam berita itu, timnas Indonesia dikabarkan dalam kondisi bagus. Para pemain tampak serius melahap sesi latihan yang diberikan oleh pelatih Bima Sakti, sekaligus terlihat fokus untuk mempersembahkan kemenangan.

“Kami akan mencoba bermain bagus dan fokus pada semua pemain lawan. Kami butuh poin penuh di Singapura untuk pertandingan selanjutnya melawan Timor Leste,” tutur Bima Sakti.

Seperti biasanya, dengan harapan menang membumbung tinggi, suporter Indonesia lantas berbondong-bondong datang ke Stadion Nasional Singapura, tempat digelarnya pertandingan. Fox Sports Asia memperkirakan bahwa akan ada sekitar 1.600 pendukung Indonesia yang datang. Estimasinya: sekitar 1.300 suporter datang dari Indonesia dan 300 sisanya merupakan orang-orang Indonesia yang bekerja di Singapura.

Entah hitung-hitungan itu tepat atau tidak, yang jelas, para suporter Indonesia itu ternyata datang ke Stadion Nasional Singapura hanya untuk dikecewakan. Pada menit ke-37, Harris Harun membunuh rasa optimistis timnas Indonesia yang sebelumnya bergelora.

Petaka itu bermula, saat Harun merangsek dari lini tengah, memanfaatkan bola rebound, kapten Singapura itu menendang tanpa ampun ke arah gawang Indonesia. Gawang Andritany bobol, gol itu menjadi satu-satunya, dan Indonesia kalah dari tuan rumah Singapura.

Untuk itu semua, dalam konferensi pers sesudah pertandingan, Bima Sakti kemudian mengatakan, “Saya terkejut dengan penampilan Singapura. Mereka mempunyai organisasi pertahanan bagus. Transisi dari bertahan ke menyerang juga tak kalah bagus. Itu menimbulkan masalah besar bagi kami.”

Counter Pressing Singapura Merepotkan

Bermain dengan formasi 4-2-3-1, pendekatan yang dilakukan Bima Sakti tak jauh berbeda dengan Luis Milla. Indonesia akan memainkan bola-bola pendek di daerah pertahanan sendiri lantas mengirimkan umpan direct ke sisi sayap untuk melancarkan serangan. Singkatnya, Indonesia masih mengandalkan para pemain sayap. Namun, pendekatan tersebut ternyata sudah diantisipasi dengan baik oleh Fandi Ahmad, pelatih Singapura. Bermain dengan formasi 4-4-2, para pemain Singapura menerapkan counter pressing yang membuat permainan Indonesia tidak berkembang.

Pendekatan counter pressing Singapura seperti ini: Pertama, saat bertahan, Faris Ramli, salah satu penyerang Singapura, akan sedikit turun ke belakang untuk mengganggu Evan Dimas maupun Zulfiandi, double pivot Indonesia, dalam mengatur tempo permainan; dan kedua, saat duet bek tengah Indonesia, Hansamu Yama Pranata dan Ricky Fajrin mengumpan ke Rizky Pora maupun Putu Gede, dua pemain sayap Singapura akan langsung memberikan tekanan terhadap duet full-back Indonesia tersebut. Sementara Yasir Hanapi bertugas mencegah Rizky Pora mengumpan ke arah Febri Haryadi, Gabriel Quak bertugas menghentikan akses umpan Putu Gede ke arah Irfan Jaya.

Pendekatan taktik yang dilakukan Fandi Ahmad kemudian membuat Febri dan Irfan Indonesia kesulitan untuk mendapatkan bola. Alhasil: Indonesia lantas bermain sporadis dalam membangun serangan. Pemain-pemain Indonesia seringkali memaksa mengirim umpan ke depan tanpa perencanaan. Serangan Indonesia pun bisa dengan mudah dipatahkan oleh pemain-pemain Singapura.

Buruknya serangan Indonesia sendiri dapat dilihat dari kacamata statistik. Di sepanjang babak pertama, meski tingkat penguasaan bola Indonesia mencapai 62 persen, Indonesia hanya mampu melakukan satu percobaan tembakan ke arah gawang. Ya, sebuah percobaan tembakan yang melenceng dari sasaran.

Cara Singapura dalam Menyerang

Seperti apa yang dibilang Bima Sakti sesudah pertandingan, Singapura memang mempunyai transisi dari bertahan ke menyerang yang tak kalah bagus dengan cara bertahan. Dalam beberapa momen, Singapura bahkan bisa unggul jumlah pemain di daerah pertahanan Indonesia. Transisi bertahan Indonesia yang buruk memang menjadi salah satu penyebabnya -- Evan Dimas dan Zulfiandi sering terlambat turun untuk membantu pertahanan. Namun, tanpa peran yang dimainkan oleh Gabriel Quak (sayap kiri Singapura) dan Yasir Hanapi (sayap kanan Singapura), transisi serangan Singapura barangkali tidak akan sebagus itu.

Saat Singapura bertahan, Gabriel Quak dan Yasir Hanapi nyaris tak pernah mundur jauh ke belakang. Mereka akan selalu berdiri berdekatan dengan dua penyerang Singapura, melakukan counter pressing terhadap empat pemain belakang Indonesia. Dan saat pemain-pemain tengah atau belakang Singapura berhasil merebut bola, karena posisi dua pemain tersebut, Singapura bisa memiliki opsi lebih untuk mengirimkan umpan ke depan. Pendekatan ini kemudian membuat Singapura tampak bermain dengan formasi 4-2-4 saat melakukan serangan.

Yang menarik, terutama saat melakukan serangan balik, Quak dan Hanapi sering berpindah-pindah posisi di lini serang. Dibantu oleh mobilitas Faris Ramli, yang bisa bergerak ke kiri maupun ke kanan, Quak dan Hanapi diperbolehkan bergerak bebas ke ruang kosong yang paling mungkin menimbulkan marabahaya. Proses gol Harris Harun bisa menjadi buktinya. Gabriel Quak mengirimkan umpan silang dari sisi kanan lini serang Singapura. Padahal, ia tidak sedang bertukar posisi dengan Yasir Hanapi, yang saat itu berdiri persis di belakang Quak. Lantas siapa yang mengisi posisi Quak? Faris Ramli, tentu.

Meski sukses meneror pertahanan Indonesia, pendekatan Fandi Ahmad tersebut sebetulnya sangat berisiko. Apabila serangan mereka gagal, karena menempatkan empat pemain di depan, Indonesia mempunyai peluang untuk melakukan serangan balik. Namun, sekali lagi, Fandi Ahmad pintar dalam memainkan strategi: terutama saat counter pressing tidak mulus diterapkan, mantan pemain Niac Mitra tersebut menginstruksikan para pemainnya untuk melakukan pelanggaran.

Pada menit ke-25, Evan Dimas sengaja dijungkalkan di depan kotak penalti Indonesia karena berpotensi memulai serangan balik Indonesia. Pada menit ke-53, Izzdin Shafiq dengan sengaja menjegal Febri Haryadi yang mempunyai cukup ruang untuk berakselerasi. Dan secara keseluruhan, Singapura melakukan 22 kali pelanggaran dalam pertandingan tersebut, 6 pelanggaran lebih banyak daripada Indonesia.

Infografik Bima Sakti tukiman

Bima Sakti Tidak Mempunyai Rencana Cadangan

Pada awal babak kedua, Bima Sakti memutuskan untuk mengganti Irfan Jaya dengan Rico Simanjuntak. Karena lebih eksplosif daripada Irfan, pemain Persija itu diharapkan membuat sisi kanan lini serang Indonesia lebih hidup. Meski begitu, pendekatan yang dilakukan Bima Sakti tersebut bukanlah sebuah solusi yang tepat. Masalah Indonesia sebetulnya bukan terletak pada kemampuan pemain sayap, melainkan pada kemampuan mengalirkan bola ke arah pemain sayap.

Dari situ, terutama pada menit-menit awal babak kedua, jalannya pertandingan masih tak jauh beda dengan babak pertama. Indonesia masih dominan terhadap penguasaan bola, tapi Singapura yang paling berbahaya. Jika pemain-pemain Singapura tidak gegabah dalam melakukan penyelesaian, anak asuh Fandi Ahmad tersebut bisa saja memperlebar keunggulan.

Dalam salah satu tulisannya di FOX Sports Asia, Kelvin Leong kemudian mempertanyakan pendekatan Bima Sakti. Ia menyebut bahwa “Indonesia tidak mempunyai rencana cadangan saat keadaan menjadi sulit”. Menurut Leong, saat Indonesia kesulitan menyerang dari sayap, mereka seharusnya berusaha menyerang dari tengah dengan memanfaatkan kemampuan Stefano Lilipaly.

“Kreativitas Lilipaly harus dimanfaatkan lebih baik. Playmaker berbakat tersebut hampir tidak bisa mendapatkan bola dan justru lebih sering mengejar bola. Indonesia harus lebih sering mengirimkan umpan kepada pemain Bali United tersebut agar ia mampu memberikan dampak,” tulis Leong.

Pendapat Leong tersebut tentu ada benarnya. Melihat bagaimana pendekatan Singapura tersebut berjalan mulus, bukan tidak mungkin pendekatan tersebut juga akan ditiru oleh lawan-lawan Indonesia selanjutnya. Ingat, dalam lanjutan Grup B, Indonesia masih harus bertanding melawan Filipina dan Thailand.

Thailand dan Filipina tentu mempunyai kualitas pemain yang lebih bagus daripada Singapura. Sementara Filipina mengikutsertakan pemain-pemain terbaiknya dan dilatih oleh Sven Goran Eriksson, Thailand adalah juara bertahana Piala AFF 2018. Meski tanpa Chanathip Songkrasing, Teerasil Dangda, dan Theerathon Bunmathan, Gajah Perang tetaplah mengerikan. Itu artinya, kalau Indonesia ingin lolos ke babak selanjutnya, Bima Sakti sebaiknya segera mempunyai ide brilian untuk mengatasi penampilan super buruk Indonesia di laga pertama.

Baca juga artikel terkait AFF 2018 atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Suhendra