Menuju konten utama
Kekerasan Seksual

Catatan LBH soal Proses Persidangan Kasus Pelecehan Seksual di Unri

LBH Pekanbaru memberikan sejumlah catatan terkait proses persidangan kasus pelecehan seksual dosen Unri yang divonis bebas.

Catatan LBH soal Proses Persidangan Kasus Pelecehan Seksual di Unri
Ilustrasi HL Indepth Pelecehan Seksual di Kampus. tirto.id/Lugas

tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru memvonis bebas Syafri Harto, terdakwa pelecehan seksual terhadap mahasiswi Universitas Riau. Kepala Operasional Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Rian Sibarani menyatakan ada beberapa catatan perihal persidangan.

“Saat persidangan, majelis hakim tidak membuka akses kepada masyarakat yang ingin melihat pembacaan putusan. Hanya beberapa orang saja yang dipersilakan masuk,” kata dia dalam konferensi pers daring, Selasa, 5 April 2022.

Padahal persidangan-persidangan sebelumnya, kata dia, kegiatan tertutup itu digelar di ruangan yang bisa menampung kurang lebih 50 orang dan bisa disaksikan publik.

Sorotan lain ialah persidangan kerap digelar tatap muka, namun sidang putusan berlangsung daring; hanya majelis hakim yang ada di ruang sidang. “Juga (hakim) tidak memberikan akses kami mengikuti pembacaan putusan melalui daring via Zoom atau siaran langsung,” jelas Rian.

Pada 30 Maret, hakim menyatakan Syafri Harto dibebaskan dari segala dakwaan lantaran unsur dakwaan primer dan subsider tidak terpenuhi. Rian berpendapat putusan ini seolah-olah melanggengkan kekerasan seksual di dunia pendidikan.

Jaksa mendakwa Syafri dengan dakwaan primer yakni Pasal 289 KUHP subsider Pasal 294 ayat (2) ke-2 KUHP dan lebih subsider Pasal 281 ke-2 KUHP.

“Ketiga dakwaan, menurut majelis hakim, tidak terbukti satu pun. Sebelum putusan, JPU menuntut SH dengan tiga tahun kurungan,” imbuh Rian.

Hakim pun ia anggap tak mempertimbangkan dampak psikis yang dialami korban, berdasarkan hasil keterangan ahli dan hasil tes psikologi. Hakim dinilai tidak berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017, serta tidak mempertimbangkan adanya relasi kuasa yang timpang antara terdakwa dan penyintas.

Kasus pencabulan di Universitas Riau mencuat usai korban membuat video pengakuan yang viral di media sosial. Korban mengalami pelecehan saat bimbingan tugas akhir bersama Syafri, pada Oktober 2021, di Ruang Dekan FISIP.

Rampung bimbingan, L, si mahasiswi ingin pamit. Ia hendak bersalaman, tapi Syafri membalasnya dengan meletakkan tangan di kedua bahunya, mendekatinya, kemudian memegang kepalanya sembari mencium pipi kiri dan kening L.

Putusan kasus ini pun membuat Rian menegaskan bahwa diperlukan majelis hakim yang progresif dan berperspektif gender dalam menangani kasus kekerasan seksual.

Baca juga artikel terkait PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz