Menuju konten utama
Pertumbuhan Ekonomi

Catatan Ekonom soal Bisnis Food and Beverage Banyak Berguguran

Kebanyakan konsumen FnB ini berasal dari kalangan anak muda yang sebagian besar bekerja pada sektor digital dan freelancer.

Catatan Ekonom soal Bisnis Food and Beverage Banyak Berguguran
Ilustrasi Minuman Coklat. foto/Istockphoto

tirto.id - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listyanto buka suara terkait fenomena bisnis food and beverage (FnB) yang belakangan ini banyak yang berguguran. Eko sebut, hal ini secara umum tidak lepas dari daya beli masyarakat dalam beberapa bulan ini.

Eko mengatakan, dari pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,3%, pertumbuhan konsumsi swasta hanya berada di angka 4,93%. Menurut dia, dalam situasi normal pertumbuhan konsumsi swasta biasanya setara dengan pertumbuhan ekonomi.

“Daya beli masyarakat lebih ditekan dalam beberapa bulan ini, sehingga kemampuan mereka dalam membeli tercatat sangat turun signifikan. Hal ini juga harus diwaspadai oleh bisnis FnB lainnya,” kata Eko ketika dihubungi Tirto, Jumat (10/2/2023).

Hal lainnya yaitu dipicu oleh harga pangan yang sudah naik sejak tahun lalu. Namun, kata dia, pengusaha tidak menaikkan harga mereka karena daya beli masyarakat masih belum pulih, dan lama-lama tekanan kenaikan bahan baku tidak terelakkan.

Selain itu, permintaan juga tidak naik secara signifikan akibat adanya PHK di dunia bisnis start up. Padahal, kebanyakan konsumen FnB ini berasal dari kalangan anak muda yang sebagian besar bekerja pada sektor digital dan freelancer.

“Seiring penurunan kinerja start up tersebut, bisnis FnB ikut meredup. Namun di pusat-pusat keramaian masih banyak permintaan atau demand,” ujar Eko.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad mengatakan, daya beli masyarakat pada kelas menengah sudah sangat turun saat ini. Hal tersebut terlihat dari konsumsi masyarakat yang hanya tumbuh 4,9% dan salah satu penyumbang dominannya ialah dari masyarakat kelas menengah.

“Masyarakat kelas menengah adalah sebagai sumber penyumbang terbesar untuk para bisnis FnB. Karena, bisnis FnB yang berguguran rata-rata mempunyai penawaran harga makanan yang relatif lebih terjangkau dibandingkan yang lainnya. Oleh sebab itu, tidak heran jika mereka saat ini banyak yang berguguran,” ucap Ahmad.

Selanjutnya, kata Ahmad, dampak COVID-19 masih dirasakan di banyak industri, salah satunya FnB tersebut. Mereka belum kuat untuk menanggung biaya selama jangka waktu setahun setengah lebih. Sehingga, mereka harus menutup bisnisnya terlebih dahulu karena tidak bisa menanggung untuk recover atau pemulihan.

Pemulihan tersebut, bagi Ahmad, membutuhkan biaya yang besar dan persiapannya juga harus matang agar bisnis tersebut terhindar dari kebangkrutan yang sudah terjadi sebelumnya.

“Justru yang sekarang mulai berkembang ialah, para bisnis yang baru saja merintis. Sementara untuk perusahaan – perusahaan yang lama dan besar, mereka harus menanggung kerugian selama COVID-19 dan itu mereka tidak sanggup melakukan restrukturisasi dan sebagainya,” imbuh Ahmad.

Prospek ke depannya, menurut Ahmad, FnB ini akan bisa bangkit, tetapi membutuhkan waktu yang bertahap untuk bisa kembali muncul ke permukaan. Karena dalam hal bisnis FnB, kata Ahmad, sangat sulit untuk mempersiapkan sebuah ide baru, menu makanan dan minuman apa yang saat ini digemari oleh kebanyakan masyarakat dan lainnya.

Menurut Ahmad, faktor selanjutnya adalah jika ekonomi kelas menengah ini sudah bangkit dan jauh lebih baik. Maka, bisnis FnB ini nantinya juga akan ikut terkena efek domino yaitu mereka akan bangkit kembali dan bisa seperti sedia kala.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Bisnis
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Abdul Aziz