Menuju konten utama

Cat Kuku: Dipakai Biduanita Hingga Tentara Perkasa

Di Cina, perawatan kuku diperkirakan sudah ada sejak 3.000 SM. Kini, jadi bisnis bernilai miliaran dolar di dunia.

Cat Kuku: Dipakai Biduanita Hingga Tentara Perkasa
Ilustrasi sejarah cat kuku. FOTO/Istimewa

tirto.id - Tiongkok pernah punya pemimpin perempuan yang berkuasa selama 43 tahun (ada yang bilang 47 tahun, dari 1861 hingga 1908). Namanya Cixi atau yang lebih dikenal dengan The Emperor Dowager Cixi. Ketika jabatannya usai, peninggalan Cixi yang banyak ditemukan ialah potret diri.

Foto tersebut menangkap ekspresi wajah Cixi tanpa senyum. Hal lain yang cukup mencolok dari potret Cixi ialah kukunya. Ia mengenakan aksesori berbentuk kuku panjang yang terjuntai sekitar 15 centimeter. Aksesori itu dikenakan di jari manis dan kelingking pada kedua tangan. Kuku jari asli Cixi dibiarkan panjang meruncing.

Tradisi merawat kuku di Cina memang sudah berlangsung sejak lama. Diperkirakan tradisi ini sudah ada sejak 3.000 SM. Bahan yang digunakan adalah perpaduan putih telur, lilin yang berasal dari lebah, dan gelatin. Aktivitas itu biasanya dilakukan oleh anggota kerajaan. Pada masa dinasti Chou, para wanita mengecat kuku dengan warna emas dan abu-abu untuk menandai diri sebagai anggota kerajaan. Warna lain yang juga menandakan status tersebut ialah merah dan hitam.

The Vintage News menyebut kisah-kisah awal penggunaan pewarna kuku juga ditemukan pada peradaban kuno seperti Babilonia, Mesir, dan Inca. Menariknya, yang merawat kuku bukan hanya kaum perempuan sebagaimana dicitrakan selama ini. Tentara-tentara pria Babilonia memakai pewarna kuku hijau dan hitam untuk menakuti musuh. Saking pentingnya kegiatan merawat kuku, banyak warga Babilonia menciptakan perlengkapan perawatan kuku yang dibuat dari emas murni. Benda tersebut punya fungsi sebagai perlengkapan perang. Hal serupa dilakukan juga oleh tentara kerajaan Inca.

Di Mesir, Nefertiti adalah sosok yang kerap menggunakan cat kuku merah. Warna itu dilambangkan sebagai simbol kekuatan. Selain Nefertiti, Cleopatra juga suka menggunakan warna itu. Pada zaman tersebut, pewarna kuku dengan warna mencolok hanya boleh digunakan oleh orang berstatus sosial tinggi. Rakyat biasa hanya dibolehkan memakai warna natural.

Penggunaan pewarna kuku terus berevolusi. Di zaman Victoria, masyarakat Eropa percaya kuku bersih melambangkan kemurnian. Pada abad ke-19 ini muncul salon kuku pertama di Paris. Pekerja di salon membalurkan krim, minyak, dan bedak yang berfungsi membersihkan kuku. Tahapan pembersihan kuku ditutup dengan mengecat kuku.

Metode merawat kuku kemudian diadaptasi oleh Mary E.Cobb, wanita asal Amerika Serikat yang memopulerkan teknik manikur di negaranya. Pada 1878 ia mendirikan salon kuku Mrs. Cobb’s Manicure Parlors di Manhattan. Bisnisnya berkembang pesat. Pelanggan Cobb berasal dari berbagai kalangan, mulai dari sosialita hingga wanita yang tampil di panggung hiburan malam.

Amerika Serikat lantas menjadi tempat berkembangnya jenis hiasan kuku. Michele Manard melakukan eksperimen terhadap salah satu bahan cat mobil. Bahan itu hendak ia jadikan cat kuku. Ide Michelle ini jadi cikal bakal terciptanya lini cat kuku Revlon pada 1930-an.

Lini tersebut populer di kalangan selebritas. Secara tidak langsung, Revlon berperan dalam lahirnya gaya baru dalam berpenampilan yakni menggunakan lipstik dan cat kuku dengan warna senada. Kepopuleran itu turut berdampak pada bentuk kuku. Suzanne E. Shapiro penulis Nails: The Story of the Modern Manicure dalam artikel di Mashable, menyebut pada abad ke-20 lahir berbagai bentuk kuku seperti bentuk bundar, oval, kotak, paduan oval dan kotak atau squoval, bentuk kuku panjang dan runcing atau stiletto, dan paduan bentuk kotak dan runcing atau coffin nails.

infografik dari kanvas ke kuku

Artikel An Exploratory Study of The Factors That May Affect Female Consumers Buying Decision of Nail Polishes yang terbit pada jurnal Cosmetics (PDF) mengungkap bahwa cat kuku adalah jenis kosmetik yang berkembang paling cepat pada 2009. Cat kuku laris di negara Tiongkok, India, Brazil, dan Rusia. Negara lain yang menyumbang keuntungan untuk pasar cat kuku ialah Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman. Secara global, penjualan cat kuku meraih angka 3 miliar dolar pada 2007 dan meningkat jadi lebih dari 45 miliar dolar pada 2012.

“Daya tarik sensorik jadi faktor utama yang memengaruhi pilihan konsumer terhadap cat kuku. Faktor lain yang jadi pertimbangan ialah efek mencerahkan, mengilap, tahan lama hingga 10 hari, cepat kering, dan mudah dirawat. Rata-rata konsumer menggunakan cat kuku satu minggu sekali,” tulis makalah itu.

Daya tarik sensorik tak hanya muncul dari warna-warna cat kuku. Miss Pop, seorang senimat cat kuku, menyatakan nail art atau lukis kuku punya peran dalam ranah hiasan kuku. Teknik tersebut merebak pada 1981. Bentuk yang lazim ada dalam lukis kuku adalah bunga atau motif geometris.

Sekarang lukis kuku hadir dalam bentuk tiga dimensi. Selain cat kuku, material yang lazim digunakan ialah manik-maik berbentuk berlian. Pemakainya masih dari kalangan biduanita seperti Jennifer Lopez, Lady Gaga, Rihanna, dan Katy Perry. Tahun ini lukis kuku Katy viral di media sosial karena menunjukkan gambar yang menyiratkan Cryptocurrency, hal yang tengah ramai diperbincangkan di negara Katy.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI KOSMETIK atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Joan Aurelia
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Nuran Wibisono