Menuju konten utama

Cara Penularan Virus Nipah: dari Kelelawar, Babi, hingga Jus Kurma

Apa saja gejala, tanda-tanda infeksi virus nipah, penyakit yang diklaim berpotensi jadi pandemi setelah Covid-19.

Cara Penularan Virus Nipah: dari Kelelawar, Babi, hingga Jus Kurma
Ilustrasi Virus Nipah. foto/IStockphoto

tirto.id - Virus nipah menjadi ramai dibicarakan publik, lantaran diklaim dapat berpotensi menjadi pandemi besar berikutnya, setelah Covid-19.

Potensi virus nipah jadi pandemi disampaikan oleh Jayasree K. Iyer, direktur eksekutif Access to Medicine Foundation, sebuah nirlaba yang berbasis di Belanda. Ia menyoroti bahaya wabah virus Nipah yang terjadi di Cina, dengan tingkat kematian hingga 75 persen, dan berpotensi menjadi risiko pandemi besar berikutnya.

Terkait virus nipah ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga mengimbau semua pihak terkait agar mewaspadai potensi penyebaran virus nipah ke Indonesia dari hewan ternak babi di Malaysia.

"Indonesia harus selalu waspada terhadap potensi penularan virus nipah dari hewan ternak babi di Malaysia melalui kelelawar pemakan buah," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Didik Budijanto kepada Antara, Rabu (27/1/2021).

Apakah virus nipah sudah sampai di Indonesia saat ini?

Infeksi virus nipah belum pernah dilaporkan di Indonesia walaupun pada 1999 pernah terjadi wabah virus nipah yang menyebabkan kematian pada ternak babi dan manusia di Semenanjung Malaysia.

Namun demkian, Kemenkes tetap mengimbau Indonesia untuk waspada terhadap potensi penularan virus tersebut dari hewan ternak babi di Malaysia melalui kelelawar pemakan buah.

Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya kelelawar buah yang bergerak secara teratur dari Semenanjung Malaysia ke Pulau Sumatera, khususnya Sumatera Utara yang berdekatan dengan Malaysia.

Mengenal apa itu virus nipah

World Health Organization (WHO) menulis, wabah Nipah pertama kali diidentifikasi terjadi di Kampung Sungai Nipah, Malaysia pada 1998 silam.

Nama kampung itulah yang kemudian dipakai untuk memberi nama virus baru tersebut. Kala itu, dari 265 orang yang terjangkit Nipah, 105 di antaranya meninggal dunia.

Virus Nipah masuk dalam daftar salah satu dari 10 penyakit menular dari 16 penyakit yang diidentifikasi oleh WHO sebagai risiko kesehatan terbesar masyarakat, bersama dengan Mers dan Sars - penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus corona dan memiliki tingkat kematian yang jauh lebih tinggi daripada COVID-19 tetapi tidak terlalu menular.

Dalam kasus wabah Nipah di Malaysia, inang atau perantaranya adalah babi. Sembilan puluh persen dari 265 kasus berasal dari lingkungan peternak babi.

Wabah Nipah telah merenggut lebih dari 300 orang baik di Malaysia, Singapura, Bangladesh, dan India antara 1998 sampai 2008.

Gejala dan tanda-tanda terinfeksi virus Nipah

Infeksi Nipah menyebabkan peradangan otak yang disebut ensefalitis. US Centers for Disease Control and Prevention memaparkan, masa inkubasi Nipah berkisar antara 5-14 hari, dilanjutkan dengan kemunculan penyakit antara 3-14 hari.

Tanda-tanda terinfeksi virus nipah di antaranya:

- demam

- sakit kepala,

- diikuti rasa kantuk,

- disorientasi,

- perasaan linglung,

- sakit tenggorokan,

- kelelahan,

- paling parah: ensefalitis, pembengkakan otak yang dapat menyebabkan kejang hingga kematian.

Dikutip Antara, masa inkubasi terlama dilaporkan bisa mencapai 45 hari dalam satu kasus. Lama masa inkubasi ini dapat memberikan banyak kesempatan bagi inang yang terinfeksi, bahkan mereka yang tidak sadar tengah tertular, untuk menyebarkannya.

Bahaya virus nipah yang lain adalah, virus nipah juga dapat menginfeksi berbagai macam hewan, membuat kemungkinan penyebarannya lebih mungkin terjadi. Penularan virus ini juga bisa melalui kontak langsung atau dengan mengonsumsi makanan yang terkontaminasi.

Bagaimana cara penularan virus nipah?

Bangladesh dan India merupakan dua negara yang pernah mengalami wabah virus Nipah di masa lalu, yang kemungkinan penyebabnya terkait dengan konsumsi jus kurma.

Pada malam hari, kelelawar yang terinfeksi akan terbang ke perkebunan kurma dan mengambil sari buahnya saat keluar dari pohon. Kelelawar tersebut kemungkinan buang air kecil di pot penampung.

Penduduk yang tidak tahu akan membelinya pada hari berikutnya dari pedagang kaki lima setempat, meminumnya dan terinfeksi penyakit tersebut.

Dari 11 wabah virus Nipah di Bangladesh dari tahun 2001 hingga 2011, tercatat ada 196 orang terdeteksi dengan 150 jiwa di antaranya meninggal dunia.

Veasna Duong, kepala unit virologi di laboratorium penelitian ilmiah Institut Pasteur Phnom Penh, Kamboja, mengatakan bahwa jus kurma juga sangat populer di negaranya.

Duong dan timnya telah menemukan bahwa kelelawar buah di Kamboja dapat terbang jauh - hingga 100 km setiap malam - untuk mencari buah.

Itu berarti penduduk di wilayah tersebut perlu khawatir, tidak hanya tentang terlalu dekat dengan kelelawar, tetapi juga khawatir mengonsumsi produk yang mungkin telah terkontaminasi oleh kelelawar yang terinfeksi virus Nipah.

Duong dan timnya juga telah mengidentifikasi situasi berisiko tinggi lainnya, yaitu kotoran kelelawar (disebut guano) menjadi pupuk yang populer di Kamboja dan Thailand dan di daerah pedesaan dengan sedikit kesempatan kerja.

Bagi penduduk di sana menjual kotoran kelelawar dapat menjadi cara yang vital untuk mencari nafkah. Duong mengidentifikasi banyak lokasi di mana penduduk setempat mendorong kelelawar buah, yang juga dikenal sebagai rubah terbang, untuk bertengger di dekat rumah mereka sehingga mereka dapat mengumpulkan dan menjual guano mereka.

Namun sayangnya banyak pemanen guano tidak tahu resiko apa yang mereka hadapi saat melakukannya. "Enam puluh persen orang yang kami wawancarai tidak tahu bahwa kelelawar menularkan penyakit. Masih kurangnya pengetahuan di masyarakat," kata Duong kepada BBC yang dilansir Antara.

Perusakan habitat kelelawar juga telah menyebabkan penyebaran infeksi virus Nipah di masa lalu. Para peneliti menyimpulkan bahwa kebakaran hutan dan kekeringan setempat telah mengusir kelelawar dari habitat aslinya dan memaksa mereka menuju pohon buah yang tumbuh di peternakan yang memelihara babi.

Saat di bawah tekanan, kelelawar terbukti melepaskan lebih banyak virus. Kombinasi antara dipaksa untuk pindah habitat dan berada dalam kontak dekat dengan spesies yang biasanya tidak berinteraksi dengan mereka memungkinkan virus untuk berpindah dari kelelawar ke babi, dan seterusnya ke peternak.

Kelelawar buah cenderung hidup di kawasan hutan lebat dengan banyak banyak pohon buah-buahan untuk mereka makan. Saat habitat mereka dihancurkan atau dirusak, mereka menemukan solusi baru, seperti bertengger di rumah, ataupun di menara seperti yang terjadi di Angkor Wat.

Baca juga artikel terkait VIRUS NIPAH atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Agung DH