Menuju konten utama

Cara MUI Intervensi Kasus Halal Control Jerman

MUI menunjuk wakil ketua komisi hukum demi menyelesaikan kasus tuduhan pemerasan yang melibatkan pejabatnya.

Cara MUI Intervensi Kasus Halal Control Jerman
Ilustrasi: Kasus Sertifikasi Halal MUI. tirto.id/Lugas

tirto.id - Mahmoud Tatari dari Halal Control, badan sertifikasi halal swasta dari Jerman, dan tim kuasa hukumnya menyadari bahwa LPPOM Majelis Ulama Indonesia tak bisa digugat dalam kasus dugaan pemerasaan.

Tuduhan dia serius: Mahmood Abo Annaser, warga negara Selandia Baru keturunan Suriah yang dituding perantara MUI; dan Lukmanul Hakim, direktur LPPOM MUI, bekerja buat memeras lembaganya.

Pada akhir Juli 2016, Tatari mentransfer 50 ribu Euro—atau setara Rp720 juta—kepada Annaser demi memperlancar surat pengakuan halal dari MUI.

Surat pengakuan itu penting bagi Halal Control karena stempel halal MUI bisa menjamin kategori bahan baku dan perisa dari klien mereka di Jerman dapat masuk ke pasar Indonesia.

Masalahnya, setahun kemudian, Tatari mendapatkan permintaan serupa untuk membayar uang yang sama besarnya. Padahal, surat rekognisi halal itu berlaku selama dua tahun sejak diteken oleh MUI pada 2 Agustus 2016.

Maka, mencurigai ada yang tak beres, pada 20 November 2017, tim kuasa hukum Tatari melaporkan Abo Annaser dan Lukmanul Hakim secara personal ke Polres Bogor, lokasi alamat nomor rekening BCA atas nama Abo Annaser. Tatari berharap kepolisian menindak dan memproses Annaser dan Lukmanul Hakim tanpa membawa institusi MUI.

Namun, harapan Tatari ditanggapi secara berbeda.

Pada 19 Desember 2018, MUI mengeluarkan surat kuasa kepada Ikhsan Abdullah untuk mewakili MUI menyelesaikan persoalan itu, sesuai hasil keputusan rapat pimpinan MUI pada 21 November 2018. Surat kuasa itu ditandatangani Ketua MUI Ma’ruf Amin dan Sekjen MUI Anwar Abbas.

Muhyiddin Junaidi, Ketua MUI Bidang Hubungan Internasional, berkata kepada Tirto bahwa dia sudah lihat surat itu. “Tapi saya sendiri tidak pernah dikonsultasikan soal maksud dan tujuan dikeluarkannya surat itu,” ujarnya di Grand Cempaka Hotel, Jakarta Pusat, Rabu pekan lalu. Ia menyarankan kami bertanya langsung kepada Sekjen MUI Anwar Abbas.

Abbas, saat dikonfirmasi oleh kami, enggan berkomentar. “Saya ndak jawab. Ndak jawab. Tanya saja ke Pak Ikhsan, ya.”

Dalam wawancara esok harinya dengan Ikhsan Abdullah, Wakil Ketua Komisi Hukum MUI, kami diberi jawaban bahwa MUI secara lembaga turun tangan buat menyelesaikan kasus Lukmanul Hakim.

“Sekarang Lukman itu siapa? Organ MUI. Dia Ketua LPPOM MUI,” ujar Ikhsan menyebut Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika—badan MUI yang mengeluarkan stempel halal.

“Tapi,” kata kami, “laporan Tatari atas nama pribadi Pak Lukman.”

“Ya, enggak bisa, dong,” jawab Ikhsan. “Dia [Tatari] bawa-bawa LPPOM. Kamu baca enggak laporannya?”

Dalam surat laporan polisi bernomor LP/993/X1/2017/SATRESKRIM tertanggal 20 November 2017, Lukmanul Hakim memang berstatus sebagai terlapor dalam kapasitasnya sebagai Ketua LPPOM MUI.

Namun, untuk apa MUI membuat surat kuasa kepada Ikhsan demi terlibat menyelesaikan kasus ini?

Padahal Lukmanul, atas nama pribadi, sudah menunjuk Ikhsan sebagai kuasa hukumnya per 19 September 2017. Penunjukan itu merupakan buntut somasi yang dilayangkan Tatari melalui kuasa hukumnya, Nuzul Wibawa dan Ahmad Ramzy, pada 14 September 2017.

Ikhsan bersikeras penunjukan dirinya oleh MUI sebagai kuasa hukum lantaran pelaporan kepada Polres Bogor turut membawa nama MUI.

“Itu sudah keputusan rapat pimpinan untuk memberikan tugas kepada saya. Pak Lukman itu siapa?”

“Ketua LPPOM MUI,” jawab kami.

“Nah itu... jelas, kan? Laporan itu melaporkan Abo Annaser dan Lukmanul Hakim. Lukman itu siapa? Dia Ketua LPPOM MUI. Makanya MUI kemudian mengutus saya.”

"Ini bukan hanya persoalan Lukman pribadi. Mengutus saya, menugaskan saya untuk menyelesaikan kasus dengan Tatari,” jelas Ikhsan di kantornya di Wisma Bumiputera, Sudirman, Jakarta Pusat.

Kendati demikian, tak semua pimpinan MUI bersepakat.

Muhyiddin, misalnya, menyarankan agar nama MUI dipulihkan sehingga Lukmanul perlu melaporkan balik perkara ini. “Kami menyayangkan,” ujarnya. “Pak Lukman harusnya lapor. Tapi dia enggak mau. Dia serahkan itu ke kuasa hukum. Maunya kami… ya laporkan saja. MUI berkewajiban membersihkan dirinya.”

Menurut Muhyiddin, kasus Tatari tidak berhubungan dengan MUI secara kelembagaan. Maka, MUI harus membuat pernyataan itu lalu membawa Tatari ke MUI untuk menyelesaikan kasusnya.

“Selama ini belum,” ujarnya.

Rawan Konflik Kepentingan

Dengan surat penunjukan kuasa hukum atas nama MUI itu, Ikhsan Abdullah menjadi pengacara atas tiga pihak sekaligus: Lukmanul Hakim, Mahmood Abo Annaser, dan MUI.

Menurut versi Ikhsan, Annaser menawarkan bantuan konsultasi kepada Tatari, yang berjanji akan mempertemukan Tatari dengan Lukmanul. Tujuannya, agar surat rekognisi halal MUI bisa kelar cepat untuk Halal Control. Jadi, bukan atas perintah Lukmanul sebagaimana tudingan Tatari.

Jika demikian, Ikhsan seharusnya membela Lukmanul, bukan Annaser. Tetapi, ia justru menjadi pengacara keduanya plus kuasa hukum MUI. Maka, dugaan potensi konflik kepentingan pun muncul.

Terlebih Ikhsan juga adalah Direktur Indonesia Halal Watch, lembaga advokasi halal yang mendaku independen, yang menjembatani konsumen untuk mendapatkan informasi mengenai produk halal maupun mengadvokasi produsen mendapat sertifikasi halal dari MUI.

Kekhawatiran lain datang dari Ahmad Ramzy, kuasa hukum Tatari, karena MUI terlibat buat menyelesaikan kasus kliennya. MUI adalah lembaga semi-pemerintah yang sebagian dananya dari Kementerian Agama atau melalui anggaran pemerintah provinsi dan daerah, tapi tanpa audit badan pengawas keuangan negara. Ketua MUI sekarang, Ma’ruf Amin, menjadi wakil presiden yang bakal dilantik pada Oktober mendatang.

“Kami khawatir ada surat kuasa dari MUI itu memengaruhi proses hukum di kepolisian,” ujar Ramzy.

Namun, Ikhsan berkata kepada Tirto bahwa dia tidak punya konflik kepentingan. Ia bersedia menjadi kuasa hukum Annaser demi mempermudah penyelesaian kasus.

“Dia sempat bertanya harus bagaimana? Jadi saya tawarkan bantuan untuk mengurus perkaranya. Karena dia di luar negeri. Nanti malah jadi liar, malah lebih susah kalau enggak diiket jadi satu,” alasan Ikhsan.

Infografik HL Indepth Sertifikasi Halal

Infografik MUI dalam kasus dugaan pemerasan stempel halal. Tirto/Lugas

Siapa Mahmood Abo Annaser?

Dalam salinan invoice yang dikirim Abo Annaser kepada Tatari—dokumennya bisa anda baca di sini—ada keterangan kop perusahaan bertuliskan Al Kautsar Halal Food and Inspection Limited, alamat di Auckland, Selandia Baru. Dalam biodata perusahaan, Annaser tercatat sebagai direktur. Annaser juga mengaku kepada kami sebagai bagian dari Halal World Consultant.

Muhyiddin Junaidi dari MUI bercerita singkat mengenai sosok Annaser. Ia bilang istri Annaser sempat bekerja di LPPOM MUI Bogor.

“Ia selalu mengklaim diri sebagai konsultan LPPOM. Ia jual itu ke mana-mana. Apabila ada masalah dengan LPPOM, dia akan bisa menyelesaikannya. Termasuk Tatari. Saya sendiri tidak mengenal dia secara personal. Tapi, saya mendengar soal dia,” ujar Muhyiddin.

Secara struktural, tidak ada jabatan konsultan baik di MUI maupun LPPOM MUI. Jika pun ada, kata Muhyiddin, itu kebutuhan yang mewakili personal.

Sementara, menurut Ikhsan, Annaser dan Tatari saling kenal lantaran keduanya sesama keturunan Arab-Suriah dan berkecimpung di industri yang sama.

Namun, saat kami konfirmasi ke Tatari, General Manager Halal Control ini menampik. Ia tidak pernah berhubungan dengan Annaser.

Tatari memang pernah melihat dua-tiga kali dengan Annaser dalam sejumlah konferensi beberapa tahun lalu. “Dan kami mengobrol ringan layaknya saudara sesama muslim. That’s it,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait LABEL HALAL atau tulisan lainnya dari Restu Diantina Putri

tirto.id - Hukum
Reporter: Restu Diantina Putri & Aulia Adam
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Fahri Salam