Menuju konten utama

Cadangan Devisa Indonesia Aman, Tapi BI Harus Tetap Waspada

Cadangan devisa Indonesia per akhir Agustus tercatat sebesar 117,9 miliar dolar AS. Meski turun, tetapi masih dalam batas normal.

Cadangan Devisa Indonesia Aman, Tapi BI Harus Tetap Waspada
Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (ketiga kanan) memimpin rapat terbatas tentang Strategi Kebijakan Memperkuat Cadangan Devisa di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/7/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Posisi cadangan devisa Indonesia per akhir Agustus tercatat sebesar 117,9 miliar dolar AS, turun dibanding akhir Juli yang tercatat 118,3 miliar dolar AS. Angka ini diumumkan Bank Indonesia (BI) Jumat (7/9/2018) malam.

Penurunan cadangan devisa memang sudah diprediksi. BI saat ini sedang berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar global. Selain itu, penurunan juga dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Kendati tergerus hingga 13,68 miliar dolar AS dibandingkan Januari 2018, akan tetapi cadangan devisa Indonesia masih berada di atas standar kecukupan internasional, yaitu sekitar tiga bulan impor. Posisi saat ini pun setara dengan pembiayaan 6,8 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

"Intervensi yang dilakukan BI terhadap rupiah mempertimbangkan timing dan magnitude yang tepat, serta terukur untuk menjaga nilai tukar tetap sejalan dengan fundamental," kata Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo, kepada Tirto pada Jumat (7/9/2018).

Dody tidak bersedia membocorkan berapa cadangan devisa yang digunakan untuk mengintervensi rupiah. Akan tetapi, katanya, posisi cadangan devisa pada akhir Agustus 2018 terbilang di luar ekspektasi, mengingat tensi gejolak perekonomian global yang terus meningkat akhir-akhir ini.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Pieter Abdullah, menilai posisi tersebut cukup menenangkan. Meski ia memperkirakan bahwa jumlah yang tergerus tidak akan besar, akan tetapi penurunan yang hanya sekitar 0,4 miliar dolar AS itu relatif mengejutkan.

"Cadangan devisa kita masih cukup aman, di tengah tekanan terhadap rupiah yang cukup kuat," ujar Pieter kepada Tirto, Sabtu (8/9/2018).

Pieter menyebutkan, posisi cadangan devisa tersebut merupakan bukti bahwa BI mampu melakukan intervensi secara terukur. Ia menilai upaya yang telah dilakukan BI selama ini cukup efektif, mengingat rupiah masih bisa ditahan di bawah batas psikologis, yakni Rp15.000 per dolar AS.

Menurut Pieter, nilai tukar rupiah memang tidak bisa kembali stabil di kisaran Rp13.000 per dolar AS seperti tahun lalu. Akan tetapi, di samping adanya faktor defisit pada neraca transaksi berjalan yang melebar, Pieter mengimbau masyarakat agar paham kalau dampak menguatnya dolar AS juga dialami banyak negara.

"Kondisi [makroekonomi] Indonesia masih relatif lebih baik. Namun dengan kondisi defisit transaksi berjalan seperti sekarang, itu yang harus dipertimbangkan. Kita perlu memanfaatkan devisa untuk intervensi, dan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah pun akan sangat menghemat devisa," jelas Pieter.

Cadangan devisa merupakan seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai otoritas moneter dan dapat digunakan kapan saja untuk menyeimbangkan neraca perdagangan. Dengan kata lain, cadangan devisa berguna untuk menjaga stabilitas moneter lewat intervensi pasar mata uang.

Indonesia memilih untuk mencadangkan devisanya dalam bentuk dolar AS. Selain menggunakan mata uang itu, yang notabene digunakan sebagai patokan nilai tukar, cadangan devisa juga bisa berbentuk euro, pound sterling, maupun yen.

Sesuai dengan pedoman dari Dana Moneter Internasional (IMF), cadangan devisa minimal harus dapat digunakan untuk mencukupi pembiayaan impor selama tiga bulan atau dapat menutup keseluruhan utang jangka pendek.

Oleh karena bentuknya yang berupa valuta asing, maka jumlah cadangan devisa dapat terpengaruh seiring dengan nilai tukar yang sifatnya fluktuatif. Apabila terjadi depresiasi, maka cadangan devisa yang dibutuhkan semakin banyak.

Dalam konteks Indonesia, pemerintah dan BI terus menggenjot perolehan devisa guna menekan defisit transaksi berjalan yang menjadi faktor penekan utama rupiah.

Dihubungi secara terpisah, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai cadangan devisa yang tergerus merupakan bukti bahwa BI benar-benar hadir dan melakukan intervensi pasar. Untuk itu, Bhima berharap pada pihak manapun agar tidak malah membuat geger serta membiarkan BI dan juga pemerintah untuk bekerja terlebih dulu.

Meski posisi cadangan devisa saat ini relatif aman, namun Bhima turut mengingatkan agar BI mengantisipasi kemungkinan suku bunga Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang masih akan naik sebanyak dua kali pada tahun ini.

Ia pun berharap BI juga menyiapkan strategi lain selain menggunakan cadangan devisa untuk menguatkan rupiah terhadap dolar AS.

"Bauran kebijakan dan koordinasi fiskal-moneter harus dioptimalkan, sehingga menahan rupiah tidak selalu mengandalkan cadangan devisa," ungkap Bhima.

Baca juga artikel terkait CADANGAN DEVISA atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas & Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Rio Apinino