Menuju konten utama

Cacing Hati bisa Menular terhadap Manusia

Banyak ditemui cacing hati pada hari raya Idul Adha kemarin. Hati-hati, cacing ini dapat menular ke manusia.

Cacing Hati bisa Menular terhadap Manusia
Presiden Joko Widodo di depan sapi kurban usai salat Iduladha 1438 H di Lapangan Merdeka, Kota Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (1/9/2017). ANTARA FOTO/Presidential Palace/Agus Suparto

tirto.id - Tahun ini, terjadi beberapa kasus cacing hati ditemukan pada hewan-hewan kurban. Bahkan hewan kurban berupa sapi atas nama Presiden Jokowi pun tak luput dari infeksi cacing hati. Yang perlu diwaspadai, ternyata siklus hidup cacing tersebut dapat berpindah ke manusia.

Pada Sabtu (2/9) Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menemukan 36 hewan kurban terinfeksi cacing hati. Panitia kurban melarang konsumsi hati hewan kurban yang mengalami infeksi parah. Namun, konsumsi atas daging hewan tersebut tetap diperbolehkan.

Baca juga: Cacing Hati pada Hewan Kurban di Bantul

Pakan hijau ternak diduga menjadi faktor penyebab cacing hati berkembang biak. Pakan yang telah terkontaminasi telur cacing hati dimakan hewan kurban, dan cacing hati berkembang di dalamnya. Sebelumnya, Warga Bantul, Yogyakarta juga menemukan cacing hati di sapi kurban presiden Jokowi. Namun, daging sapi ini juga diklarifikasi aman dikonsumsi.

Baca juga: Presiden Jokowi Kurban Sapi 11 Ton

Cacing Fasciola (cacing hati) yang menginfeksi ternak-ternak ini terdiri dari dua spesies penting di dunia. Pertama adalah Fasciola hepatica. Parasit hati ini biasa menyerang negara empat musim atau subtropis seperti negara-negara di wilayah Amerika Selatan, Amerika Utara, Eropa, Afrika Selatan, Rusia, Australia, dan Selandia Baru. Spesies kedua adalah Fasciola gigantica yang berada di wilayah beriklim tropis seperti India, Indonesia, Jepang, Filipina, Malaysia, dan Kamboja.

Cacing hati menular pada ternak melalui siklus hidup yang berpindah. Cacing Fasciola dewasa bertahan hidup di dalam hati ternak antara 1-3 tahun. Telur cacing akan keluar dari tubuh ternak bersama feses. Pada lingkungan lembab, telur tersebut dapat bertahan antara 2-3 bulan. Telur Fasciola hepatica menetas dalam 12 hari pada suhu 26°C, sementara telur Fasciola gigantica menetas dalam 14-17 hari pada suhu 28°C. Penetasan yang umumnya terjadi pada siang hari itu mengeluarkan mirasidium.

Mirasidium memiliki rambut getar yang sangat aktif berenang di dalam air. Ia akan mencari induk semang yang sesuai, yaitu siput. Setelah mirasidium menemukan siput, rambut getarnya akan terlepas dan mirasidium menembus masuk ke tubuh siput. Dalam waktu 24 jam, mirasidium berubah menjadi sporosis. Delapan hari kemudian, sporosis tersebut akan berkembang menjadi redia.

Selanjutnya, redia akan menghasilkan serkaria dan keluar dari tubuh siput. Serkaria dapat berenang saat berada di luar tubuh siput, kemudian menempel pada benda di dalam air. Termasuk di antaranya rumput, jerami, sayuran, atau tumbuhan air lainnya. Hewan ternak akan terinfeksi ketika memakan tumbuhan atau meminum air yang terkontaminasi serkaria.

Di dalam tubuh ternak, serkaria menjadi cacing muda. Dampak infeksi ini cukup buruk. Ia bisa membuat pertumbuhan ternak terhambat, kurus, produktivitas ternak menurun, bahkan menyebabkan kematian.

Baca juga: Menjaga Kesehatan Hewan Kurban

Menular pada Manusia

Meskipun selama ini hati daging ternak yang terinfeksi cacing hati aman dikonsumsi, manusia tak otomatis terhindar dari penyakit fasciolosis. Penularan penyakit ini dapat terjadi akibat penggunaan air yang tercemar serkaria Fasciola. Jika air yang terinfeksi itu diminum dalam keadaan mentah .

Penularan fasciolosis oleh Fasciola hepatica dapat terjadi jika Anda mengkonsumsi hati mentah seperti dilakukan sebagian masyarakat Eropa. Hal ini ditunjukkan dalam penelitian oleh Taira N dkk yang memberi makan tikus dengan hati terkontaminasi Fasciola hepatica. Hasilnya, cacing tersebut dapat berkembang menjadi dewasa di dalam tubuh tikus. Mereka juga menerapkan penelitian yang sama pada 10 ekor anak babi, dan kesemuanya mati saat cacing berumur 14 hari di tubuh babi.

Di Indonesia, kejadian fasciolosis bisa dikatakan jarang. Masyarakat negeri ini kurang menyukai hati serta sayuran mentah. Namun, masyarakat daerah tertentu seperti Jawa Barat harus berhati-hati. Sebab, orang Sunda terbiasa makan lalapan mentah. Sayuran yang terkontaminasi serkaria dapat menjadi media penularan cacing hati.

“Hati hewan yang terkontaminasi tak akan menularkan fasciolosis karena penularan penyakit ini melalui siklus tak langsung,” jelas dokter hewan Fadjar Satrija, Drh. Msc., Ph. D.

Baca juga: Benarkah Daging Kambing Bikin Darah Tinggi?

Infografik Cacing hati sapi

Fasciolosis, terang Fadjar, tak akan menular ke manusia dengan mudah lewat konsumsi hati hewan yang terinfeksi. Hati hewan terinfeksi dibuang lebih karena masalah kepatutan. Hati hewan menjadi keras tentu tak layak dimakan. Ia berpasir karena mengalami sirosis.

Fasciolosis bisa menjangkiti manusia apabila penularannya dimulai dari serkaria yang keluar dari tubuh siput. Serkaria bisa menempel dari pupuk kandang yang diberikan ke tanaman, atau penyiraman tanaman menggunakan air sungai terkontaminasi.

Masa inkubasi fasciolosis pada manusia sangat bervariasi. Ia dapat berlangsung dalam 6 minggu hingga 3 bulan. Gejala klinis paling menonjol adalah anemia, demam dengan suhu badan antara 40-42° C, nyeri di bagian perut, dan gangguan pencernaan. Dalam kasus kronis, fasciolosis dapat mengakibatkan terbentuknya batu empedu, sirosis hati, dan kanker hati.

“Gejala pada manusia sama seperti hewan ternak yang terkena fasciolosis,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait KURBAN atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani