Menuju konten utama

Cacar Monyet Belum Ditemukan di Indonesia, Kemenkes: Tetap Waspada

Kemenkes menyebut penularan cacar monyet melalui kontak erat dengan hewan atau manusia yang terinfeksi, atau benda yang terkontaminasi virus.

Cacar Monyet Belum Ditemukan di Indonesia, Kemenkes: Tetap Waspada
Ilustrasi Cacar Monyet. foto/IStockphto

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belum menemukan kasus cacar monyet (monkeypox) di Indonesia. Meski begitu, Kemenkes mengklaim tetap mewaspadai penyebaran virus tersebut.

“Karena ini adalah penyakit menular yang bisa menular kepada negara lain yang dibawa oleh hewan maupun manusia, maka seluruh negara sebetulnya sudah melakukan upaya-upaya kewaspadaan,” kata Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril dalam konferensi pers daring, Selasa (24/5/2022).

Syahril menjelaskan bahwa cacar monyet ini adalah penyakit zoonosis atau penyakit yang menular dari hewan ke manusia, yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus human monkeypox (MPXV) orthopoxvirus dari famili poxviridae yang bersifat sangat patogen. Virus ini pertama kali ditemukan pada monyet 1958 silam, sedangkan kasus pertama pada manusia (anak-anak) terjadi pada tahun 1970 di Kongo, Afrika.

Menurut Syahril, penularan cacar monyet melalui kontak erat dengan hewan atau manusia yang terinfeksi, atau benda yang terkontaminasi virus, seperti: arah, air liur, maupun cairan tubuh, lesi kulit, dan droplet pernapasan.

Syahril menyebut masa inkubasi infeksi cacar monyet biasanya 6-16 hari, tetapi dapat mencapai 5-21 hari. Gejala cacar monyet ada dua fase, yaitu fase prodromal atau invasi (fase awal) dan fase erupsi (fase paling infeksius).

Gejala fase awal (1-3 hari) meliputi demam tinggi di atas 38 derajat; sakit kepala hebat; imfadenopati atau pembengkakaan kelenjar getah bening di leher, ketiak, dan selangkangan; Nyeri punggung; nyeri otot dan lemas.

Fase paling infeksius biasanya memiliki gejala ruam atau lesi kulit biasanya dimulai dari wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya secara bertahap. Mulai dari bintik merah seperti cacar (makulopapula), lepuh berisi cairan bening (bister), lepuh berisi nanah (pustule), kemudian mengeras (krusta) atau keropeng lalu rontok. Biasanya diperlukan waktu hingga 3 minggu sampai periode lesi tersebut menghilang dan rontok.

Kemenkes berupaya mecegah penyebaran cacar monyet di Indonesia. Pertama, yaitu memperbarui situasi dan frequently asked questions (FAQ) atau pertanyaan yang sering diajukan terkait penyakit menular tersebut.

Kedua, Syahril mengatakan Kemenkes menyiapkan surat edaran (SE) untuk meningkatkan kewaspadaan baik di wilayah dan kantor kesehatan pelabuhan (KKP) termasuk untuk dinas kesehatan (dinkes), rumah sakit, maupun KKP.

Ketiga, Kemenkes merevisi pedoman pencegahan dan pengendalian cacar monyet, menyesuaikan situasi dan perkembangan terkini dari WHO mengenai surveilans, tatalaksana klinis, komunikasi risiko, dan pengelolaan laboratorium.

Terakhir, Kemenkes menyiapkan kapasitas laboratorium pemeriksaan dan rujukan. Kemenkes menunjuk laboratorium nasional untuk pemeriksaan di Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kemenkes.

“Di situlah disiapkan rujukan untuk memberikan penilaian konfirmasi terhadap kasus monkeypox ini,” ujar Syahril.

Per 21 Mei 2022, Kemenkes mencatat sebanyak 40 kasus yang terkonfirmasi cacar monyet (monkeypox) di dunia dengan 1 probable dan 61 suspek. Kemenkes belum mendapat laporan kematian akibat cacar monyet.

Syahril menyebut sejak 14 Mei 2022, ada 11 negara bukan endemik cacar monyet yang telah melaporkan kasus tersebut.

“Sebagian besar kasusnya dilaporkan oleh pasien yang tidak memiliki riwayat perjalanan ke negara endemis. Jadi bukan orang ini yang langsung bepergian ke sana, tapi dari orang yang pernah bepergian ke sana,” kata dia.

Baca juga artikel terkait PENULARAN CACAR MONYET atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Gilang Ramadhan