Menuju konten utama

BWCF 2018 Digelar, Angkat Tema Soal Catatan Pengelana Nusantara

BWCF adalah sebuah forum yang bertujuan untuk merawat khazanah literasi klasik nusantara secara populer.

BWCF 2018 Digelar, Angkat Tema Soal Catatan Pengelana Nusantara
Pakar arkeologi Prof DR Noerhadi Magetsari menyampaikan makalah saat seminar mengupas makna relief Candi Borobudur rangkaian dari Borobudur-Writers & Cultural Festival (BWCF) 2017, di komplek Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (24/11/2017). ANTARA FOTO/Anis Efizudin

tirto.id - Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) akan digelar mulai 22 November sampai 24 November 2018. Rencananya gelaran ke-7 BWCF ini akan dilaksanakan di Yogyakarta dan Magelang. Tema yang diangkat tahun ini adalah Traveling & Diary.

Pendiri BWCF, Seno Joko Suyono mengungkapkan tema ini diangkat untuk merayakan catatan mengenai Nusantara yang ditulis para pengelana asing. Menurutnya, begitu banyak catatan-catatan mengenai Nusantara yang ditulis para pengelana asing.

"Untuk itulah maka di tahun ini BWCF mengambil tema Traveling & Diary. Sebuah tema yang ingin merayakan catatan harian para pejalan, peziarah, pelawat India, Muslim sampai Eropa ke nusantara," ujar Seno dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Rabu (14/11/2018).

BWCF adalah sebuah forum yang bertujuan untuk merawat khazanah literasi klasik nusantara secara populer. Tiap tahun BWCF berusaha menghadirkan tema-tema yang out of the box, unik dalam sejarah literasi nusantara yang jarang dibedah.

Seno berharap para mahasiswa, pendidik, guru-guru, peneliti, sastrawan, aktivis kebudayaan yang menghadiri BWCF setelah mendengar ceramah para pakar akan terangsang, terinspirasi dan kemudian melahirkan karya-karya kreatif.

Untuk tema Traveling& Diary kali ini, BWCF memulai dengan mengulas catatan harian I Tsing. Ia seorang pengelana dari Cina di abad 7, yang dalam perjalanannya belajar agama Budha di Nalanda India.

Sebelumnya ia mampir di Sumatera mempelajari tata bahasa Sansekerta dan sekembali dari Nalanda juga memilih tinggal lebih dahulu di Sumatera untuk menerjemahkan teks teks suci yang dibawanya.

I Tsing atau Yi Jing (635-713) dalam khazanah Budhis Cina dikenal sebagai pengembara religius yang berani melakukan perjalanan penuh tantangan dari Cina ke India untuk mendapat bahan-bahan teks keagamaan Budhis setelah sebelumnya dilakukan oleh rahib Fa Xian (337-422 M) dan Xuan Zang (602-644).

Sesuai dengan tema Traveling & Diary, untuk tahun ini BWCF bekerja sama dengan Komite Buku Nasional (KBN). KBN memiliki progam membiayai residensi para sastrawan nasional untuk tinggal di luar negeri selama beberapa bulan.

Di luar negeri mereka melakukan riset untuk keperluan karya-karya mereka. Banyak dermawan, penyair dan sastrawan yang terpilih kemudian selama beberapa bulan melakukan penelitian di Eropa atau Amerika.

"Kami menghadrkan 4 sastrawan residensi KBN antara lain, Martin Aleida, Agustinus Wibowo, Cok Sawitri dan Faisal Oddang untuk berbagi cerita, sharing pengalaman mereka selama melakukan riset di luar negeri," ujar Seno.

Progam baru lain dalam BWCF tahun ini adalah workshop dongeng anak. Sebab, buku anak sekarang sedang naik daun. Untuk progam dongeng anak di BWCF bekerja sama dengan Dr Murti Bunanta, penulis buku anak dan praktisi dongeng anak.

"Kami juga mengadakan sebuah festival film kecil-kecilan di Pondok Pesantren Pabelan, Magelang sebagai sebuah parallel event," ungkap Seno.

Empat buah film bertema Islam dan pluralisme karya sutradara Nurman Hakim akan diputar di Pabelan dan kemudian Nukman Hakim beserta pengamat film Marselli Sumarno akan mengadakan diskusi dengan para santri.

Sementara progam meditasi yang sudah dilakukan mulai BWCF tahun lalu tetap akan dipertahankan sebagai sebuah ikon baru BWCF. Tahun ini BWCF mengundang Laura Romano, seorang praktisi meditasi paguyuban kebatinan Sumarah, Romo Sudrijanto SJ dan Yudhi Widdiantoro untuk memimpin sesi yoga dan meditasi.

Sebagai sebuah festival yang ingin menggabungkan perayaan dunia literasi dan dunia seni pertunjukan, BWCF juga memberi perhatian lebih ke seni pertunjukan.

"Menyesuaikan dengan tema besar Traveling & Diary maka tema kuratorial kami untuk seni pertunjukan adalah Migrasi," tutur Seno.

Penyelenggara BWCF menganggap isu migrasi adalah isu penting dunia saat ini. Eropa misalnya dilanda migrasi besar-besaran pengungsi dari Suriah yang menimbulkan berbagai problem ekonomi sosial.

Sejarah sosial nusantara sendiri adalah sejarah yang penuh migrasi. Para penduduk nusantara misalnya adalah sebagian besar adalah turunan dari migrasi.

Dengan tema Migrasi, BWCF mengundang para koreografer dan teaterawan antara lain Ery Mefri, Bimo Wiwohatmo, Melati Suryodarmo dan Katsura Kan, Miroto, Cok Sawitri, Toni Broer & Katia Engel, Jarot B Darsono, Yusril Katili dan Anwari menafsirkan hal-hal yang berkenaan dengan “pengembaraan” dan mementaskan karyanya di panggung Aksobhya, Borobudur.

"Festival ini masih kecil dan masih ingin terus berkembang. BWCF membuka diri kepada banyak pihak untuk berpartisipasi meluaskan progam-progam BWCF. Terutama dengan hal-hal yang berkaitan tema-tema literasi klasik nusantara yang menjadi perhatian BWCF selama ini," pungkas Seno.

Baca juga artikel terkait BWCF 2018 atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra