Menuju konten utama

Busyro: Febri Mundur karena Revisi UU KPK & Banyak Jenderal Polisi

Busyro menilai Febri mundur karena revisi UU KPK dan banyaknya perwira tinggi Polri yang direkrut untuk masuk ke KPK dan mengisi sejumlah pos bintang satu.

Busyro: Febri Mundur karena Revisi UU KPK & Banyak Jenderal Polisi
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas memberikan keterangan kepada wartawan di kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (19/7/2019). tirto.id/Irwan A. Syambudi

tirto.id - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M. Busyro Muqoddas, menilai bahwa mundurnya Febri Diansyah dari lembaga antirasuah tersebut karena beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut telah dibahas oleh dirinya, beberapa mantan pimpinan KPK lainnya, dan pegiat antikorupsi.

Faktor pertama, kata Busyro, adalah saat Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi ASN. Kata dia, peraturan itu adalah bentuk penyempurnaan tingkat lanjut dari revisi UU KPK yang dikerjakan oleh Pemerintah dan KPK pada September 2019 lalu.

“Kesimpulan besarnya: KPK benar-benar tidak hanya dilumpuhkan lewat revisi UU KPK, tapi juga disempurnakan lumpuhnya lewat PP tersebut,” kata Busyro saat dihubungi wartawan Tirto, Jumat (25/9/2020) sore.

Faktor kedua, lanjut Busyro, adalah kebijakan Ketua KPK Firli Bahuri yang merekrut sejumlah perwira tinggi Polri untuk masuk ke KPK dan mengisi sejumlah pos bintang satu.

“Di era Firli, ada sembilan jenderal polisi di dalam KPK. Itu bukan main-main, kita mesti melihat jenderal-jenderal itu produk pendidikan polri yang bukan untuk memimpin KPK. KPK itu lembaga yang seharusnya dikembalikan ke watak aslinya, yaitu anak kandung Reformasi. KPK harusnya lembaga independen,” kata dia.

Kata Busyro, dua faktor produk politik di atas—revisi UU KPK dan PP—membikin kinerja penegakan hukum dan pencegahan korupsi di KPK menjadi terganggu.

“Febri itu kan, produk ICW. Dan dia bukan penyelidik maupun penyidik. Sehingga alam berpikirnya berbeda dengan Novel Baswedan dan kawan-kawan, yang merupakan penyelidik dan penyidik. Sehingga seorang Febri mengambil keputusan dengan alasan tersebut itu bisa dipahami,” kata dia.

Ia menilai para pegawai KPK yang lain, yang masih memiliki integritas yang tinggi, untuk tetap bertahan dan terus mengawal proses penyelidikan dan penyidikan banyak kasus korupsi.

Febri Diansyah mengundurkan diri sebagai Kepala Biro Humas sekaligus pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Febri mengatakan dirinya bergabung dengan KPK agar dapat memberi kontribusi lebih dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, tapi kini situasinya telah berubah.

"Kondisi politik dan hukum telah berubah bagi KPK. Setelah menjalani situasi baru tersebut selama sekitar sebelas bulan, saya memutuskan jalan ini, memilih untuk mengajukan pengunduran diri dari institusi yang sangat saya cintai, KPK," kata Febri dalam surat pengunduran dirinya.

Febri sendiri tidak menyebut detail perubahan yang dimaksud. Namun, setahun lalu pemerintah dan DPR mengesahkan revisi undang-undang KPK yang memuat berbagai ketentuan yang melemahkan komisi antirasuah tersebut. Ketua KPK saat itu, Agus Rahardjo langsung membentuk tim transisi guna mengakomodir undang-undang baru tersebut.

Surat pengunduran diri itu ditujukan langsung ke Pimpinan KPK dan Sekjen KPK tertanggal 18 September 2020. Febri berharap prosesnya dapat rampung pada 18 Oktober 2020.

Baca juga artikel terkait FEBRI DIANSYAH MUNDUR DARI KPK atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Restu Diantina Putri