Menuju konten utama

Burung di Dekat Malioboro adalah Layang-Layang Asia yang Bermigrasi

Layang-Layang Asia bermigrasi untuk menghindari cuaca ekstrem di tempat asalnya.

Burung di Dekat Malioboro adalah Layang-Layang Asia yang Bermigrasi
Aspal dan trotoar di sepanjang Jalan Mayor Suryotomo, Ngupasan, Yogyakarta yang dipenuhi bercak-bercak putih tahi burung Sriti dan Kuntul pada Jumat (23/11/2018). tirto.id/ Dipna Videlia

tirto.id - Kawanan burung yang hinggap di kabel-kabel listrik dekat Perempatan Gondomanan adalah jenis burung Layang-Layang Asia migrasi dari Rusia, Siberia, dan Cina. Hal itu disampaikan Pengamat Burung Indonesia, Asman Adi Purwanto kepada reporter Tirto pada Jumat (23/11/2018).

Burung-burung itu hinggap di kabel-kebal listrik, pohon, dan bangunan tua di sepanjang Jalan Mayor Suryotomo dari Perempatan Gondomanan ke utara hingga sekitar 400 meter sampai ke Hotel Melia Purosani. Aspal di sepanjang jalan yang hanya berjarak tak sampai satu kilometer dari Malioboro itu tampak berbercak putih karena terkena tahi.

"Mereka ke situ memang karena fenomena alam, siklusnya setiap tahun selalu ada. Mereka memanfaatkan lokasi di Kota Yogyakarta sebagai tempat beristirahat," ujar Asman.

Ia melanjutkan, Layang-Layang Asia bermigrasi untuk menghindari musim dingin sangat eksrem yang sedang berlangsung di tempat asalnya. Setelah mereka berkembang biak dan mulai memasuki musim dingin, mereka mencari tempat dengan iklim tropis yang lebih hangat dari tempat asalnya untuk mencari makan.

"Mereka istirahat malam di situ, kalau siang mereka menyebar, bahkan mungkin sampai ke luar Kota Yogyakarta," ujar Asman.

Masyarakat sekitar mengira burung yang ada di Jalan Mayor Suryotomo itu adalah burung Sriti. Asman menilai hal itu wajar sebab Sriti dan Layang-Layang Asia memiliki bentuk yang mirip, apalagi ketika sedang terbang.

"Orang Jawa mengenalnya burung Sriti karena pas terbang memang mirip burung Sriti, tapi kalau bertengger beda, Sriti atau Walet kan enggak bertengger," tutur Asman.

Asman menjelaskan, bukan sekali ini saja Layang-Layang Asia memanfaatkan lokasi sekitar Perempatan Gondomanan sebagai tempat beristirahat. Lokasi itu sudah dipakai secara turun temurun hampir pada setiap musim yang sama.

Ia memprediksi, setelah Februari 2019, burung-burung itu populasinya akan berkurang karena mereka kembali ke habitat asalnya untuk kembali berkembang biak. Namun bisa jadi beberapa burung yang masih muda akan tinggal di sini, tapi jumlahnya tentu tidak sebanyak periode Oktober 2018 hingga Februari 2019 ini.

Sementara itu, menurut Profesor Ekologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Suwarno Hadisusanto mengatakan ada beberapa kemungkinan mengapa burung-burung itu memilih untuk beristirahat di sekitar Perempatan Gondokusuman, salah satunya yaitu karena ada pohon-pohon di sekitarnya.

"Karena ada pohon besar selain itu juga karena dekat dengan tempat cari makan, kan di situ dekat dengan Kali Code," ujar Suwarno saat dihubungi Tirto, Jumat (23/11/2018).

Burung-burung itu, lanjut Suwarno, tak bisa berlindung di semak atau perdu, mereka umumnya memilih pohon yang cukup tinggi, rindang, dengan dahan yang cukup banyak. Selain itu, bisa juga karena ada bangunan tua di sekitar lokasi. Biasanya bangunan tua juga dimanfaatkan untuk tempat berlindung.

Terkait burung-burung yang menyebabkan jalanan jadi kotor serta menimbulkan bau tahi itu, Suwarno menyebut hal itu wajar. Jika warga ingin burung itu pergi, menurut Suwarno, harus diusir secara halus, tidak boleh dengan senapan atau hal-hal berbahaya lainnya.

"Diusirnya pakai cara halus, misalnya dengan getaran. Pohon yang ada burungnya digerakkan dengan frekuensi sering nanti burungnya pindah, ke [Kebun Binatang] Gembiraloka misalnya," ujar Suwarno.

Sementara, Asman mengatakan kejadian serupa pernah terjadi di sekitaran Titik Nol Kilometer yaitu di Gedung BNI. Untuk mengusir burung itu, BNI membuat semacam "orang-orangan sawah" untuk mengusir burung.

"Pihak BNI masang balon udara besar tapi burungnya cuma pindah saja. Itu tidak mengatasi masalah, hanya teratasi di BNI saja, kalau kita bicara masalah di Kota Yogyakarta itu enggak mengatasi, hanya memindahkan masalah satu ke tempat yang lain saja," pungkas Asman.

Layang-Layang Asia, seprti dikutip dari kutilang.or.id merupakan burung berukuran sedang, sekitar 20 cm termasuk bulu ekor yang memanjang, berwarna biru mengilap dan putih. Tubuh bagian atas berwarna biru baja, pinggir tenggorokan kemerahan, perut putih, ada garis biru pada dada atas. Ekor sangat panjang, dengan bintik putih dekat ujung bulu.

Persebaran Layang-Layang Asia hampir ada di seluruh dunia. Mereka berkembang biak di belahan utara. Pada musim dingin, Layang-Layang Asia bermigrasi ke selatan melalui Afrika, Asia, Asia tenggara, Filipina, dan Indonesia, menuju Papua dan Australia.

Untuk mengatasi tahi burung Layang-Layang Asia itu Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta telah mengerahkan petugas untuk membersihkan jalan. Penanganan tahi burung ini berada di bawah Seksi Penanganan Sampah DLH.

Menurut Kepala Seksi Penanganan Sampah, Haryoko, DLH memanfaatkan hujan untuk membersihkan aspal. Sebab, jika tak menggunakan bantuan hujan, tahi akan sulit dibersihkan.

"Kita sudah dua kali bersihkan, sulit kalau hanya pakai alat, harus alam artinya harus dengan bantuan hujan. Kalau hanya manual dan pakai alat saja agak sulit, apalagi kondisi jalan padat dan sebagainya," ujar Haryoko pada reporter Tirto, Jumat (23/11/2018).

Salah satu pengendara motor yang kerap lewat Perempatan Gondomanan, Yogi (23) mengatakan pada reporter Tirto, ia kini lebih berhati-hati jika melewati Perempatan Gondomanan. Pasalnya ia pernah sekali kejatuhan tahi burung ketika sedang berhenti di lampu merah Perempatan Gondomanan.

"Kalau ada jalan lain, pilih jalan lain sih. Jadi agak berhati-hati kalau lewat situ," ujarnya pada Tirto, Jumat (23/11/2018).

Baca juga artikel terkait MALIOBORO atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra