Menuju konten utama

Buruh Ancam Mogok Kerja Tuntut UMP 2022 Naik, Ini Respons KADIN

Kadin Indonesia merespons ancaman buruh menggelar mogok kerja nasional meminta perubahan UMP 2022 usai putusan MK soal UU Cipta Kerja.

Buruh Ancam Mogok Kerja Tuntut UMP 2022 Naik, Ini Respons KADIN
Sejumlah demonstran yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Banten di Serang, Senin (6/12/2021). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman.bu

tirto.id - Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang menanggapi ancaman aksi mogok kerja nasional yang akan dilakukan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Aksi mogok kerja yang dilakukan saat ini masih menuntut kebijakan UMP yang tak juga direvisi usai UU Cipta Kerja diminta disempurnakan dalam dua tahun oleh Mahkamah Konstitusi.

"Kan soal MK ini sudah respons, gimana MK menyatakan bahwa dalam waktu dua tahun ke depan Undang-Undang Ciptakerja itu harus dilakukan perbaikan artinya itu merupakan sebuah kesempatan yang sangat besar untuk serikat kerja itu melakukan masukan. ," jelas dia kepada Tirto, Kamis (9/12/2021).

"Akan tetapi, MK juga sudah katakan bahwa selama 2 tahun ini sampai adanya perbaikan segala produk perundang-undangan dan turunannya ini tidak berlaku artinya bahwa Permen 36 tahun 2021 mengenai pengupahan dimana itu adalah dasar untuk menetapkan UMP adalah sudah sah secara hukum," tambahnya.

Sarman menjelaskan, jika serikat buruh ingin perhitungan upah dilakukan dengan aturan lama yang mengacu pada perhitungan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) maka skema tersebut tidak berdasar pada aturan yang berlaku.

"Kalau teman-teman pekerja menuntut UMP ini dilakukan penyesuaian dengan pola lama. Yaitu PP 78 dengan menggunakan KHL itu malah tidak sesuai dengan undang-undang tidak sesuai dengan regulasi. Bahkan kita makin jauh nanti, malah jauh melanggar daripada regulasi dan aturan yang berlaku," terang dia.

Maka, Sarman menilai aksi mogok yang akan dilakukan oleh serikat buruh sebaiknya tidak dilakukan. Sarman mengatakan, pemerintah saat ini habis-habisan menjaga pergerakan orang agar tidak terjadi lonjakan kasus COVID-19 demi memulihkan lagi situasi agar perekonomian membaik dan kembali normal.

"Ya saat ini enggak perlu demo enggak perlu ancam mogok ya. Lakukan dialog, lakukan kajian lakukan evaluasi. Susun narasi yang baik sampaikan pada DPR menurut saya itu yang paling pas daripada mereka melakukan demo. Kan kita ini masih pada masa pandemi COVID 19. Kalau sampai mogok kan buruh kita ini gak produktif nantinya buruh kita ini gak maksimal jadinya," terang dia.

Sebelumnya, KSPI mengancam akan melakukan aksi mogok kerja nasional jika tuntutan tidak dikabulkan, salah satunya merevisi Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang Penetapan UMP 2021.

"Kami bisa melakukan dua juta buruh stop produksi, semua akan rugi, ekonomi akan lumpuh. Kami tidak akan melakukan itu bilamana pemerintah sungguh-sungguh menjalankan keputusan MK dan SK Gubernur," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam aksi unjuk rasa gabungan pada 6-10 Desember 2021, dilansir Antara.

Said menjelaskan bahwa eskalasi aksi akan meningkat jika pemerintah tidak menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.

Omnibus Law UU 11/2020 Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

MK pun memerintahkan DPR dan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu dua tahun ke depan.

"Gerakan mogok nasional menjadi pilihan bilamana dalam proses menuju paling lama dua tahun dari awal pembentukan UU Cipta Kerja yang baru ini tetap mengabaikan partisipasi publik," kata Said.

Menurut dia, aksi mogok dua juta buruh dari 60 federasi serikat pekerja nasional tersebut akan berdampak pada setidaknya 100 pabrik.

Buruh juga menagih janji Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk segera mencabut Surat Keterangan (SK) Gubernur tentang Penetapan UMP DKI Jakarta Tahun 2022.

Berdasarkan formula dari Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021, kenaikan UMP di DKI Jakarta tahun 2022 hanya sebesar Rp37.749 atau 0,85 persen menjadi Rp4.453.935 per bulan.

Adapun puluhan ribu buruh dari Jabodetabek berkumpul melakukan aksi unjuk rasa gabungan untuk menyampaikan tiga tuntutan.

Pertama, buruh meminta seluruh gubernur di Indonesia merevisi Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) karena bertentangan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7 yang menangguhkan tindakan/kebijakan strategis yang berdampak luas, termasuk upah.

Kedua, buruh menuntut pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Ketiga, buruh menuntut pemerintah dapat menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.

Baca juga artikel terkait BURUH atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri