Menuju konten utama

Buruh akan Aksi Tolak Perppu Ciptaker & RUU Kesehatan 6 Februari

Buruh akan menggelar aksi besar-besaran serempak di berbagai daerah dengan tuntutan menolak Perppu Ciptaker dan RUU Kesehatan.

Buruh akan Aksi Tolak Perppu Ciptaker & RUU Kesehatan 6 Februari
Sejumlah simpatisan partai Buruh melakukan aksi jalan kaki di Jalan Medan Merdeka Selatan, kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Sabtu (14/1/2023). Partai Buruh menyuarakan agar pemerintah mendengarkan suara pekerja perempuan untuk memperoleh cuti haid dan tak mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak serta menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/YU

tirto.id - Partai Buruh bersama Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) bakal menggelar aksi besar-besaran pada tanggal 6 Februari 2023 di DPR RI untuk menolak Perppu Cipta Kerja dan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan. Sebanyak ribuan buruh dari Jabodetabek yang akan turun ke jalan.

Selain di Jakarta, aksi juga serempak akan dilakukan di berbagai kota industri, antara lain di Serang - Banten, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, Banjarmasin, Banda Aceh, Medan, Bengkulu, Batam, Pekanbaru, Ternate, Ambon, Kupang, dan beberapa kota industri lain.

“Dalam aksinya, Partai Buruh akan menyuarakan penolakan terhadap isi Perppu No 2 Tahun 2022 terkait omnibus law Cipta Kerja,” kata Presiden Partai Buruh, Said Iqbal melalui keterangan tertulisnya, Kamis (2/2/2023).

Terdapat sembilan poin yang dipermasalahkan dalam omnibus law Cipta Kerja. Meliputi, upah minimum, outsourcing, pesangon, karyawan kontrak, PHK, pengaturan cuti, jam kerja, tenaga kerja asing, dan sanksi pidana.

Isu lain yang akan disurakan adalah penolakan terhadap RUU Kesehatan. Dalam hal ini, Partai Buruh menyoroti revisi beberapa pasal di UU BPJS. Antara lain tentang Dewan Pengawas dari unsur buruh dikurangi menjadi satu.

“Yang membayar BPJS itu buruh. Kok wakil kami dikurangi. Kok malah unsur buruh dan pengusaha yang dikurangi. Harusnya yang dikurangi itu gaji DPR itu,” ucapnya.

Hal lain yang disoroti pihaknya adalah terkait dengan kewenangan BPJS yang semula di bawah Presiden menjadi di bawah Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.

Menurutnya, pengelola jaminan sosial di seluruh dunia mayoritas di bawah Presiden, bukan kementerian. Badan penyelenggara jaminan sosial adalah lembaga yang mengumpulkan uang dari rakyat dengan jumlah yang terus membesar, sehingga harus di bawah presiden.

Partai Buruh juga memberikan dukungan terhadap organisasi tenaga kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Surat izin praktik dokter tidak boleh dikeluarkan sembarangan, karena pelayanan kesehatan mempertaruhkan hidup dan mati pasien.

Iqbal mengkritik, RUU yang terkait dengan kepentingan bisnis terkesan cepat sekali disahkan. Tetapi giliran RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang bersifat perlindungan, selama 19 tahun tak kunjung disahkan.

“Jangan-jangan ada kepentingan industri farmasi, rumah sakit swasta besar, dan membuka ruang komersialisasi kesehatan dalam RUU Kesehatan sehingga pembahasannya terkesan cepat,” tegasnya.

Baca juga artikel terkait PERPPU CIPTAKER atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri