Menuju konten utama
Pilkada Serentak 2024

Bursa Penjabat Gubernur DKI Pengganti Anies, Bagaimana Aturannya?

Masa jabatan Anies Baswedan sebagai gubernur DKI Jakarta akan berakhir pada Oktober 2022. Bagaimana mekanisme penggantinya?

Bursa Penjabat Gubernur DKI Pengganti Anies, Bagaimana Aturannya?
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto/Humas Pemprov DKI

tirto.id - Anies Baswedan dan Ahmad Riza Patria akan berakhir masa jabatannya sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2022. Namun, sejumlah pihak sudah mulai memunculkan nama-nama kandidat yang akan menjadi penjabat kepala daerah DKI usai ditinggal Anies dan Riza nanti.

Penjabat kepala daerah ini akan mengisi kursi gubernur maupun bupati atau wali kota sebelum digelarnya pilkada serentak 2024. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun tentang Pilkada yang menyebut pelaksanaan pemilihan kepala daerah setelah Pilkada 2020 akan digelar secara serentak pada 2024.

Dengan demikian, maka tidak ada pelaksanaan pilkada pada 2022 dan 2023, sehingga terjadi kekosongan jabatan kepala daerah mulai Oktober 2022 hingga 2024. Selama belum ada kepala daerah definitif, maka pemerintah daerah akan dipimpin oleh seorang penjabat.

Sebagai catatan, terdapat sekitar 7 provinsi –termasuk DKI Jakarta--, 18 kota dan 76 kabupaten menjalankan Pilkada 2017 dengan masa jabatan kepala daerah rerata habis pada 2022. Sementara itu, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang menyelenggarakan pilkada di 2018. Jika ditotal, maka ada 272 daerah yang menjalankan Pilkada 2024.

Fraksi DPRD DKI Mengusulkan Sejumlah Nama

Meski masa jabatan Anies sebagai gubernur DKI masih tersisa sembilan bulan lagi, tapi sejumlah fraksi di DPRD DKI sudah memunculkan sejumlah nama. Dua fraksi di antaranya adalah Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi PDI Perjuangan di DPRD DKI.

Anggota DPRD DKI dari Fraksi Gerindra, M Taufik mengatakan terdapat empat nama potensial yang berpotensi menjadi penjabat kepala daerah. Empat nama itu, antara lain: Anies Baswedan; Riza Patria; Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany; dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia.

Namun Wakil Ketua DPRD DKI itu menuturkan sikap resmi partai terkait pemilihan penjabat Gubernur DKI diputuskan oleh Ketua DPD Jakarta Partai Gerindra Ahmad Riza Patria. “Tanya Pak Riza Ketua Gerindra [Jakarta]” kata Taufik kepada reporter Tirto, Rabu (5/1/2022).

Sementara itu, Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono menyebut nama Kepala Sekretariat Kepresidenan, Budi Heru Hartono. Alasannya, Heru pernah menjabat di pemerintahan Pemprov DKI Jakarta.

Pria kelahiran 13 Desember 1965 itu memang pernah menjadi Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah DKI Jakarta masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada 2015-2017. Sejak 2017, Budi kemudian berkantor di Istana Negara, Jakarta Pusat.

“Kalau secara pribadi, Pak Heru baik. Penguasaan persoalaan Jakarta saya kira oke,” kata Gembong kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (6/1/2022).

Namun demikian, nama-nama yang muncul di atas tidak bisa secara otomatis dicalonkan sebagai penjabat kepala daerah, termasuk di DKI Jakarta. Sebab, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada secara detail sudah mengaturnya.

Mekanisme Pengganti Gubernur DKI Anies Baswedan

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan untuk mengisi kekosongan kursi Gubernur DKI, pemerintah pusat mengangkat penjabat kepala daerah sebagaimana tercantum dalam Pasal 201 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Penjabat Gubernur berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjabat di jabatan pimpinan tinggi madya atau setara eselon I.

Berdasarkan Pasal 19 UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang dimaksud dengan jabatan pimpinan tinggi madya meliputi sekretaris jenderal kementerian, sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga nonstruktural, direktur jenderal, deputi, inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, kepala sekretariat presiden, kepala sekretariat wakil presiden, sekretaris militer presiden, kepala sekretariat dewan pertimbangan presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara.

“Betul dari ASN, sebagaimana pengaturan penjelasan Pasal 19 ayat 1 huruf b UU No. 5 Tahun 2014,” kata Titi Angraini saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (6/1/2022).

Titi menjelaskan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian nantinya akan mengajukan para kandidat penjabat kepala daerah atau gubernur kepada Presiden Joko Widodo berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Berdasarkan keterangan Tito, kata Titi, kemungkinan Jokowi akan membentuk Tim Penilai Akhir (TPA) yang bertujuan menilai para birokrat yang nantinya akan diangkat mengingat masa jabatannya cukup lama, yaitu selama dua tahun.

Setelah itu, kata Titi, Presiden Jokowi yang akan menentukan siapa orang yang akan menjabat sebagai penjabat gubernur, termasuk di Pemprov DKI pada periode 2022-2024 atau hingga ada kepala daerah definitive hasil pilkada serentak 2024.

“Penjabat gubernur ditunjuk sampai dengan terpilihnya gubernur melalui pemilihan serentak nasional pada tahun 2024,” kata Titi menegaskan.

Hal senada diungkapkan Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari. Namun, Feri menyatakan penjabat gubernur tidak harus dari ASN. Artinya, Riza Patria, Airin, hingga Bahlil seperti yang diusulkan Fraksi Gerindra di DPRD DKI masih berpeluang.

“Nggak harus [dari ASN], kan, sudah ditentukan setingkat. Tapi karena ini wilayah layanan publik, sudah seharusnya tidak diisi TNI-Polri,” kata Feri kepada reporter Tirto.

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus, pun menyarankan agar penjabat kepala daerah tidak diisi perwira TNI maupun Polri.

“Salah satu tuntutan reformasi memisahkan TNI-Polri dan bagaimana jabatan politis tidak lagi diisi TNI-Polri, tetapi oleh sipil, apalagi kita akan menghadapi pilpres, pileg, pilkada," kata Guspardi kepada reporter Tirto, Kamis (6/1/2022).

Polemik soal penjabat gubernur dari unsur TNI dan Polri bukan hal baru. Dalam catatan Tirto, kejadian aparat aktif jadi penjabat kepala daerah sudah terjadi di periode sebelumnya. Pada 2018, ada dua jenderal polisi aktif yang ditunjuk sebagai penjabat daerah, yaitu: Komjen (purn) M. Iriawan dan Irjen (purn) Martuani Sormin.

Iriawan yang waktu itu masih Asisten Operasi Kapolri menjabat sebagai Plt. Gubernur Jawa Barat, sementara Martuani didapuk sebagai Plt. Gubernur Sumatera Utara. Bila ditarik ke belakang, ada nama Carlo Brix Teewu yang menjadi Pjs Gubernur Sulawesi Barat pada Desember 2016-Januari 2017.

Di tubuh TNI, ada Mayjen Soedarmo yang pernah menjadi Plt. Gubernur Aceh sejak Oktober 2016. Karier militer terakhir Soedarmo adalah staf ahli bidang ideologi dan politik Badan Intelijen Negara (BIN). Ia lantas melakukan alih status sebagai ASN pada 2016 dengan menjadi Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Lalu, ada Mayjen TNI Achmad Tanribali Lamo. Tanribali dilantik mendagri sebagai Penjabat Gubernur Sulsel pada 19 Januari 2008. Sehari sebelumnya, Tanribali diklaim sudah lepas jabatan di TNI dan menduduki kursi Staf Ahli Mendagri yang notabene setara eselon I.

Penjelasan Kemendagri

Redaksi Tirto telah menghubungi Kemendagri untuk menanyakan mekanisme pengganti kekosongan Gubernur DKI Jakarta setelah masa jabatan Anies Baswedan selesai. Namun hingga artikel ini ditayangkan, Kemendagri belum merespons.

Namun demikian, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benny Irwan pada 27 September 2021 mengatakan pemerintah akan mengangkat penjabat untuk menjadi kepala daerah di wilayah dengan kepala daerah yang habis masa jabatan.

Ia menekankan, penjabat daerah tersebut akan mempunyai wewenang penuh selayaknya kepala daerah sehingga berbeda dengan Pelaksana Tugas (plt) atau pejabat sementara (pjs). “Penjabat kepala daerah ini mempunyai kewenangan yang sama dengan kepala daerah definitif," kata Benny saat dikonfirmasi reporter Tirto, Senin (27/9/2021).

Benny menuturkan, penjabat tingkat gubernur akan diisi pejabat setingkat eselon 1 atau pimpinan tinggi madya atau setingkat dirjen. Sementara itu, penjabat tingkat kabupaten kota akan setara eselon 2 atau pimpinan tinggi pratama atau setingkat kepala dinas dan sekda.

Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada pada Pasal 201 ayat 8, 9 dan 10, kata Benny. Ia pun menambahkan, pengangkatan pejabat daerah tingkat gubernur akan dipilih presiden, sementara penjabat tingkat kabupaten kota akan dipilih oleh gubernur.

Baca juga artikel terkait PENJABAT GUBERNUR atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz