Menuju konten utama

Bursa Pangkostrad Pengganti Jenderal Dudung, Siapa yang Punya Kans?

Pengisian Pangkostrad semakin krusial tak hanya demi regenerasi TNI AD, tapi juga merespons dinamika ancaman baik eksternal maupun internal.

Bursa Pangkostrad Pengganti Jenderal Dudung, Siapa yang Punya Kans?
Prajurit Raider Batalyon Infanteri (Yonif) Satuan Jajaran Divisi 2 Kostrad melakukan aksi tembak taktis dalam simulasi pembebasan sandera pada penutupan latihan pembentukan Raider tahun 2021 di Pantai Grajagan , Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (29/11/2021). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/foc

tirto.id - Perbincangan pengisian kursi Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) kembali menghangat. Kursi ini masih kosong setelah Jenderal Dudung Abdurrahman resmi menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada 17 November 2021.

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa sempat 'buka suara' soal alasan kursi tersebut kosong hingga dua bulan. Andika beralasan, TNI ingin melakukan pengisian jabatan bersamaan dengan jabatan lain.

“Wanjakti kali ini itu agak berbeda. Karena apa? Karena kami ingin mewujudkan jabatan-jabatan yang sudah ada legalitasnya sejak tahun 2019,” kata Andika di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (14/1/2022).

Pernyataan Andika mengacu pada reorganisasi TNI sebagaimana Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 tahun 2019. Ia mencatat setidaknya ada 28 jabatan baru. Beberapa di antaranya adalah jabatan Komando Armada Republik Indonesia (Pangkoarmada RI) yang dipegang oleh jenderal TNI AL bintang 3 dan 13 jabatan lain berstatus perwira tinggi. Kemudian ada jabatan komando operasi udara nasional (Pangkoudnas) yang dipimpin oleh jenderal bintang 3 serta 13 pejabat tinggi lain.

Andika juga mengakui, TNI akan mempunyai tiga badan pelaksana pusat. Salah satunya adalah pusat psikologi TNI yang dipimpin oleh jenderal bintang dua.

“Nah ini semuanya perpresnya sudah ada, tetapi peraturan di bawahnya belum ada. Nah itu yang kemudian kami kebut supaya bisa kita keluarkan sekalian dalam wanjakti minggu depan ini,” kata Andika.

Andika pun memastikan, kursi Pangkostrad dan dua jabatan bintang 3 baru akan diisi oleh jenderal bintang 2. Ia mengaku pemilihan tidak ada aksi tarik-menarik dan TNI memiliki kandidat yang layak untuk menduduki kursi tersebut.

“Itu semuanya adalah bintang dua yang sudah eligible, jadi banyak. Masing-masing banyak ini calonnya. Jadi nanti kita lihat saja di dalam proses wanjakti," kata Andika.

Pemerhati militer dari Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas memandang rangkap jabatan tidak boleh dilakukan oleh KSAD dalam kursi Pangkostrad. Anton memandang, rangkap jabatan KSAD dikhawatirkan mengganggu proses regenerasi dan pergerakan organisasi TNI.

“Rangkap jabatan ini tentu tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Sebab, hal ini akan mengganggu jalannya organisasi dan regenerasi di tubuh TNI AD," kata Anton kepada reporter Tirto, Senin (17/1/2022).

Anton mengingatkan, Kostrad sendiri memiliki dua peran yakni sebagai Komando Utama Pembinaan (Kotama Bin) yang berada di bawah KSAD dan sebagai Komando Utama Operasional (Kotama Ops) Kostrad yang langsung di bawah Panglima TNI. Dalam konteks Kotama Bin, Kostrad memiliki tugas pokok untuk membina kesiapan operasional jajarannya.

Sementara itu, Kostrad dalam memainkan peran sebagai Kotama Ops, berfungsi untuk menyelenggarakan tugas operasi militer peran dan selain perang berdasarkan kebijaksanaan Panglima TNI.

Anton tidak merinci nama-nama kandidat yang layak duduk di kursi Pangkostrad. Akan tetapi, berdasarkan hasil pemantauan berbasis nama-nama pimpinan Kostrad sebelumnya, mayoritas Pangkostrad adalah Panglima Kodam (75%), Komandan Kodiklat TNI AD (20%) dan lain-lain (5%). Jika melihat lebih detail asal kewilayahan Panglima Kodam, maka Kodam Jaya dan Kodam Siliwangi merupakan dua terbesar penyumbang sosok Pangkostrad yakni 40% dan 33,3%.

Kemudian, jejak kualifikasi satuan tempur seorang Pangkostrad pun cukup beragam. Para Pangkostrad yang berasal dari internal Kostrad mencapai 35%, disusul dari batalyon Infantri (25%), batalyon Lintas Udara (25%) dan dari Kopassus (15%).

Sementara terkait sosok pejabat pengganti Pangkostrad, mayoritas merupakan lulusan akademi militer yang lebih muda dari pejabat pendahulu yakni 57,9 persen. Sedangkan pejabat pengganti yang merupakan lulusan akmil lebih senior dari pendahulu mencapai 31,6 persen dan pejabat pengganti merupakan teman seangkatan akmil mencapai 10,5 persen.

“Tentu saja kecenderungan ini bukanlah suatu pakem yang harus ditaati ataupun diikuti. Mengingat jabatan Panglima Kostrad adalah strategis, maka penunjukan figur yang tepat harus tetap mempertimbangkan riwayat penugasan, kebutuhan organisasi dan dinamika ancaman strategis," kata Anton.

Anton menambahkan, “Untuk menjaga ritme organisasi, profesionalisme dan regenerasi di tubuh TNI, hendaknya figur yang dipilih kelak memiliki kombinasi pengalaman tempur, mempunyai riwayat memimpin satuan tempur dan kewilayahan serta memiliki usia pensiun lebih dari 1 tahun.”

Menurut Anton, pengisian Pangkostrad semakin krusial tidak hanya demi mencari pemimpin baru demi regenerasi TNI AD, tetapi juga dalam merespons dinamika ancaman baik eksternal maupun internal. Oleh karena itu, ia mendorong agar rangkap jabatan Pangkostrad-KSAD bisa segera berakhir, apalagi tidak sedikit Pangkostrad menjadi KSAD.

“Berlarut-larutnya pemilihan sosok Panglima Kostrad yang baru akan berpotensi untuk memunculkan spekulasi politisasi jabatan militer. Mengingat, jabatan Panglima Kostrad juga merupakan salah satu 'track' untuk menjadi Kepala Staf TNI AD," kata Anton.

Karena itu, kata Anton, rekam jejak penugasan militer akan menjadi salah satu indikator penting untuk meredam spekulasi politisasi jabatan militer. “Dan tentu saja Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi sudah aware dengan hal tersebut," tegas Anton.

Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi memandang kursi Pangkostrad perlu segera diisi. Ia beralasan, Pangkostrad berkedudukan di bawah KSAD secara kedudukan, tetapi komando operasional di bawah Panglima TNI. Kekosongan memang bisa diisi sementara waktu oleh KSAD, tetapi beban kerja dan peran yang strategis membuat kursi tersebut harus segera diisi.

“Mengingat tugas dan tanggungjawabnya yang strategis, mestinya jabatan Panglima Kostrad memang tidak boleh dibiarkan kosong terlalu lama, mengingat Kasad juga harus berkonsentrasi pada peran dan fungsi utamanya," kata Fahmi kepada reporter Tirto.

Fahmi memahami bahwa pengisian kursi Pangkostrad bisa dilakukan kapan pun, tetapi pemilihan harus berjalan dengan cermat, hati-hati dan sesuai prosedur yakni lewat Wanjakti dengan melihat berbagai aspek seperti aspek kebutuhan organisasi, kapabilitas dan kompetensi.

Fahmi menilai ada beberapa jenderal bintang 2 yang layak menjadi Pangkostrad seperti Maruli Simanjuntak yang merupakan eks Danpaspampres serta orang dekat Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan. Selain Maruli, ada nama Agus Subiyanto, Teguh Pujo Rumekso, dan I Nyoman Cantiasa. Pengisian pun akan memperlihatkan pertimbangan pemerintah.

“Apabila pengisian itu mempertimbangkan aspek senioritas, saya kira Maruli dan Agus Subiyanto yang merupakan alumni Akmil 1992 dan sama-sama pernah menjadi Danpaspampres, tidak akan berada di prioritas pertama. Ada sejumlah senior di generasi Akmil 90-an yang juga layak, memiliki prestasi dan kaya pengalaman,” kata Fahmi.

Fahmi menjelaskan Pangdam Kasuari I Nyoman Cantiasa merupakan peraih Adhi Makayasa 1990 dan mantan Danjen Kopassus, lalu ada juga Pangdam Mulawarman Teguh Pujo Rumekso, mantan Komandan Pusat Penerbangan TNI AD yang merupakan peraih Adhi Makayasa 1991.

Fahmi juga menegaskan, kursi Pangkostrad bukan jabatan politis, tetapi lambatnya pengisian kursi Pangkostrad bisa memicu spekulasi politik. Ia mengingatkan kursi Pangkostrad tidak hanya bisa diisi oleh sesama jenderal bintang tiga, tetapi juga jenderal bintang 2 yang pernah menjadi pangdam atau tengah menjadi pangdam.

“Lambatnya proses juga bisa berdampak kurang baik bagi organisasi karena itu akan memperpanjang durasi 'kasak-kusuk' dan persaingan di antara para jenderal maupun yang dinilai memiliki peluang maupun di antara para endorser dan pendukungnya. Contoh, sebelum ini perbincangan seputar isu Pangkostrad ini hanya menyangkut nama Maruli atau bukan Maruli,” kata Fahmi.

Fahmi memahami bahwa pemilihan Pangkostrad akan bernuansa politis bila pemerintah terus mengulur waktu. Oleh karena itu, Fahmi mendorong segera dilakukan pemilihan agar tidak memicu spekulasi politik.

“Makanya menurut saya, para pemangku kebijakan terkait hal ini termasuk presiden, jika memang sudah mengantongi nama sebaiknya segera saja disampaikan. Mau Maruli atau siapapun sepanjang dinilai layak, segera saja dilantik, sehingga isu ini bisa disudahi,” kata dia.

Fahmi menambahkan, “Toh siapapun yang ditunjuk, enggak akan ada resistensi sepanjang memenuhi syarat, kompeten dan tidak punya riwayat karier yang buruk atau pernah melanggar hukum.”

Baca juga artikel terkait PANGKOSTRAD atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz