Menuju konten utama

Bupati Langkat Tak Hanya Terjerat Korupsi, Kapan Kasus Lain Diusut?

Bupati Langkat nonaktif terjerat 3 kasus pidana, yakni korupsi, perbudakan modern, dan kepemilikan satwa dilindungi. Kenapa baru kasus rasuah yang diusut?

Bupati Langkat Tak Hanya Terjerat Korupsi, Kapan Kasus Lain Diusut?
Suasana kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Rabu (26/1/2022). ANTARA FOTO/Dadong Abhiseka/Lmo/aww.

tirto.id - Kediaman Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin, tersangka kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Kabupaten Langkat, terdapat kerangkeng manusia yang disebut sebagai tempat rehabilitasi narkoba. Polda Sumatera Utara pun membentuk tim gabungan untuk mengusut penggunaan lokasi tersebut.

“Berdasarkan hasil penyelidikan awal, ditemukan satu hektare luas tanah, luas gedung ukuran 6x6 (meter) yang terbagi menjadi dua kamar berkapasitas kurang lebih 30 orang,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Selasa (25/1/2022). Tiap kamar dipasangi jeruji besi sebagai pembatas ruangan, seolah itu sel.

Berdasar keterangan penjaga bangunan, tempat itu merupakan penampungan pengguna narkoba dan remaja nakal. “Penghuni tersebut diserahkan kepada pengelola untuk dilakukan pembinaan. Diserahkan dengan membuat surat pernyataan,” sambung Ramadhan.

Jumlah terkini penghuni sel ada 30 orang, awalnya 48 orang. Si bupati pun mempekerjakan sebagian para penghuni sel di pabrik pengolahan kelapa sawit, tujuannya untuk membekali mereka keahlian usai bebas dari ‘penahanan.’

Mereka tidak mendapatkan upah, tapi dibayar dengan makanan ekstra. Bangunan itu ada sejak tahun 2012 dan merupakan inisiatif Terbit. Di dalam sel itu terdapat dipan kayu sebagai tempat tidur para pekerja yang dominan berambut cepak, bahkan ada rak kayu yang dipasang di dinding sebagai tempat menaruh barang-barang lainnya.

“Bangunan itu tidak memiliki izin sebagaimana diatur dalam undang-undang,” terang Ramadhan.

Keberadaan kerangkeng ini diketahui ketika Polda Sumatera Utara menemani KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 18 Januari 2022. Berdasar penelusuran petugas, kerangkeng manusia yang dikelola oleh Ketua DPRD Langkat Sribana Perangin-angin, adik dari Terbit, dan berdiri sejak 2012 itu tak menjadi tempat rehabilitasi resmi.

Pada 2017, Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat pernah menyuruh Terbit mengurus izin agar tempat tersebut memenuhi persyaratan sebagai tempat rehabilitasi narkoba. Dalam Pasal 7 ayat (1) tentang Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2012 tentang Standar Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya [PDF], menyebutkan: “Status Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA yang dibentuk oleh masyarakat harus berbentuk badan hukum.”

Sementara, ayat (2) mengatakan “Selain memiliki status badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA juga wajib mendaftar kepada Kementerian Sosial atau instansi sosial sesuai dengan wilayah kewenangannya.”

“Pada saat itu jawaban Ibu Sribana hanya tempat pembinaan keluarga,” kata Plt. Kepala Badan Narkotika Nasional Kabupaten Langkat Rosmiyati, ketika dihubungi reporter Tirto, Jumat (28/1/2022). “Tapi kami tetap menyarankan supaya melengkapi berkas untuk mengurus izin menjadi panti rehabilitasi yang sesuai standar BNN.”

Ketika ditanya apa upaya lanjutan dari BNN perihal perkara ini, Rosmiyati tak menjawab.

Polisi pun menemukan tujuh satwa dilindungi di rumah Terbit. Selanjutnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pun mempersilakan masyarakat membuat laporan ihwal sel pekerja sawit tersebut. Lembagai itu bersedia melindungi para korban dan saksi. "Jika ada laporan ke LPSK sesuai peraturan perundangan yang berlaku," ujar Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution, Selasa (25/1/2022).

Lantas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara mengevakuasi satu orang utan Sumatera, satu monyet hitam Sulawesi, satu elang brontok, dua jalak Bali, dan dua beo. Perbuatan Terbit dianggap melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990.

Perihal kasus rasuah, KPK telah menyita uang tunai dan beberapa dokumen transaksi keuangan dari penggeledahan di PT Dewa Rencana Perangin Angin yang diduga milik Terbit. Artinya, kini Terbit menghadapi tiga dugaan tindak pidana yakni korupsi, perbudakan modern, dan memiliki satwa yang dilindungi. Sementara, dua tindak pidana lainnya belum ada proses lanjutan.

KERANGKENG MANUSIA DI RUMAH PRIBADI BUPATI LANGKAT

Petugas kepolisian memeriksa ruang kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, Rabu (26/1/2022). ANTARA FOTO/Oman/Lmo/rwa.

Jangan Luput Penegakan Hukum

Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Irvan Saputra menyatakan ketika Terbit masih berkelindan dalam pengusutan kasus korupsi dan intens dalam pemeriksaan oleh KPK, maka agak sulit bagi polisi untuk menindaklanjuti dua dugaan tindak pidana lainnya. “Karena KPK sedang pendalaman proses penyidikan korupsi,” tutur dia kepada reporter Tirto, Jumat (28/1/2022).

Setelah penyidikan rasuah rampung, LBH Medan bakal meminta polisi untuk menindaklanjuti soal dugaan perbudakan modern dan kepemilikan satwa yang dilindungi. KPK punya waktu 20 hari pertama untuk menahan Terbit, di sinilah lembaga antirasuah itu bisa fokus penelusuran perkara.

Irvan mengingatkan agar aparat penegak hukum tak luput menindaklanjuti kesalahan si Terbit. “Prinsipnya memang bisa masuk (pemeriksaan dua tindak pidana lain). Kami tegaskan ketika dugaan tindak pidana itu ada, maka harus diproses hukum. Jadi tanda tanya besar jika itu tidak diproses. Penyelidikan dan penyidikan aparat penegak hukum lain harus berjalan.”

Sementara itu, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto berkata dugaan tindak pidana selain korupsi juga harus diungkap oleh kepolisian. “Pernyataan Kapolda bahwa itu adalah tempat rehabilitasi itu malah membuat bias. Mengaburkan masalah terkait kebebasan individu yang merupakan hak asasi manusia,” ujar dia kepada reporter Tirto, Jumat (28/1/2022).

Polri semestinya fokus pada pelanggaran hukum yang jelas-jelas ada yaitu kerangkeng orang dan kepemilikan hewan yang dilindungi, bukan memberikan dalih bahwa itu adalah tempat rehabilitasi narkotika. Bahkan pemeriksaan dugaan tindak pidana bisa berbarengan.

“Bisa saja. Toh terkait korupsi sudah ditangani KPK, polisi mengurus soal tindakan pidana yang lain,” kata Bambang.

Satwa Langka di Rumah Bupati Langkat

Orangutan dan sejumlah satwa liar yang dilindungi dan sempat diselamatkan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sumatera Utara di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin di Desa Raja Tengah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Rabu (26/1/2022). ANTARA/HO-BKSDA Sumut/aa.

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi pun menegaskan bahwa proses penyelidikan dua tindak pidana lain yang dilakukan Terbit bisa beriringan dengan penyidikan KPK. Dugaan perbudakan modern dan/atau perdagangan orang serta memiliki satwa yang dilindungi dapat dijadikan berkas perkara baru oleh polisi.

“Kalau perdagangan orang, satuan (kepolisian yang mengusut perkara) tersendiri. Bisa dijadikan satu berkas yang dua (kasus) itu. Yang (proses hukum) di KPK tetap berjalan,” ucap dia kepada Tirto, Jumat (28/1/2022).

Nantinya Terbit bakal menjalankan hukuman yang berkelanjutan jika hakim memvonis dua tindak pidana lainnya, kata Fachrizal.

Dalam Pasal 272 KUHP menyebutkan “Jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana yang sejenis sebelum ia menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka pidana itu dijalankan berturut-turut dimulai dengan pidana yang dijatuhkan lebih dahulu.”

Fachrizal mencontohkan, Terbit dihukum 10 tahun penjara dalam kasus rasuah dan 5 tahun penjara untuk kasus lain. Kelar dikerangkeng satu dekade, maka Terbit harus masuk bui lagi untuk menjalani sanksi berikutnya.

Kasus yang dibuat oleh Terbit ini juga menggugah Komnas HAM. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam berkata pihaknya telah mengunjungi rumah dan kerangkeng, serta bakal terus mendalami perkara ini.

“Kami tindak lanjuti dengan meminta keterangan saksi, keluarga korban, (mengecek) perangkat dan infrastruktur di sana, termasuk (sarana) kesehatan dan sebagainya untuk memastikan sebenarnya peristiwa ini apa yang terjadi,” ucap dia, Kamis (27/1/2022).

Komnas HAM juga menanyakan perihal adanya dugaan pelanggaran hak asasi seperti dugaan penganiayaan. “Kami belum bisa ceritakan yang kami dapat, tapi kasus ini semakin terang benderang bagi kami.”

Baca juga artikel terkait KASUS BUPATI LANGKAT atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz