Menuju konten utama

Bupati Dirwan Menambah Daftar Suami Istri yang Jadi Pesakitan KPK

Perkara yang menjerat Bupati Dirwan dan istrinya menambah daftar panjang kasus korupsi kepala daerah yang melibatkan suami-istri.

Bupati Dirwan Menambah Daftar Suami Istri yang Jadi Pesakitan KPK
Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud dibawa oleh tim pengamanan KPK masuk ke Gedung KPK, Rabu (16/5/2018). Dirwan diduga terjerat dalam operasi tangkap tangan KPK di Bengkulu, Selasa (15/5/2018). tirto.id/Andrian Pratama Taher.

tirto.id - KPK resmi menetapkan Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud dan istrinya, Hendrati, sebagai tersangka, Rabu malam (16/5/2018). Pasangan suami istri ini, bersama keponakannya yaitu Nursilawati (Kepala Seksi Dinas Kesehatan) dan Juhari (kontraktor) terjaring operasi tangkap tangan komisi antirasuah di Bengkulu, Selasa kemarin.

Penetapan Dirwan dan Hendrati sebagai tersangka menambah deretan pasangan suami-istri yang terjerat korupsi bersamaan. Berdasarkan penelusuran Tirto, cukup banyak kasus korupsi kepala daerah lain yang dilakukan pasangan keluarga.

Salah satunya adalah kasus yang menjerat Wali Kota Cimahi 2012-2017, Atty Suharti dan suaminya, M. Itoc Tochija (Wali Kota Cimahi 2002-2012). Pasangan suami-istri yang terjaring OTT KPK pada 1 Desember 2016 ini terlibat dalam kasus korupsi proyek Pasar Atas Baru Cimahi tahap II 2017. Dalam kasus itu, Itoc divonis 7 tahun penjara, sementara Atty diganjar hukuman 4 tahun.

Kasus lainnya adalah korupsi yang menjerat Gubernur Bengkulu 2016-2021, Ridwan Mukti dan Lily Martiani Maddari (istrinya). Pasangan suami-istri yang terjaring OTT KPK, pada 20 Juni 2017 ini akhirnya masing-masing divonis delapan tahun kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, pada 11 Januari 2018.

Selain pasangan Atty-Itoc serta Ridwan-Lily, beberapa kasus korupsi kepala daerah lainnya yang menyeret suami-istri, antara lain: mantan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti (divonis Maret 2016); mantan Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyitoh (divonis 9 Maret 2015); mantan Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri dan istrinya, Suzanna Budi Antoni (divonis Januari 2016); dan mantan Bupati Karawang Ade Swara dan istrinya, Nurlatifah (kasasinya ditolak MA pada Januari 2016).

Sarana Mempermulus Praktik Korupsi

Aktivis antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter menyayangkan maraknya aksi korupsi yang melibatkan pasangan suami-istri tersebut. Lalola berkata, pasangan seharusnya menjadi pencegah korupsi di lingkungan keluarga, bukan justru memuluskan prilaku koruptif tersebut.

“Kalau dalam kejadian-kejadian yang melibatkan suami-istri, berarti ada peran aktif dari istri dalam melanggengkan tindakan koruptifnya,” kata Lalola kepada Tirto, Rabu (16/5/2018).

Dalam konteks ini, Lalola mengaku belum meneliti secara detail motif-motif apa saja yang membuat pasangan keluarga ini saling mendukung melakukan tindakan korupsi. Akan tetapi, ia menduga, praktik korupsi oleh pasangan suami-istri ini terjadi karena standar hidup mereka yang terlampau tinggi.

Selain itu, kata Lalola, motif lain yang terjadi bisa juga karena kepentingan politis. Menurutnya, seringkali kandidat yang ingin maju kembali dalam pilkada melibatkan sang istri/suami yang notabene bukan pejabat negara meminta bantuan untuk menerima fee atau uang suap.

“Atau yang lebih abstrak, bisa jadi karena dimintai tolong, dan masih ada kecenderungan istri yang nurut sama suami, jadi ada upaya untuk tetap patuh pada permintaan suami,” kata Lalola.

Menurut Lalola, modus korupsi yang dilakukan biasanya tidak hanya aktif menerima uang suap. Namun, kata Lalola, pasangan suami-istri ini bisa juga berperan sebagai perantara suap atau menjadi bagian dari tindak pidana pencucian uang (TPPU). Lalola mencontohkan kasus Djoko Susilo, di mana uang bisa digunakan untuk membangun restoran, salon, atau beli rumah dengan mengatasnamakan istrinya.

Lalola menambahkan, praktik korupsi yang melibatkan keluarga sebenarnya tidak hanya menyasar pasangan suami-istri saja. Menurut dia, beberapa kasus lain juga justru dilakukan secara bersama-sama oleh anak dan bapak. Salah satu contohnya, kata Lalola, adalah kasus korupsi proyek pengadaan laboratorium Madrasah Tsanawiah (MTs) tahun anggaran 2011 dan pengadaan Alquran tahun anggaran 2011-2012 di Kemenag.

Dalam kasus tersebut, KPK menjerat Zulkarnaen Djabar yang saat itu sebagai anggota Komisi VIII DPR beserta putranya, Dendy Prasetya. Ayah-anak itu kemudian divonis hukuman masing-masing 15 tahun dan 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider satu bulan kurungan. Keduanya juga dibebankan untuk membayar uang pengganti masing-masing Rp5,7 miliar.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan. Ia menyayangkan keterlibatan keluarga dalam kasus korupsi. Apalagi dalam kasus Dirwan ini tidak hanya melibatkan istrinya, tapi juga keponakannya.

“Keprihatinan lainnya adalah KPK melihat bagaimana peran anggota keluarga turut mendukung dalam perbuatan ini, ada istri, dan juga ada keponakan yang diduga bersama-sama menerima uang tersebut,” kata Basaria di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu malam.

Basaria menerangkan, tindakan korupsi yang terjadi di lingkungan keluarga sudah diantisipasi oleh KPK. Menurut dia, pihaknya sudah mengeluarkan banyak program untuk mencegah korupsi di keluarga. Ia mencontohkan program “saya perempuan antikorupsi” hingga program pendidikan korupsi di tingkat PAUD.

Basaria mengajak para pimpinan daerah untuk ikut dalam kegiatan antikorupsi. Namun demikian, kata dia, semua kegiatan tersebut tidak akan efektif apabila keluarga masih mau bertindak koruptif.

“Saya katakan kembali, biar pun sudah dikatakan berulang-ulang, itu tetap tergantung kepada orangnya. Kalau orangnya memang sudah rakus, sudah memang butuh uang, ya kita sampai bulukan juga mulutnya, ya masuk [kuping] kiri, keluar [kuping] kanan," kata Basaria.

Akan tetapi, kata Basaria, KPK akan terus melakukan pencegahan secara maksimal agar keluarga pejabat negara tidak korupsi. KPK tetap berpandangan pencegahan lebih baik daripada mengobati atau tindakan represif. Namun, kata dia, KPK tidak menutup kemungkinan menindak bila memang sudah tidak bisa ditangani dengan pencegahan.

Baca juga artikel terkait OTT BENGKULU atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz