Menuju konten utama

Bupati Bogor Dinilai Langgar Hukum di Kasus Sentul City

KWSC sebut Bupati Bogor Ade Yasin telah melanggar hukum dengan mengabaikan hak warga untuk memperoleh air bersih di Sentul City.

Warga Sentul City melakukan aksi di depan istana negara terkait pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. Sentul City, Jakarta, Senin (30/4/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Komite Warga Sentul City (KWSC) menyebut Bupati Bogor Ade Yasin telah melanggar hukum dengan mengabaikan hak warga untuk memperoleh air bersih di kawasan Sentul City. Bupati dinilai melanggar hukum karena tak melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 untuk memenuhi hak warga mendapatkan air bersih.

Warga Sentul City terlunta-lunta untuk mendapatkan air bersih setelah pengembang melakukan intimidasi dengan memutus aliran air ke rumah warga.

Namun kemudian berdasarkan dari putusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 serta pelaksanaan hukum atas Putusan Mahkamah Nomor 104/PK/TUN/2019 dan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Nomor Registrasi 0299/LM/IV/2016/JKT mengamanatkan pengelolaan air bersih dialihkan dari pengembang ke PDAM Tirta Kahuripan milik pemerintah Kabupaten Bogor.

Tapi pemerintah Kabupaten Bogor Bergeming. Bukannya segera menyediakan air bersih, Bupati dan juga PDAM Tirta Kahuripan kini malah meminta penangguhan batas waktu masa transisi satu tahun untuk bisa menyediakan air bersih. Padahal Bupati sebelumnya telah telah menandatangani Surat Keputusan Nomor 693/309/Kpts/Per-UU/2019 yang menyatakan akan menyediakan air bersih melalui PDAM Tirta Kahuripan paling Lambat 31 Juli 2020.

Nyatanya itupun tak dipenuhi hingga akhir batas waktu dan malah minta perpanjangan penangguhan.

“Perpanjangan penangguhan itu menunjukkan pemerintah Kabupaten Bogor bermaksud membiarkan pelanggaran hukum oleh [pengembang] PT Sentul City dan anak perusahaannya PT Sukaputra Graha Cemerlang terus terjadi atau setidaknya tidak mampu bertindak tegas atas kedua perusahaan tersebut,” kata Juru Bicara KWSC Deni Erlinanan dalam keterangan tertulis yang diterima tirto, Minggu (10/8/2020).

“Pemerintah Kabupaten Bogor meremehkan dan bahkan mengabaikan hukum berupa konstitusi, peraturan pemerintah, putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dan laporan lembaga negara,” tambahnya.

Penangguhan batas waktu masa transisi pengelolaan air ke PDAM dinilai merugikan hak sebagai warga negara dalam menikmati layanan negara, terutama dalam hak atas air sebagai barang publik yang mesti dikendalikan dan dikuasai negara demi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Selain itu penangguhan batas waktu masa transisi akan memperpanjang intimidasi PT Sentul City dan PT SGC terhadap warga, terutama dengan memutus pipa air bersih ke rumah-rumah warga. Ini karena selama masa transisi, pengelolaan air bersih tetap berada dalam kendali penuh PT SGC yang secara sewenang-wenang menerapkan aturan berlangganan versi mereka sendiri.

Deni juga menilai penangguhan batas waktu masa transisi akan menambah jumlah kerugian negara senilai lebih daripada 780 juta rupiah per bulannya. Akibatnya Negara dalam hal ini PDAM Tirta Kahuripan terus kehilangan kesempatan untuk mengelola air bersih di Sentul City secara penuh.

Oleh karena itu pihaknya memohon Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya untuk segera mengajukan laporan pengawasan maladministrasi Bupati Bogor kepada Ombudsman Republik Indonesia agar segera diterbitkan rekomendasi.

Baca juga artikel terkait PRIVATISASI AIR atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Reja Hidayat