Menuju konten utama

Bunyi Pasal 10 UUD 1945: Isi Penjelasan Kekuasaan Tertinggi TNI

Apa isi Pasal 10 UUD 1945 tentang kekuasaan tertinggi TNI?

Bunyi Pasal 10 UUD 1945: Isi Penjelasan Kekuasaan Tertinggi TNI
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kedua kiri) didampingi Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (ketiga kiri) dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kiri) meninjau alutsista yang dipamerkan usai memimpin upacara peringatan HUT TNI ke-76 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (5/10/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Perubahan atau amandemen terhadap Undang-Undang Dasar (UUD 1945) telah dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebanyak empat kali setelah Pemilu tahun 1999.

Amandemen pertama UUD 1945 dilaksanakan dalam Sidang Umum MPR pada 14-21 Oktober 1999. Selanjutnya, dalam Sidang Tahunan MPR 7-18 Agustus 2000, amandemen kedua dilangsungkan.

Proses amandemen ketiga dilaksanakan dalam agenda Sidang Tahunan MPR pada 1-9 November 2001. Sementara dalam Sidang Tahunan pada 1-11 Agustus 2002, lembaga legislatif ini kembali melakukan amandemen, yang menjadi amandemen keempat atas UUD 1945.

Mengutip Sudirman dalam Jurnal Hukum Universitas Brawijaya, pada dasarnya amandemen terhadap UUD 1945 telah memberikan perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dalam hal ini, perubahan pasal cukup memengaruhi landasan atau dasar dalam pengambilan suatu kebijakan bagi pemerintahan Indonesia.

Ia mencontohkan, perubahan pada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan pasal ini berimplikasi terhadap perubahan doktrin bernegara yang dianut dalam pelaksanaan sistem ketatanegaraan Indonesia.

Doktrin bernegara merupakan diskursus mengenai pengorganisasian kedaulatan dalam suatu negara dan menjadi pondasi diletakkannya bangunan sistem ketatanegaraan, sehingga perubahan doktrin bernegara akan berimplikasi terhadap perubahan keseluruhan bangunan sistem ketatanegaraan.

Pengorganisasian kedaulatan yang dikenal dalam ilmu hukum tata negara adalah pembagian kekuasaan (distribution of power) dan pemisahan kekuasaan (separation of power).

Kendati ada beberapa pasal yang berubah, yang turut punya pengaruh terhadap sistem ketatanegaraan RI, tetapi ada juga pasal-pasal yang dipertahankan. Misalnya, pasal 10 tentang kekuasaan tertinggi TNI tidak berubah. Lantas, bagaimana pemaknaan atas isi pasal tersebut?

Isi Pasal 10 UUD 1945

Pasal 10 UUD 1945 tentang kekuasaan tertinggi TNI, merupakan salah satu pasal yang tak tersentuh amandemen. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa presiden merupakan Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata (Chief of Army).

Presiden memiliki kuasa atas tiga angkatan bersenjata, yaitu angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara, sebagaimana bunyi Pasal 10 UUD 1945, yang menyatakan: “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara”.

Kekuasaan tertinggi Presiden atas angkatan bersenjata bermakna pula bahwa Presiden berkedudukan sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata.

Dengan demikian komando tertinggi angkatan bersenjata berada di tangan seorang Presiden, yang memberikan konsekuensi Presiden dapat mengerahkan segala kekuatan yang dimiliki oleh TNI dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, usaha perdamaian dunia, maupun dalam misi-misi lain diluar kepentingan militer, semisal menanggulangi terjadinya bencana alam dan sebagainya.

Hal ini terkait dengan tugas TNI, sebagaimana termaktub dalam pasal 10 ayat (3) UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yang disebutkan sebagai berikut:

  1. Tentara Nasional Indonesia bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk:
  2. Mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah;
  3. Melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa;
  4. Menjalankan Operasi Militer selain Perang;
  5. Ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.

Baca juga artikel terkait UUD 1945 atau tulisan lainnya dari Ahmad Efendi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ahmad Efendi
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Dipna Videlia Putsanra