Menuju konten utama

Buntut Panjang Salam Satu Jari ala Sri Mulyani dan Luhut

Luhut dan Sri Mulyani dilaporkan ke Bawaslu karena pose 1 jari. Oposisi menilai itu candaan bukan masalah serius.

Buntut Panjang Salam Satu Jari ala Sri Mulyani dan Luhut
Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde berfoto bersama saat media briefing penutupan Pertemuan Tahunan IMF - World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Minggu (14/10/2018). ANTARA FOTO/ICom/AM IMF WBG/Fikri Yusuf/wsj/18.

tirto.id - Saat penutupan agenda IMF-WB di Bali, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde, dan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim berswafoto pada, 14 Oktober 2018. Lagarde dan Yong Kim mengacungkan dua jarinya seperti salam dua jari.

Tiba-tiba Luhut dan Sri Mulyani mengoreksi pose dua petinggi sistem organisasi Bretton Woods itu. Dari pengeras suara, terdengar Sri Mulyani sontak bercanda, "Jangan pakai dua bilang. Not dua, not dua. Two is for Prabowo, one is for Jokowi." Mereka akhirnya bebarengan berpose dengan mengacungkan satu jari.

Rupanya swafoto dibarengi tawa lepas itu berbuntut panjang. Hari ini, Kamis (18/10/2018), Luhut dan Sri Mulyani dilaporkan kelompok advokat nusantara ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) lantaran dianggap menyalahi Pasal 282 dan Pasal 283 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Kedua pasal itu mengatur larangan bagi pejabat negara, Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala desa bertindak, menguntungkan salah satu kandidat Pemilu 2019. Larangan itu termasuk batasan bagi mereka membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan kandidat.

"Kami laporkan atas dugaan penyalahgunaan wewenang untuk kampanye di acara berbiaya APBN [acara IMF-WB]," kata Kuasa Hukum Advokat Nusantara, M Taufiqurrahman kepada reporter Tirto, Kamis (18/10/2018).

Kamis sore, Dahlan Pidou dan Advokat Nusantara datang ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Mereka melaporkan dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan Luhut dan Sri Mulyani.

"Ada dugaan pelanggaran yang dilakukan pejabat negara yaitu Luhut dan Sri Mulyani. Mereka menyebutkan identitas paslon, Jokowi itukan nomor satu," kata Dahlan.

Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menyatakan pihaknya juga berencana melaporkan Sri Mulyani dan Luhut ke Bawaslu, supaya tindakan serupa tidak dicontoh ASN lainnya. Menurut Riza, ASN harus adil, terbuka, transparan, independen, dan bisa membedakan di tempat mana yang layak untuk berkampanye atau tidak.

"Itu juga tindakan yang tak adil, tak bijak, tak profesional, berpihak pada calon. Harusnya pejabat netral," kata Riza di Kantor KPU RI, Jakarta, Rabu (17/10/2018).

Saat dihubungi perihal pelaporan kepada dua menteri Jokowi itu, Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar menyatakan, sudah melihat cuplikan video pose satu jari itu. Fritz menegaskan, Luhut dan Sri Mulyani berpotensi melanggar UU Pemilu.

"Itu mungkin bisa dugaan pelanggaran Pasal 282 sama Pasal 283. 282 yang tindakan pejabat negara yang menguntungkan salah satu pasangan calon," kata Fritz kepada reporter Tirto, Kamis (18/10/2018).

Meski begitu, Fritz mengaku tak mau gegabah memanggil dua anak buah Jokowi tersebut. Bawaslu harus lebih dulu mendalami kasus tersebut.

"Maka saya harus lihat dulu laporannya gimana. Itu masih dugaan, masih berpotensi," tuturnya.

Infografik Ci Kampanye pejabat negara

Kubu Oposisi Anggap Sebatas Canda

Sikap Luhut dan Sri Mulyani saat berswafoto mendapat pembelaan dari Ketua Umum PAN Zulikfli Hasan dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Keduanya menilai yang dilakukan dua menteri Jokowi itu sebatas canda saja dan tak perlu diusut Bawaslu.

"Enggak usah begitu-begitu amat lah [Bawaslu]. Kasihan itu orang bercanda," kata Fahri di Kompleks Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta, kemarin.

Lagi pula, kata Fahri, dari video yang dilihatnya, Lagarde juga tidak tahu maksud dari Sri Mulyani dan Luhut saat awal mula diminta mengganti pose jari.

"Enggak ada pengaruhnya juga kok itu si Lagarde [ke pilpres]," tuturnya.

Fahri justru meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu memaksimalkan warning system kepada para pejabat yang masuk ke dalam tim pemenangan capres atau cawapres tertentu.

"Supaya mereka juga enggak terlalu partisan dan tahu batasnya. Ini kan kadang orang enggak sengaja, bercanda, tapi malah kena," ungkapnya.

Sedangkan Zulkifli Hasan meminta Bawaslu lebih teliti memilah dan memilih kasus yang harus diproses dan tidak. Sebab menurutnya, tidak semua potensi pelanggaran itu dilakukan secara sengaja.

"Saya kira hati-hati, tapi itu saya lihat, saya dengar juga ya, sepertinya kan bercanda. Apa harus dihukum? Walaupun saya pendukung Prabowo, tapi saya serahkan ke Bawaslu lah supaya bijaksana," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding mengaku sudah meminta keterangan dari Sri Mulyani dan Luhut terkait kejadian tersebut.

"Kata mereka kepada saya ya itu memang hanya bercanda," kata Karding kepada reporter Tirto.

Hanya saja, Karding menyatakan, TKN Jokowi-Ma'ruf tetap meminta kepada Sri Mulyani dan Luhut mengikuti seluruh proses yang bakal berlangsung di Bawaslu setelah pelaporan terjadi. "Kami tidak akan menghalangi kinerja Bawaslu. Yang pasti kami serahkan sepenuhnya kepada Bawaslu," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Dieqy Hasbi Widhana