Menuju konten utama

Buntut Ledakan Kilang Balongan yang Sulit Pulih Hitungan Hari

Kilang minyak Pertamina menimbulkan kerugian yang sulit dipulihkan dalam waktu cepat.

Buntut Ledakan Kilang Balongan yang Sulit Pulih Hitungan Hari
Kepulan asap hitam dari kebakaran tangki minyak milik Pertamina RU VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Senin (29/3/2021). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/rwa.

tirto.id - Kilang minyak milik PT Pertamina di Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat terbakar hebat hingga menimbulkan ledakan pada Senin (29/3/2021) dini hari. Peristiwa tersebut menyebabkan lima orang mengalami luka berat, 15 lainnya luka ringan, 3 orang masih hilang, dan seribuan warga sekitar terpaksa mengungsi mengingat suhu panas terasa sampai jarak 5 kilometer.

Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan perusahaan telah melakukan shutdown fasilitas tersebut dan mencegah perluasan wilayah terbakar. Sementara terkait sebab, dia bilang “masih investigasi dengan pihak berwenang.” “Sehingga fokus kami adalah untuk menyelesaikan kondisi darurat di lapangan,” kata dia kepada wartawan, Senin.

Sementara Corporate Secretary Subholding Refining & Petrochemical PT Kilang Pertamina Internasional Ifki Sukarya menjelaskan, meski penyebab kebakaran belum diketahui pasti, akan tetapi ketika kejadian “sedang turun hujan deras disertai petir”.

Selain korban jiwa, tentu saja Pertamina sendiri mengalami kerugian. Direktur Logistik, Supply Chain, dan Infrastruktur PT Pertamina Mulyono mengatakan ratusan ribu barel BBM habis dilalap api. “Kira-kira kehilangan produksi 400 ribu barel,” kata dia dalam konferensi pers, Senin.

Akibatnya, sejumlah fasilitas umum yang semula mengandalkan pasokan BBM dari kilang ini harus dialihkan pasokannya dari sejumlah kilang lain yang masih beroperasi. Misalnya Bandara Halim yang untuk sementara terpaksa harus mengambil stok avtur dari Bandara Soekarno-Hatta. Kemudian Bandara Ahmad Yani yang mengambil stok avtur dari Fuel Terminal atau Terminal Bahan Bakar (TBB) Rewulu (DIY Yogyakarta).

Meski kehilangan stok, Mulyono mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir karena bahan bakar akan dipasok dari kilang lain seperti kilang Cilacap dan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang masing-masing memiliki produksi 300 ribu barel dan 500 ribu barel.

Mustahil Bisa Operasi Normal

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan dua strategi yang diungkap Pertamina untuk mengatasi masalah imbas kebakaran tidak mungkin dilakukan. Pertama mengenai target pemulihan dan perbaikan kilang yang bisa selesai dalam 4-5 hari.

“Saya enggak yakin perbaikan bisa dilakukan 4-5 hari karena kebakaran tadi menimbulkan kerusakan ke kilang. Kalau 5 hari kemudian kilang sudah bisa beroperasi, itu cukup berbahaya juga,” kata dia kepada reporter Tirto, Senin.

Selain itu strategi untuk menutup 400 ribu barel minyak yang hilang dari tempat lain tidak bisa dilakukan dengan mudah. Fahmi mengatakan bahwa kilang yang eksisting saat ini itu rata-rata sudah berumur tua dan memiliki kapasitas produksi yang terbatas; sementara kilang yang akan dikembangkan seperti Kilang Cilacap, Tuban, Bontang belum mulai dibangun.

“Saya enggak yakin keterangan Pertamina soal pengalihan produksi bisa dilakukan ke kilang lain. Maka alternatifnya adalah menambah impor untuk memenuhi kebutuhan minyak di dalam negeri,” kata dia.

Senada dengan Fahmi, Direktur Eksekutif Institute For Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menjelaskan Pertamina lebih mungkin untuk menutup kekurangan produksi melalui impor dibanding dari kilang lain.

“Kalau dilihat 125 ribu barel/hari itu 15-17 persen dari total produksi BBM domestik. Untuk jangka pendek 7-14 hari seharusnya aman karena seharusnya Pertamina punya keamanan stok untuk distribusi BBM 15-21 hari. Tapi kalau masih bermasalah, belum bisa operasi, masih bisa impor karena dua minggu beli minyak di pasar spot masih bisa dilakukan,” kata dia kepada reporter Tirto, Senin.

Fabby mengatakan kejadian ini harus jadi pelajaran bagi perusahaan migas pelat merah itu. Melihat besarnya dampak dan kerugian yang ditimbulkan, keamanan fasilitas pengolahan minyak dan gas harus jadi perhatian serius. Perhatian yang dimaksud bukan hanya menyasar pada kepatuhan tenaga manusia terhadap protokol keselamatan di lokasi, tetapi juga fasilitas lain seperti pengamanan petir hingga manajemen pencegahan dampak bencana seperti gempa bumi dan tanah longsor.

“Pertamina pasti punya cara untuk mempertebal proteksi ke kilang lainnya. Ini harus dobel proteksinya supaya enggak terulang,” tandas dia.

Baca juga artikel terkait KEBAKARAN KILANG MINYAK atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino