Menuju konten utama

Buni Yani Ucapkan Sumpah Mubahalah di Sidang Vonis Hari Ini

Melalui sumpah itu, Buni menyumpahi orang-orang yang menuduhnya memotong video dan yang menyatakannya bersalah karena tuduhan itu akan dilaknat Allah.

Buni Yani Ucapkan Sumpah Mubahalah di Sidang Vonis Hari Ini
Terdakwa kasus dugaan pelanggaran UU ITE Buni Yani berjalan menuju ruang sidang untuk menjalani sidang lanjutan di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/10/2017). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id -

Terdakwa pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Buni Yani mengucapkan sumpah mubahalah di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung.

Buni yang datang mengenakan baju putih lengan panjang menyatakan dirinya tidak pernah memotong video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.

"Saya sudah bersumpah mubahalah. Sumpah yang paling tinggi dalam agama Islam. Bahwa saya tidak pernah memotong video," kata Buni di sebelum sidang yang bertempat di Gedung Arsip dan Perpustakaan, Jalan Seram, Kota Bandung dimulai, Selasa (14/11/2017).

Melalui sumpah itu, Buni menyumpahi orang-orang yang menuduhnya memotong video dan yang menyatakannya bersalah karena tuduhan itu akan dilaknat Allah. "Bila hari ini saya diputus bersalah melakukan pemotongan video, orang yang menuduh saya dan memutus perkara ini karena menuduh saya, maka mudah-mudahan orang-orang tersebut kelak akan dilaknat Allah," ujar Buni.

Usai menyampaikan sumpahnya, Buni memekikkan takbir yang kemudian diikuti oleh para pendukungnya di dalam ruang sidang.

"Amiin, Allahuakbar," teriak massa.

Sumpah Buni ini bukanlah yang pertama. Dalam sidang beragenda duplik yang digelar pada Selasa (31/10/2017) lalu Buni juga melakukan sumpah serupa. Saat itu ia tiba-tiba memegang Alquran dan menempelkannya di atas kepala. Ia melakukan sumpah mubahalah untuk menyatakan tidak pernah memotong video pidato Basuki.

Saat ini, majelis hakim yang dipimpin M Saptono tengah membacakan uraian saksi secara bergantian dengan tiga hakim anggota lainnya.

Penyidik Polda Metro Jaya menjadikan Buni Yani sebagai tersangka terkait penyebaran video Basuki Tjahaja Purnama yang bermuatan SARA pada Rabu, 23 November 2016. Kasus hukumnya terjadi karena mengunggah penggalan video pidato Gubernur DKI Jakarta saat itu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait pidato yang menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu.

Dalam dakwaan yang dibacakan pada Selasa (3/10/2017), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Andi M Taufik menuntut Buni dua tahun penjara dan denda Rp100 juta dengan subsider tiga bulan kurungan. Jaksa menilai Buni secara sah meyakinkan telah melanggar UU ITE.

Buni didakwa dengan pasal 32 ayat 1 jo pasal 48 ayat 1 yang berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik".

Atas tuntutan tersebut, Buni tidak terima. "Sekarang ini yang terjadi, bahwa saya dituduh memotong video, tapi saya yang disuruh membuktikan saya tidak memotong video, kan stupid gitu loh. Gimana ceritanya, belajar ilmu hukum dari mana?" ujar Buni Yani.

Polisi menerapkan pengamanan berlapis demi menjaga keamanan sidang Buni. Sekitar 1.032 personel dari pasukan antihuru hara, Brimob, dan aparat kepolisian lainnya dikerahkan untuk mengamankan sidang. Selain itu polisi juga menyiapkan tiga uni barracuda, satu mobil water canon, dan pagar kawat berduri sepanjang kurang lebih 20 meter di depan pintu masuk gedung sidang.

"Pola pengamanan sendiri, kita terapkan empat ring," ujar Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Bandung Kombes Pol Hendro Pandowo. Pengamanan meliputi ruang sidang, gedung sidang, halaman depan gedung, dan jalur lalu lintas di sekitar gedung sidang.

Baca juga artikel terkait KASUS BUNI YANI atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Hukum
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Maya Saputri