Menuju konten utama
Azyumardi Azra (1955-2022)

Bunga Rampai Duka Untuk Azyumardi Azra

Azyumardi Azra, sering dipanggil Prof Azra, Pak Azyu, kadang juga Pak Edi, wafat pada 18 September 2022.

Bunga Rampai Duka Untuk Azyumardi Azra
Azyumardi Azra

tirto.id - Indonesia baru saja mengalami kehilangan besar. Azyumardi Azra, sering dipanggil Prof Azra, Pak Azyu, kadang juga Pak Edi, wafat pada 18 September 2022. Lahir di Lubuk Alung, Sumatera Barat, 4 Maret 1955, Azra tumbuh menjadi akademisi dan intelektual tersohor.

Lulus dari Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah pada 1982, ia melanjutkan studi ke Columbia University dan meraih dua gelar Master of Arts di Departemen Bahasa dan Budaya Timur Tengah (1988), serta Master of Philosophy di Departemen Sejarah (1990).

Azra juga mendapatkan gelar Doctor of Philosophy di kampus yang sama pada 1992 dengan disertasi berjudul "The Transformation of Islamic Reformism to Indonesia: Network of Middle Eastern and Malay-Indonesian 'Ulama in the Seventeenth and Eighteent Centuries".

Disertasinya kemudian diterbitkan oleh Allen Unwin, Asosiasi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Amerika (AAAS), Hawai University Press, dan KITLV Press. Di Indonesia, disertasi tersebut diterbitkan Mizan dengan judul "Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII pada 1994.

Meninggalnya Azra membuat banyak orang berduka dan merasa kehilangan. Para kolega, akademisi, politisi, mantan mahasiswanya, berbondong-bondong menuliskan obituari, pengalaman personal, dan juga riwayat persinggungan akademik dengan Azra. Bunga rampai duka ini turut mengantar Azra, salah satu akademisi paling berpengaruh di Indonesia, menuju keabadian.

Selamat jalan, Profesor!

Alan Feinstein

Director AMINEF-Fulbright Indonesia

Terribly saddened by the news of the death of Azyumardi Azra, one of Indonesia's most brilliant intellectuals, an important figure in Islamic studies in Southeast Asia, a respected historian -- and a good, kind, and thoughtful human being.

He used a Fulbright grant to do his initial PhD work at Columbia U with prof William Roff, but ran out of funds. He came to Ford Foundation when I was program officer there and Ford gave him a grant to go back to finish writing the dissertation there.

Prof Azyumardi always liked to tell me that since the grant from FF was more than enough, he used the surplus to do the hajj, and therefore I would receive a reward in the afterlife for helping a pilgrim fulfill his ritual obligation.

Pak Azyumardi should receive his own full rewards in heaven for his many good deeds and good life. The many organizations, universities, grant foundations, government agencies that he served, will miss him. I will miss him as a friend, too. My condolences to his family. Selamat jalan, Pak Azyumardi.

Komarudin Hidayat

Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)

Selamat jalan Ed, kita bersahabat sejak sama-sama aktif di HMI Ciputat dan merangkap jadi wartawan majalah Panji Masyarakat di bawah asuhan Buya Hamka. Kamu punya visi dan determinasi kuat untuk tumbuh jadi ilmuwan dan kamu buktikan dengan meraih doktor ilmu sejarah di Universitas Columbia.

Kamu bertumbuh lebih dari sekadar seorang ilmuwan, melainkan juga intelektual sejati yang menjaga independensi dan integritas. Komunitas intelektual Ciputat ikut bangga dengan kiprahmu di panggung global. Kamu mengenalkan khazanah tradisi dan intelektual Nusantara pada dunia, yang kemudian diikuti dan dilanjutkan oleh para junior dan mahasiswamu.

Kami semua kehilangan dirimu. Kamu kadang terbang tinggi di atas awan menjelajahi dunia sendirian, mirip "eagle flying alone". Tapi kamu juga punya rumah intelektual di Ciputat membina para juniormu. Indonesia kehilangan intelektual sejati yg selalu menjaga dan memperjuangkan integritas. Terima kasih atas semua jasa dan warisanmu, terutama karya tulismu yg akan membuat nama dan pikiranmu selalu hidup dan dikenang.

Tak akan terlupakan, di tanganmu IAIN Ciputat berubah jadi UIN yg kemudian menginspirasi IAIN lain di Indonesia turut berubah jadi UIN. Kamu mendahului kami pulang ke rumah ilahi dalam perjalanan mulia untuk memberikan pencerahan dalam acara seminar di Kuala Lumpur. Sebuah perpisahan mendadak yang sangat mengagetkan, menyedihkan tapi juga membanggakan.

Aku lega bisa menjemput kepulangan jasadmu di bandara Soekarno-Hatta bersama Pak Jusuf Kalla meski tengah malam dan juga menyaksikan acara pemakamanmu di TMP Kalibata. Melihat banyaknya karangan bunga belasungkawa atas kepulanganmu dan sekian banyak tokoh intelektual yang hadir ke TMP tanpa diundang, kesemua itu menunjukkan status sosialmu yang terhormat dan dicintai di tengah masyarakat Indonesia. Semoga kamu berbahagia dan damai di rumah barumu, berjumpa dengan teman seperjuangan.

Philips J. Vermonte

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Islam Internasional Indonesia

Waktu akan apply Fulbright scholarship tahun 2004, di CSIS Bu Clara picked up the phone and called Pak Azyumardi Azra.

"Ini mas, Philips akan apply Fulbright. Mas bisa kah bantu letter of recommendation?"

Saya sedang mendiskusikan aplikasi saya itu dengan Bu Clara.

Bu Clara lantas membuatkan draft surat, esok paginya saya diminta ke kantor Pak Azra membawa draft itu dalam sealed envelope untuk dibaca dan ditandatangani. Di kantornya sebagai Rektor IAIN/UIN di Ciputat waktu itu saya ngobrol atau tepatnya "diinterview" Pak Azra. Akhirnya surat itu ditandatangani Pak Azra dan dimasukkan kembali dalam sealed envelope. Saya tidak tahu isinya.

"Ini bisa disubmit bersama aplikasinya, jangan kamu buka ya suratnya," kata Pak Azra sambil tersenyum jenaka.

Fast forward 31 Agustus 2022. Satu panel dengan pak Azra dalam sebuah diskusi terbatas di Lemhanas. Saya ditempatkan duduk persis bersebelahan dengan Pak Azra.

"Kamu tahu, kita harus berusaha punya basis ekonomi sendiri, agar bisa independen sebagai scholar. Dari gaji sebagai dosen tidak akan cukup," katanya pada saya.

Saya mengangguk, walaupun saya tidak tahu bagaimana caranya, Pak Azra, saya tahu, punya caranya sendiri. Lalu kami chit chat macam-macam hal, banyak sekali pertanyaan mengenai kampus UIII tempat saya bekerja dan mengajar saat ini.

Lalu saya memperhatikan pak Azra dengan buku agenda kecilnya yang tampak lusuh karena sering dibuka dan dituliskan jadwal kegiatannya yang padat sekali. Saya intip agenda berwarna coklat itu, penuh sekali. Diam-diam saya ambil fotonya.

Sesekali Pak Azra membuka WA message-nya, lalu memindahkan, mungkin undangan acara, ke buku agenda kecil itu. Saya melihat a glimpse of a great mind at work.

Ia intelektual milik publik yang hari ini merasa amat kehilangan.

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Alfatihah. Selamat beristirahat Pak Azra. Pahala mengalir hingga jauh dengan ilmu yang telah tersebar dan doa-doa dari banyak orang.

Usman Hamid

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia

Kami keluarga besar Amnesty turut berduka cita atas wafatnya Azyumardi Azra, salah satu sosok yang lantang menyuarakan nilai-nilai hak asasi manusia.

Pertama kali mengenal dekat sosoknya adalah ketika ia menjabat rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Di masa kepemimpinannya, ia kerap mengajak kami menghadiri forum-forum diskusi seputar Islam dan HAM.

Selama mengenalnya, saya kagum karena ia menyuarakan nilai-nilai hak asasi manusia dalam khazanah pemikiran Islam yang moderat, sekaligus mencoba terus menjembatani pemikiran-pemikiran kebangsaan, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Dia termasuk intelektual Muslim yang gigih membela gerakan anti korupsi dan hak asasi manusia, termasuk perlindungan hak-hak asasi kaum minoritas.

Kalau meminjam istilah Kuntowijoyo, ia dapat tergolong sejarah profesional yang produktif bukan hanya dalam menuliskan sejarah. Bahkan lebih jauh lagi dalam menggunakan kemampuan dan pemahaman sejarahnya untuk menjembatani jurang pengetahuan dan kesadaran masyarakat Indonesia terkait perdebatan demokrasi dan Islam, atau demokrasi dan keadilan sosial, dan berbagai tema lainnya.

Baca juga artikel terkait OBITUARI atau tulisan lainnya dari Redaksi

tirto.id - Humaniora
Penulis: Redaksi
Editor: Nuran Wibisono