Menuju konten utama

"Bumi Sebulat dan Sedatar Uang Koin"

Bumi bulat? Bumi datar? Memang kenapa kalau datar? Kalau bulat apa masalahnya buat Anda? Kalau datar apa jadinya? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu akhir-akhir ini marak di jagat maya. Bumi datar atau flat earth kembali menjadi buah bibir.

Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas 45 Makassar melakukan aksi memperingati hari bumi di Makassar, Sulawesi Selatan. [Antara foto/Sahrul Manda Tikupadang]

tirto.id - “Coba lo jelasin dong kenapa bisa dibilang bumi datar?”

Kalimat itu membuka diskusi anak-anak muda di sebuah kafe di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan akhir pekan lalu. Perdebatan ringan pun muncul dalam diskusi yang dihadiri mereka yang berlatar ragam profesi.

Mereka adalah anak-anak muda yang gelisah dan penasaran terhadap “hal baru”. Diskusi malam itu akhirnya membuahkan kesepakatan membentuk sebuah komunitas flat earth. Mereka sepakat memverifikasi semua alibi yang menjadi landasan para penganut bumi datar yang pengikutnya banyak di Amerika Serikat (AS).

Bumi datar sudah menjadi obrolan dunia maya sejak beberapa tahun lalu. Perdebatannya bahkan sudah ada sejak lebih dari satu abad silam. Topik ini kembali menjadi pembicaraan hangat di Indonesia dalam beberapa pekan terakhir. Di era digital, informasi yang simpang siur bermunculan sehingga memunculkan beragam teori. Salah satunya intrik bisnis di balik perdebatan.

“Kalau flat earth ini ramai, bisa jadi peluang bisnis jual kaos bumi datar nih,” celetuk seorang peserta diskusi.

Benarkah kampanye flat earth ujung-ujungnya soal bisnis dan uang? Bagi penggiat flat earth, mereka mencoba menentang apa yang disebut para “Elit Global” yang menguasai semua lini dunia dari militer, politik, science. Termasuk soal keberadaan National Aeronautics and Space Administration (NASA) yang dianggap penuh konspirasi “Elit Global”.

Akhir dari alibi mereka adalah mempertanyakan sistem tatanan keuangan ekonomi global termasuk keberadaan Bank Dunia dan IMF yang menjadi kerajaan uang dan utang bagi negara-negara di dunia. Juga menyangkut bisnis besar para elit dunia, salah satunya bisnis peluncuran satelit bernilai ribuan triliun rupiah.

Flat earth adalah simbol perlawanan terhadap sistem yang zalim,” jelas sebuah video tentang flat earth.

Mempertanyakan Soal Uang

Para penganut flat earth memang menggunakan teori-teori ilmiah dan logis. Gambaran ringan soal pemikiran flat earth dapat dilihat dari situs flatearth101.wordpress.com yang menampilkan 9 video rinci menjelaskan dari A sampai Z berbagai alasan logis untuk menunjang konsepsi mereka. Setidaknya ada tiga alasan logis mereka yang mudah dicerna oleh kalangan awam.

Pertama, soal pembuktian bumi datar dari meneropong kapal laut yang berlayar di tengah lautan. Dengan teropong, kapal laut yang berlayar terlihat utuh meski jaraknya sangat jauh dari pandangan mata. Teori ini mencoba mematahkan “kebenaran” umum yang sudah dipercayai selama 500 tahun bahwa layar kapal di lautan akan muncul lebih dahulu saat dilihat dari kejauhan, karena terhalang lengkungan permukaan bumi.

Kedua, hukum perspektif. Hukum perspektif ini sebagai bukti untuk mendukung gagasan mereka bahwa benda yang makin jauh maka wujudnya makin mengecil bahkan makin tak terlihat hingga menghilang. Konsepsi bumi datar meyakini bumi memiliki titik pusat yaitu kutub utara sedangkan garis lingkar tengah (ekuator) merupakan garis lintasan bumi dan bulan yang tingginya berdekatan dengan bumi yang datar. Kedua benda langit itu memutari bumi. Kejadian terbit dan terbenamnya matahari adalah konsekuensi dari hukum perspektif tadi.

Ketiga, yang menjadi andalan mereka yaitu soal jalur penerbangan pesawat komersial di dunia yang tak pernah melintas di sisi selatan bumi, padahal menurut mereka itu merupakan jarak terdekat untuk menghubungkan kota dan negara-negara di benua bagian selatan. Kenyataannya perjalanan pesawat udara berputar jauh bila menggunakan peta bumi bulat (globe), tapi dengan peta bumi datar dianggap lebih logis karena jalur penerbangan antar kota dan negara berada dalam garis lurus.

Intinya, dengan bumi datar maka konsepsi penggunaan satelit sebuah kebohongan besar. Sistem GPS yang selama ini buah karya dari teknologi satelit tak lain hanya sebuah teknologi sederhana dengan menggunakan menara-menara relay antar benua. Mereka percaya manusia tak bisa menembus angkasa karena ada selubung atau perisai langit yang tak bisa ditembus teknologi manusia.

Mereka juga mempertanyakan soal bisnis satelit dan keberadaan lembaga antariksa Amerika Serikat (NASA) yang dianggap jadi dalang kebohongan soal konsepsi bumi bulat. Berdasarkan data Union of Concerned Scientists (UCS), hingga Desember 2015 tercatat ada 1.381 satelit yang ada di luar angkasa dan masih beroperasi, meliputi satelit komersial, pemerintah, militer, dan sipil.

Harga sebuah satelit tentunya beragam, tapi sebagai gambaran mengacu pada satelit milik PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), yang belum lama meluncur ke orbit pada 18 Juni 2016, harganya Rp3,375 triliun. Artinya bisnis satelit di dunia sedikitnya Rp4.660,87 triliun. Angka ini belum menghitung harga satelit yang lebih mahal dan yang sudah tak beroperasi lagi.

Para flat earth society memandang NASA sebagai badan yang tak kredibel. NASA bagi mereka sebuah badan yang sulit diaudit, dan menjadi bagian dari konspirasi “Elit Global” untuk melanggengkan dogma science yang mereka anggap sesat. Pemikiran para penggiat flat earth tentunya banyak menuai kontra terutama dari mereka yang selama ini sudah meyakini bumi bulat seperti kebanyakan orang di dunia ini.

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin termasuk yang gerah dengan adanya kampanye flat earth ini. Ia mengunggah status di Facebook soal sangkalan tentang flat earth. Thomas mengimbau masyarakat agar menganggap video dan segala kampanye flat earth hanya sebagai tontonan fiksi, dan tak perlu ditanggapi serius.

“Banyak yang bertanya soal bangkitnya kembali pemahaman "Flat Earth". Pemahaman itu tergolong pseudo science alias sains semu. Dikemas seolah-olah ilmiah, sesungguhnya tidak mempunyai dasar ilmiah sama sekali. Ketika dikaitkan dengan dalil-dalil Al-Quran, itu pun berdasarkan tafsir lama. Abaikan saja pemikiran "Flat Earth" tersebut,” seru Thomas dalam akun Facebook-nya yang diunggah dua pekan lalu.

Apapun sanggahan kaum yang tak senapas dengan penggiat flat earth, tapi kampanye bumi datar cukup sukses menjadi viral di publik. Dalam mesin pencarian google, kata “flat earth” membuahkan 13.500.000 hasil pencarian (0,68 detik). Sebuah angka yang sangat besar, meski masih kalah jauh dengan pencarian kata “pokemon go” yang menghasilkan 49.600.000 hasil (0,39 detik). Fakta lain keberadaan kampanye masif flat earth memunculkan anggapan bahwa konsepsi ini ditunggangi sebagai sarana mencari uang atau bisnis.

Memakai Bumi Datar

Para anggota flat earth society mulai melancarkan teorinya di dunia maya sejak 2004. Sampai pada November 2010, muncul forum diskusi soal gagasan ini di jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook. Saking populernya, Bad Religion sebuah band beraliran punk yang dibentuk pada 1979 di Southern California, AS membuat lagu yang berjudul “flat earth society”. California merupakan markas flat earth society yang jumlah anggotanya di dunia hingga 2014 hanya 554 orang.

Populernya istilah flat earth, langsung ditunggangi oleh bisnis. Misalnya sebuah perusahaan jasa desain asal Bristol Inggris menggunakan merek dagang “flat earth”. Flat earth juga dipakai sebagai nama untuk perusahaan logistik hingga operator petualangan arung jeram.

Tak sampai di situ, flat earth jadi sebuah judul buku yang mengungkap skandal penyadapan telepon yang mengguncang raksasa media, News Corp pimpinan Rupert Murdoch beberapa tahun lalu. Nick Davies, seorang wartawan surat kabar The Guardian, London, membuat laporan tentang hal itu pada 2009 dan membukukannya pada 2012.

"Davies, penulis buku laris “Flat Earth News” bermaksud untuk memberikan komentar tentang skandal News International, termasuk fakta-fakta baru," kata penerbit seperti dikutip dari Antara.

Selain itu, bangkitnya pemikiran soal bumi datar tentunya akan memberikan peluang lebih besar bagi perusahaan-perusahaan swasta yang menawarkan pelesir ke luar angkasa. Orang-orang seperti Richard Branson (Virgin Galactic), Jeff Bezos (Blue Origin), dan Elon Musk (SpaceX) bakal dapat durian runtuh dengan rasa penasaran orang untuk melihat bumi dari angkasa. Pada 28 April 2001, Dennis Tito menjadi turis pertama yang berlibur di luar angkasa. Biaya yang dikeluarkan Tito hingga 20 juta dolar AS atau kira-kira Rp266,7 miliar. Sayangnya waktu itu, para komunitas flat earth society sedang tenggelam, belum terkenal seperti sekarang ini.

Masih belum percaya flat earth ujung-ujungnya soal uang? “Sorry. Out of Stock.” Demikian pengumuman bagian penjualan kaos dan souvenir komunitas flat earth society dalam situs resminya www.theflatearthsociety.org. Mereka menerima pembayaran Paypal atau Bitcoin untuk setiap pembelian kaos dan souvenir seperti gantungan kunci, stiker, kartu pos, magnet dan lain-lain seputar flat earth.

Perdebatan antara penganut bumi bulat dan datar bakal tak berakhir karena masing-masing pihak punya bukti-bukti yang mereka yakini benar. Namun, hanya satu hal yang bisa menyatukan mereka, ya apalagi kalau bukan soal uang. Sebuah uang koin bisa menggambarkan sebagai jalan tengah bagi perseteruan keduanya. Dari uang koin bisa ditengahi perbedaan itu dan tak bisa disanggah. Uang koin berbentuk bulat dan sekaligus datar. Masih ada yang berani menyangkal?

Baca juga artikel terkait MEDIA SOSIAL atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti