Menuju konten utama

Bulan Madu Singkat Megawati dan Amien Rais saat Reformasi

Megawati dan Amien Rais sama-sama vokal saat menyerukan reformasi pada 1998. Kembali dekat saat pemerintahan Gus Dur bermasalah.

Bulan Madu Singkat Megawati dan Amien Rais saat Reformasi
Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais mengacungkan ibu jari sebelum menemui Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di gedung KPK, Jakarta, Senin (29/10/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

tirto.id - Jumat (17/5/2019) pekan lalu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengunggah foto lama di akun Instagramnya. Tampak di dalamnya Sultan Hamengku Buwono X, Abdurrahman Wahid, Megawati Sukarnoputri, dan Amien Rais duduk bersama dalam suasana hangat. Di belakang para tokoh itu tampak beberapa aktivis mahasiswa mengenakan almamater khasnya masing-masing.

"Nostalgia tempoe doeloe... Religius-nasionalis... bersatu. Hamengku Buwono X, Gus Dur, Bu Mega dan pak Amien Rais. Indahnya persaudaraan dan persatuan," demikian tulis Gubernur Khofifah pada bagian caption foto.

Foto yang seturut caption merupakan dokumentasi M. Rizal dari Museum Kepresidenan itu merupakan rekaman visual Deklarasi Ciganjur pada 10 November 1998.

Pertemuan keempat tokoh reformasi itu digagas oleh Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ). Tujuan pertemuan itu adalah mencoba menyatukan arah gerakan reformasi di antara kelompok-kelompok yang ada kala itu. Sebagaimana sebutannya, beberapa deklarasi penting diumumkan hari itu, di antaranya percepatan pemilu, penghapusan dwifungsi ABRI, dan pembubaran PAM Swakarsa yang bikin rusuh.

Yang menarik dari unggahan Gubernur Khofifah itu tentu saja kiprah para tokoh itu kini. Sultan HB X kini hampir-hampir tidak melibatkan diri dalam politik elit Jakarta dan Gus Dur sudah almarhum. Hanya Megawati dan Amien Rais yang kini masih aktif.

Pada masa-masa awal Reformasi itu Megawati dan Amien Rais bisa duduk bersama. Kini keduanya sudah berbeda jalan. Megawati berada di gerbong pendukung paslon 01 Joko-Widodo-Ma’ruf Amin sementara Amien Rais mendukung paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Karena itu menjadi menarik mengulik pasang surut hubungan kedua bintang reformasi ini di masa dua dekade silam. Seperti apa pasang-surut hubungan kedua tokoh ini?

Renggang Gara-gara Megawati Gagal Jadi Presiden

Jika kembali ke masa membesarnya gerakan Reformasi, tak bisa dipungkiri mereka adalah salah dua tokoh yang paling vokal menyuarakan pergantian kekuasaan. Setidak-tidaknya Amien Rais sudah bicara tentang suksesi sejak 1993. Sementara Megawati membawa PDI jadi oposan pemerintah.

Sebagai orang di luar MPR dan tak berpartai—rezim Soeharto tak mengakui kepemimpinan Megawati di PDI, tentu saja itu mentok jadi wacana. Tapi tak bisa dinafikan ia dan Amien Rais telah mempunyai pendukung setia.

Tidak seperti Megawati yang cenderung pendiam, Amien Rais lebih aktif. Sejak awal Januari 1998, Amien Rais sudah mengeluarkan pernyataan-pernyataan untuk mendekat pada Megawati dan Gus Dur. Dasarnya, menurutnya, antara dirinya dan Gus Dur serta Megawati memiliki kesamaan cita-cita, yaitu ingin menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Jika kerja sama itu berhasil akan menghasilkan daya dorong dan daya hentak politik yang kuat.

Amien Rais dan Megawati lantas bertemu pada 16 Januari 1998 di rumah tokoh PNI Supeni. Pertemuan itu menegaskan kesamaan cita-cita reformasi keduanya, yaitu negara yang lebih demokratis, perbaikan ekonomi, dan pemberantasan KKN.

"Dan tentu secara riil, kami memang ingin melihat dilakukannya suksesi kepemimpinan nasional secara transparan, bertanggung jawab dan jujur," ujar Amien Rais tentang pertemuannya dengan Megawati sebagaimana dikutip Kompas (16/1/1998).

Hubungan kedua tokoh ini tampak baik-baik saja hingga Deklarasi Ciganjur terjadi. Kala itu Amien Rais mendirikan Partai Amanat Nasional dan Megawati mendirikan PDI Perjuangan. Kendati keduanya jelas akan jadi kompetitor dalam Pemilu 1999, deklarasi di kediaman Gus Dur itu masih menerbitkan harapan bahwa para tokoh yang terlibat akan tetap berjalan seiring.

Hubungan Amien Rais dan Megawati mengalami masa surut setelah Pemilu 1999. PDI Perjuangan berhasil mengantongi 33,74 persen suara dan jadi yang tertinggi di antara 47 partai peserta lainnya. Dengan demikian, PDI berhasil menguasai 153 kursi di DPR. Sementara PAN hanya mampu meraup 7,12 persen suara.

Dengan modal itu Megawati cukup percaya diri bisa terpilih jadi presiden menggantikan Habibie. Namun, target itu pupus karena Amien Rais menginisiasi terbentuknya koalisi Poros Tengah dan mendukung Gus Dur jadi presiden. Saat itu Amien Rais berargumen bahwa Gus Dur adalah sosok yang dapat diterima oleh berbagai golongan. Namanya pun cukup menjanjikan di dunia internasional karena ide-ide pluralismenya.

Berbeda dengan Megawati yang hanya kuat di kalangan pendukungnya. Kursi mayoritas di DPR ternyata bukan modal yang cukup untuk memenangi pemilihan presiden di MPR. Amien Rais juga menilai Megawati kurang luwes bergerak.

“Saya tak yakin Mega dapat menjalankan agenda Reformasi,” kata Amien Rais sebagaimana dikutip Zaim Uchrowi dalam biografi Mohammad Amien Rais Memimpin dengan Nurani (2004, hlm. 258).

Pada 20 Oktober 1999, Gus Dur akhirnya terpilih sebagai presiden dalam Sidang MPR yang dipimpin Amien Rais. Kemenangan itu bikin suasana menegang. Ketika berita itu disiarkan massa pendukung Megawati di beberapa daerah ricuh.

Zaim mencatat massa Megawati di Surakarta pun tak terkendali. Mereka mempersalahkan Amien Rais sebagai biang keladi kekalahan patronnya.

“Massa pun menyerbu rumah tinggal ibu Amien Rais di Kepatihan Kulon, Solo. [...] Rumah itu dirusak. Berbagai isinya dikeluarkan dan dibakar,” tulis Zaim (hlm. 267).

Suasana baru terkendali setelah keesokan harinya Megawati berhasil dirangkul untuk ikut dalam pemilihan wakil presiden. Ia berhadapan dengan Hamzah Haz dari PPP dan berhasil menang.

Merapatkan Barisan Membendung Dekrit Gus Dur

Hubungan Megawati dan Amien Rais mulai membaik pada tahun berikutnya. Gaya Gus Dur yang eksentrik selama beberapa bulan menjabat mulai membuat gerah sejumlah pihak. Amien Rais dan Megawati pun tak lepas dari kejengkelan itu.

Amien Rais jengkel ketika Gus Dur memecat Bambang Sudibyo dari jabatan menteri keuangan. Padahal politikus PAN itu ikut membantu memenangkan Gus Dur saat pemilihan presiden di MPR.

“Gus Dur tak dapat dipegang oleh siapapun,” keluh Amien Rais sebagaimana dicatat Zaim (hlm. 273).

Sementara itu, Megawati juga dibikin jengkel kala Gus Dur memecat Laksamana Sukardi dari jabatan menteri BUMN. Kala itu Laksamana Sukardi adalah anak asuh kesayangan Megawati dan tokoh penting di PDI Perjuangan. Megawati kecewa berat karena Gus Dur tak berkonsultasi lebih dulu sebelum mencopot Laksamana.

“Ia tidak menghubungi Megawati untuk meminta nasihat dari sang wapres. Ketika Megawati mendengar berita ini kabarnya ia mengeluarkan air mata dan segera terbang ke Singapura untuk menghibur hatinya yang gundah,” tulis Greg Barton dalam Biografi Gus Dur (2017, hlm. 400).

Atas langkah-langkah Gus Dur itu, Amien Rais mulai mendekati PDI Perjuangan dan Golkar untuk menyusun koalisi baru pada Mei 2000. Namun, hingga diadakannya Sidang Tahunan MPR pada Agustus, posisi Gus Dur Masih aman.

Infografik megawati amien rais

Infografik megawati amien rais. tirto.id/Quita

Amien Rais mulai tegas menarik dukungannya untuk Gus Dur pada Desember 2000. Sejak itu Amien Rais mencoba mengalihkan dukungannya kepada Megawati. Terlebih, posisi Gus Dur kian goyah karena pada Januari 2001 DPR memberi memorandum kepada Gus Dur untuk dua skandal korupsi yang melibatkan orang dekatnya. Gus Dus mengelak dan mencuatkan ide dekrit membubarkan DPR.

Pada awal Maret, Megawati mengeluarkan pernyataan bahwa ia tak pernah jadi pendukung Gus Dur sebagai presiden. Ia bekerjasama dengan Gus Dur semata karena ia terpilih jadi wakil presiden.

Atas pernyataan itu Amien Rais tak langsung menyatakan persetujuannya. Alih-alih, ia memberi isyarat bahwa Gus Dur tugas sejarah Gus Dur sebagai presiden sudah habis. Jika Gus Dur lengser, secara konstitusional jabatan presiden akan beralih kepada Megawati. Amien Rais juga menambahkan bahwa selama menjabat Gus Dur terbukti tidak mampu menstabilkan keadaan dan sukar dinasihati.

“Mega sudah makin bulat, yakin, memang tugas sejarah akan jatuh ke pundak dia, karena Gus Dur diberi kesempatan 1,5 tahun lebih namun tidak mampu memimpin bangsa dan negara ini," kata Amien Rais sebagaimana dikutip Kompas (2/3/2001).

Gara-gara itu Amien Rais kesabaran Amien Rais habis. Pada 21 Maret 2001 Amien Rais memastikan akan terselenggaranya Sidang Istimewa MPR jika Gus Dur sampai ada memorandum kedua dari DPR.

"Hampir bisa dipastikan, dalam satu bulan DPR berkirim surat ke MPR untuk menggelar sidang istimewa," kata Amien Rais sebagaimana dikutip laman Tempo.

Kubu Amien Rais kian lengket dengan Megawati kala PAN mengumumkan dukungan resminya kepada Megawati pada 18 April 2001. Pada Juni, sebulan sebelum Sidang Istimewa MPR, Amien Rais telah menggalang dukungan dari kubu Megawati dan juga Akbar Tandjung.

Aliansi Amien Rais dan Megawati pada akhirnya memang tak terbendung. Saat TNI dan Polri tak bersedia mendukung dekrit yang direncanakan, posisi Gus Dur kian terdesak. Pada 23 Juli 2001, Sidang Istimewa MPR yang dipimpin Amien Rais akhirnya memakzulkan Gus Dur dan mengangkat Megawati sebagai presiden baru.

Baca juga artikel terkait REFORMASI atau tulisan lainnya dari Fadrik Aziz Firdausi

tirto.id - Politik
Penulis: Fadrik Aziz Firdausi
Editor: Windu Jusuf