Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Bukti Sejarah Teori Brahmana: Kelebihan, Kelemahan, & Tokohnya

Apa bukti sejarah Teori Brahmana tentang masuknya agama Hindu-Buddha ke Nusantara, kelebihan dan kelemahan, serta siapa saja tokohnya?

Bukti Sejarah Teori Brahmana: Kelebihan, Kelemahan, & Tokohnya
Salah satu peninggalan agama Hindu-Buddha, Candi Plaosan. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/foc.

tirto.id - Teori Brahmana merupakan salah satu teori tentang sejarah masuknya agama Hindu-Buddha ke Nusantara atau Indonesia, selain Teori Ksatria, Teori Waisya, Teori Sudra, dan Teori Arus Balik. Lantas, apa bukti sejarah Teori Brahmana, kelebihan dan kelemahan, serta siapa saja tokohnya?

Agama Hindu dan Buddha masuk ke Nusantara dari India sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam modul pembelajaran Sejarah Indonesia (2020) yang disusun Mariana diungkapkan, secara garis besar, masuknya Hindu-Buddha terjadi melalui dua cara.

Pertama, orang-orang Nusantara atau Indonesia berperan pasif, sementara yang berperan aktif adalah orang-orang dari India. Teori Brahmana, Teori Waisya, Teori Ksatria, dan Teori Sudra mendukung cara pertama ini.

Kedua, justru orang-orang Nusantara yang berperan aktif dalam menyebarkan agama Hindu dan Buddha di tanah air. Mereka pergi ke India lalu kembali ke Nusantara dengan membawa ajaran dua agama tersebut. Teori ini disebut sebagai Teori Arus Balik.

Yang akan menjadi pembahasan kali ini adalah Teori Brahmana. Bagaimana ajaran Hindu-Buddha masuk ke Nusantara, siapa saja tokohnya, adakah bukti sejarahnya, serta apa saja kelemahan dan kelebihan teori ini?

Bukti Sejarah dan Tokoh Teori Brahmana

Di Nusantara atau Indonesia terdapat berbagai peninggalan sejarah agama dan budaya agama Hindu-Buddha, seperti candi-candi, prasasti, artefak, kuil, patung, gapura, sisa-sisa bangunan serta masih banyak yang lainnya.

Salah satu tokoh pendukung Teori Brahmana terkait masuknya agama Hindu-Buddha ke Nusantara adalah J.C. van Leur. Peneliti asal Belanda ini tidak sepakat dengan Teori Ksatria maupun Teori Waisya. Van Leur meyakini bahwa agama Hindu-Buddha tidak datang ke Indonesia melalui peperangan, kolonisasi, maupun perdagangan.

Menurut Van Leur, catatan dan sumber sejarah di India atau di Indonesia tidak ada yang menunjukkan keberhasilan proses penaklukan terhadap wilayah Nusantara. Inilah yang membuat Teori Ksatria gugur di mata van Leur.

Sedangkan terkait Teori Waisya, Van Leur juga tidak sepakat. Menurutnya, kaum pedagang dari India yang datang ke Nusantara berstatus sosial sama dengan masyarakat pribumi. Dengan demikian, kata Van Leur, tentunya mereka tidak dapat dengan mudah bisa menyebarkan ajaran Hindu dan Buddha.

Status sosial yang disandang kaum brahmana tentunya berbeda dengan masyarakat. Inilah yang diyakini oleh Van Leur bahwa golongan brahmana atau pemuka agama yang berperan paling besar dalam penyebaran agama Hindu-Buddha di Nusantara.

Selain itu, lanjut Van Leur, para penguasa atau raja-raja di Nusantara sangat menghormati kaum brahmana sehingga mereka diterima dengan baik. Bahkan, tidak jarang raja-raja tersebut mengundang para brahmana langsung dari India untuk datang ke kerajaan mereka di Nusantara.

Kaum brahmana seolah memiliki legitimasi kuat untuk memberikan restu atau mengangkat para penguasa itu sebagai ksatria. Ajaran yang dibawa oleh kaum brahmana itu kemudian dianut pula oleh raja-raja tersebut sehingga berdampak besar terhadap penyebaran agama Hindu dan Buddha.

Ada satu lagi tokoh yang sependapat dengan Van Leur, yakni F.D.K. Bosch. Dikutip dari Silang Budaya Lokal dan Hindu Budha (2018) yang ditulis Nur Khosiah, kaum Brahmana yang menaikkan status sosial para penguasa pada akhirnya mendapatkan posisi terhormat di kerajaan.

Biasanya, raja-raja di Nusantara mengangkat sosok brahmana sebagai penasihat kerajaan atau pemimpin agama di kerajaan tersebut. Hal itu tidak lain karena brahmana memiliki keahlian dan pengetahuan terhadap ajaran agama atau kitab suci yang dianggap paling baik.

Posisi penting brahmana sebagai penasihat maupun pemimpin agama melahirkan pengaruh besar dalam kerajaan tersebut, dari sektor keagamaan, pemerintahan, pengadilan, perundang-undangan, dan berbagai aturan lain dibuat atas masukan kaum brahmana, bahkan tak jarang mampu mempengaruhi kebijakan raja.

Kelemahan dan Kelebihan Teori Brahmana

Mengingat banyaknya teori terkait proses masuknya Hindu-Buddha di Indonesia, Teori Brahmana sebagai salah satunya tentu mempunyai kelemahan dan kelebihan.

Kelemahan teori ini, misalnya, belum dapat dipastikan apakah kaum brahmana yang diundang atau datang ke Nusantara hadir sebelum pelaku teori lainnya, seperti ksatria (penakluk) atau kaum pedagang.

Selain itu, dalam tradisi Hindu-Buddha, kaum Brahmana pantang menyeberang lautan, padahal antara India dan Nusantara dipisahkan oleh lautan dan harus berlayar mengarungi samudera jika ingin tiba lebih cepat. Atas alasan ini, Teori Brahmana punya titik kelemahan yang cukup kuat.

Kendati begitu, bukan berarti Teori Brahmana tidak punya kelebihan. Salah satu kelebihan teori ini adalah bahwa terdapat unsur-unsur budaya India yang sangat mementingkan brahmana dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, kaum brahmana punya peran penting dalam proses masuknya agama Hindu-Buddha, karena dengan pengaruhnya, ajaran dua agama ini dengan cepat dapat menyebar.

Selain itu, banyak prasasti peninggalan Hindu-Buddha di Nusantara yang menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf pallawa. Bahasa dan aksara tersebut kala itu hanya dikuasai oleh kaum brahmana.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya