Menuju konten utama

Bukan Sepatu Cinderela

Bagaimana sepatu bisa menjadi demikian mahal dan menjadi simbol kelas sosial? Forbes menyebut nilai pasar untuk sepatu purna jual mencapai 1 miliar dolar. Nilai ini akan terus meningkat mengingat beberapa merek sepatu seperti Nike jarang sekali memproduksi ulang beberapa jenis sepatu mereka. Dengan tingginya permintaan dan minimnya stok, sepatu bisa jadi emas baru yang bisa dipertimbangkan sebagai investasi.

Bukan Sepatu Cinderela
Bazar sepatu sneaker garage 6 digelar disalah satu cafe Kemang, jakarta, (17/5). Berbagai macam jenis sepatu kets dan sneaker dijual dengan harga ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah. tirto/andrey gromico

tirto.id - Bagi para sneakerheads, sepatu bukan sekadar alas kaki. Sepatu sudah seperti barang seni bagi para penggilanya. Sepatu diburu, dikoleksi, dan dijual lagi dengan harga yang sangat mahal. Para kolektor sneaker ini rela mengeluarkan dana hingga belasan bahkan puluhan juta hanya untuk sepasang sepatu.

Sneakers adalah sepatu yang menggunakan sol berbahan karet atau material sintetik, dengan bagian luar terbuat dari kulit atau kanvas. Istilah sneakers memiliki banyak nama di dunia. Para kolektor sepatu ini punya banyak istilah, mulai dari trainer, kicks, runners atau tackies. Sneaker kemudian berkembang menjadi sebuah subkultur baru karena banyaknya peminat dari berbagai belahan dunia.

Apa yang membuat sepatu ini jadi istimewa? Dimas Indro, pemilik dan pendiri Maris Concept Store, menyebut koleksi sepatu adalah investasi. Jika bisa dengan cerdas melihat tren, memahami sejarah, dan menemukan pembeli yang tepat, sepatu bisa jadi barang yang sangat bernilai tinggi. “Sepatu bisa lebih berharga dari emas. Kalau tepat merawat dan menjaga harga sepatu tak akan turun, justru terus naik,” katanya.

Penjual sneaker kepada para penghobi atau lebih dikenal dengan reseller, merupakan profesi yang sangat disegani dan menguntungkan dalam komunitas sneaker. Profesi ini dapat menghidupi atau bahkan membuat seseorang menjadi makmur. Di Amerika Serikat seorang anak SMA asal Miami membuktikan itu. Benjamin Kapelushnik, atau yang lebih dikenal dengan nama Benjamin Kickz, baru berusia 16 tahun dan telah menjadi pemasok utama sepatu-sepatu bagi para pesohor. Benjamin mendapatkan reputasi sebagai reseller bagi para pesohor kenamaan seperti DJ Khaleed.

Sneakers yang dijual oleh Benjamin tentu tidak murah. Ia mengaku mampu menjual dengan keuntungan 35-40 persen dari harga asli sepatu tersebut. Saat ini ia memiliki lebih dari 800 sepatu dengan nilai lebih dari ratusan ribu dolar. Salah satu sneakers termahal yang pernah ia jual adalah Air Jordan VII Miro yang ia beli dengan harga $700 dan terjual dengan harga $1.000.

Di Indonesia sendiri setiap produk baru Air Jordan yang dikeluarkan oleh Nike kerap menjadi perhatian publik. Mereka yang ingin memiliki produk ini mesti mengantre semalaman untuk mendapatkannya, bahkan sebelum toko itu dibuka.

Menurut situs SportsOneSource, pasar sneaker internasional naik 40 persen sejak 2004 dengan nilai 55 miliar dolar. Transparency Market Research menyebut nilai total pasar sneakers dunia akan mencapai $220,2 miliar dengan penjualan 10.974 juta sepatu pada by 2020.

Di Amerika Serikat, industri sepatu atletik mengalami pertumbuhan hingga 8 persen dan menghasilkan 17,2 miliar dolar pada 2015 Ada tiga merek utama sepatu sneakers di Amerika yaitu Nike, Adidas, dan Under Armour. Penjualan tiga produk ini meningkat 25 miliar dolar pada 2013, naik 47 persen dari 2009. Washington Post melaporkan bahwa kelompok milenial menghabiskan 21 miliar dolar untuk sepatu pada 2014, naik 6 persen dari tahun sebelumnya.

Industri sepatu di Indonesia dimulai pada 1970an. Menurut data resmi dari situs Kementrian Perdagangan, Indonesia pernah menjadi eksportir utama sepatu dan alas kaki pada tahun 1990an bahkan menjadi negara eksportir ketiga terbesar di dunia. Ini karena Indonesia memiliki buruh murah, kebijakan pemerintah yang mendorong industri, dan kualitas produk yang baik.

Pasar Indonesia

Industri alas kaki, termasuk sneaker di Indonesia memang sangat besar. Pada 2008 Indonesia mampu memproduksi lebih dari 131 juta pasang alas kaki dengan nilai pasar mendekati 500 juta dolar dan mempekerjakan 440 ribu pekerja. Pasar utama sepatu sneaker Indonesia adalah Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Pada 2012 pendapatan Indonesia dari industri sepatu mencapai 1,3 triliun rupiah yang diberasal dari 566 sepatu seluruh Indonesia.

Berdasarkan dari Asosiasi Industri Sepatu Dunia yang berbasis di Portugal, APICCAPS, Selama dua tahun terakhir Industri sepatu Indonesia meningkat sangat pesat dibanding delapan tahun yang lalu. Jika pada 2008 Indonesia menghasilkan 131 juta pasang sepatu, maka pada 2014 lalu telah mencapai 700 juta pasang sepatu dan pada 2015 naik lagi menjadi 724 juta pasang sepatu. Nilai pasar dari produk industri sepatu kita mencapai enam miliar dolar.

Saat ini, Indonesia menjadi negara keempat terbesar di Asia dalam hal ekspor sepatu setelah Cina, Hong Kong dan Vietnam. Indonesia menguasai setidaknya 2,8 persen global market share dengan rata-rata harga jual sepatu 15,65 dolar. Tapi bukan berarti masyarkat di Indonesia tidak memiliki budaya koleksi sneaker premium. Indonesia juga menjual produk sepatu yang harganya lebih dari 100 dolar. Tapi kebanyakan ini untuk pasar premium kolektor di Amerika serikat.

Menurut Dimas, Indonesia seperti juga Amerika, memiliki trend serupa. Ada kolektor yang memiliki sepatu dengan harga ratusan juta atau sekedar puluhan juta. Seperti Nike Dunk Low Pro SB “Paris” yang hanya ada 202 pasang di dunia. Sneakers ini dibanderol seharga minimal $3.500 dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Dimas mengatakan ada beberapa faktor yang membuat sepatu mahal. Pertama adalah sejarah dan yang kedua adalah faktor tren. Tapi di luar dua hal tersebut hal yang membuat sepatu mahal adalah kecintaan terhadap sepatu itu sendiri.

Barangkali yang paling berbahaya dari hobi ini adalah kecanduan para sneakers head. Krisna anggota lain dari Indo Sneakers Team mengatakan bahwa banyak para penggemar sepatu yang memiliki puluhan sepatu. Adapula rekan mereka yang membeli sepatu tiap bulan dan memiliki satu ruangan penuh dengan sneakers. “Tapi masing-masing penggila sepatu punya Holy Grail, sepatu yang jadi favorit mereka,” kata Krisna.

Holy Grail ini biasanya berupa satu jenis sepatu khusus yang langka. Sepatu itu didapatkan dengan perjuangan mereka sendiri. Kresna dan Pandu misalnya, pernah harus mengantre semalaman untuk bisa mendapatkan sepatu yang mereka inginkan. Kadang juga mereka mesti berkelit dengan pihak bea cukai yang mempersulit sepatu pesanan mereka. Namun tiap-tiap peristiwa tadi tak membuat para penyuka alas kaki ini patah arang. “Kalau bisa saya akan terus mengkoleksi,” kata Dimas yang koleksi sepatunya telah lebih dari 100 pasang.

Cinderela memakai sepatunya agar terlihat cantik di depan pangeran. Kini, sepatu tak sekadar dipakai untuk menimbulkan decak kagum ataupun memesona lawan jenis. Sepatu adalah investasi. Mereka yang bisa cerdas melihat peluang terbukti mampu menangguk untung. Karena sneaker bukan sembarang sepatu.

Baca juga artikel terkait SEPATU atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Hobi
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti