Menuju konten utama

Bukan Karena Safari Jokowi Ketegangan (Akan) Mereda

Jokowi sudah mengeluarkan semua kartu truf untuk meredakan kemarahan ormas dan tokoh Islam, bahkan sampai safari ke TNI/Polri. Mengapa tak efektif?

Bukan Karena Safari Jokowi Ketegangan (Akan) Mereda
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Mensesneg Pratikno (kiri) bertemu dengan Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir (kanan) di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (8/11). Pertemuan tersebut diantaranya membahas sinergi pemerintah dengan Muhammadiyah dalam menyalurkan aspirasi politik umat Islam. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/16.

tirto.id - Rabu, 9 November 2016 sore, Presiden Joko Widodo tampil necis. Setelan jas hitam, kemeja putih dan dasi merah membuatnya tampak perlente. Jokowi duduk di tengah didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menjamu perwakilan organisasi masyarakat Islam di Istana Negara.

Jamuan tersebut sengaja dibuat merespons aksi 4 November 2016 di Jakarta. Mereka yang hadir dalam jamuan itu yakni KH. Abdullah Jaidi dari Al Irsyad Al Islamiyah, Yusnar Yusuf dari Jamiyatul Washliyah, Ahmad Satori Ismail dari Ikadi, H. Basri Armanda dari Perti, Habib Nabil Al Musawa dari Majelis Rasulullah, Hamdan Zoelva dari Syarikat Islam, Khofifah Indar Parawansa dari Muslimat NU, dan Usamah Hisyam dari Parmusi.

Jokowi memberikan sambutan sebelum jamuan makan malam dihidangkan. Dalam sambutannya, Jokowi mengucapkan terima kasih atas imbauan menyejukkan dari sejumlah ormas Islam sehingga Aksi 4 November berlangsung damai.

“Memang saat ini kita memerlukan statement-statement ulama yang menyejukkan, yang mendinginkan, di tengah berbagai isu dan ujaran-ujaran yang sebetulnya justru malah mempertajam perbedaan di umat dan di masyarakat,” kata Jokowi seperti dilansir situs resmi Presiden RI, presidenri.go.id.

Dalam kesempatan itu Jokowi menyatakan tak akan melakukan intervensi terhadap proses hukum Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. Dia bahkan berjanji tidak akan melindungi Ahok dari jeratan hukum.

“Pada sore hari ini saya tegaskan sekali lagi, saya tidak akan pernah mengintervensi apalagi melindungi saudara Basuki Tjahaja Purnama saat proses hukum ini sedang berjalan,” ucap Jokowi.

Janji Jokowi untuk tidak melindungi Ahok dianggap hanya sekadar upaya meredam suasana yang kala itu panas. Meski janji itu sudah terbukti dengan penetapan Ahok sebagai terangka, namun masih ada anggapan bahwa itu hanya permainan semata.

Mereka yang masih tidak percaya pada janji Jokowi terus menggulirkan rencana aksi susulan pada 25 November mendatang. Kecurigaan itu cukup beralasan jika mengingat kedekatan Jokowi dan Ahok selama ini. Keduanya memang kerap terlihat mesra di depan publik dalam beberapa peristiwa.

Misalnya dalam kunjungan Jokowi menengok proyek MRT dan LRT. Jokowi dan Ahok mengendarai satu mobil bersama. Bahkan di lokasi peninjauan, Ahok dan Jokowi hanya berduaan melihat proyek MRT dan LRT. Keduanya pun terekam berbincang akrab layaknya seorang sahabat, bukan seperti hubungan struktur Presiden dan Gubernur.

Kedekatan itu sebenarnya sudah berlangsung lama sejak keduanya berpasangan maju dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 silam. Kekompakan keduanya pun terbukti berhasil menumbangkan petahana, Fauzi Bowo.

Usaha Meredam Aksi Susulan

Pascajanji itu diucapkan, Jokowi semakin gencar melakukan safari ke kalangan ulama dan TNI/Polri. Saking gencarnya, hampir tiada hari tanpa agenda mendatangi kalangan Islam maupun TNI/Polri.

Sehari setelah mengucapkan janji tidak akan melindungi Ahok, agenda safari pun dimulai. Jokowi mendatangi markas pasukan khusus Angkatan Darat, Kopassus, di Cijantung, Jakarta Timur. Ia juga mendatangi markas Korps Pasukan Khas Angkatan Udara di Bandung. Tidak ketinggalan juga kunjungan ke markas Marinir, salah satu komando utama Angkatan Laut di Cilandak. Bahkan Jokowi juga mengunjungi markas satuan elit Polri, Korps Brimob di Depok.

Di Indonesia, pasukan khusus sendiri biasanya dikerahkan dalam kondisi darurat dan operasi khusus terkait isu yang membahayakan negara, seperti serangan teroris dan ancaman yang membahayakan keamanan dan pertahanan negara. Prajuritnya pun memiliki kemampuan khusus yang menjadikannya sebagai satuan elit.

Sedangkan komunikasi dengan umat Islam dilakukan dengan menjamu dan mengunjungi ulama dan organisasi Islam. Dimulai dengan jamuan bersama kyai dan ulama pemimpin pondok pesantren wilayah Banten dan Jawa Barat di Istana Negara pada 10 November. Kemudian menghadiri Silaturahim Nasional (Silatnas) Ulama Rakyat “Doa Untuk Keselamatan Bangsa”, Ecovention Ancol, pada 12 November. Jokowi juga menghadiri Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Rapimnas I PPP. Ia juga menghadiri Silaturahim Peserta Rapimnas PAN pada 13 November.

Infografik Tunggal Kegiatan Jokowi

Safari yang dilakukan Jokowi tidak bisa dipisahkan begitu saja dari aksi 4 November dan rencana aksi susulan. Aksi susulan yang direncanakan berlangsung pada 25 November 2016 masih mengusung isu agar Ahok segera dihukum dan dinyatakan bersalah.

Sayangnya, rangkaian safari itu tidak terlalu berpengaruh pada turunnya tensi ketegangan. Sama seperti sebelum aksi 4 November ketika Jokowi memanggil Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama ke Istana Negara. Faktanya gerakan 4 November tetap tak terbendung dengan jumlah massa yang banyak dan exposure media yang juga besar-besaran.

Yang juga menarik, pada peringatan Hari Pahlawan tahun ini, Jokowi hanya mengangkat satu tokoh sebagai pahlawan nasional yaitu K.H. As'ad Syamsul Arifin, seorang tokoh penting dalam sejarah NU. Pengangkatan K.H. As’ad Syamsul Arifin ini disahkan melalui Keputusan Presiden no. 90 tahun 2016 yang ditandatangani pada 3 November, sehari sebelum aksi 4 November.

Tanpa bermaksud mempersoalkan pengangkatan K.H. As’ad Syamsul Arifin sebagai pahlawan nasional, namun momennya memang hampir bersamaan dengan rentetan safari Jokowi ke berbagai tokoh dan ormas Islam. Kendati resminya ditandatangani pada 3 November, namun (berdasar penelusuran Tirto), berita pengangkatan K.H. As’ad sebagai pahlawan nasional baru mencuat pada 9 November yang dimulai dengan rilis resmi melalui laman setkab.go.id.

Jokowi hampir sudah mengeluarkan semua kartu yang paling mungkin untuk meredakan tekanan dan kemarahan dari umat Islam. Dari mulai mengundang, mendatangi, sampai mengangkat tokoh NU sebagai pahlawan nasional.

Tensi ketegangan justru baru menurun bukan melalui rangkaian safari itu tapi ketika Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Begitu Ahok ditetapkan sebagai tersangka, secara beruntun muncul pernyataan yang mencoba meredam atau menurunkan tensi.

Ketua MPR sekaligus Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, mengatakan aksi 25 November sudah tidak diperlukan karena proses hukum sudah berjalan baik menyusul penetapan Ahok sebagai tersangka. Ketua MUI K.H. Ma’ruf Amin juga mengatakan hal yang kurang lebih serupa agar umat Islam tidak perlu turun ke jalan pada 25 November. Bahkan Front Pembela Islam yang selama ini berada di garis depan belum berencana untuk bergabung dalam aksi 25 November mendatang.

Kuncinya terletak pada penetapan Ahok sebagai tersangka, bukan pada rentetan safari yang dilakukan Jokowi. Andai Ahok tidak, atau belum, dijadikan tersangka, hampir jelas tensi ketegangan tidak akan berubah sama sekali.

Baca juga artikel terkait PENISTAAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Zen RS