Menuju konten utama

Buat Apa Berlapar-lapar Puasa? Salah Satu Manfaatnya: Awet Muda

Puasa memprovokasi metabolisme secara lebih aktif. Pembatasan kalori dan puasa memiliki efek memperpanjang umur.

Ilustrasi Aging. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Barangkali Anda sudah sering membaca beragam artikel yang mengulas manfaat puasa bagi kesehatan. Ada yang bilang puasa baik bagi penderita sakit lambung tertentu, ada yang berat badannya turun setelah puasa, ada pula yang merasa lebih bugar.

Baru-baru ini, penelitian yang dipimpin oleh Takayuki Teruya terbit di jurnal Scientific Reports (2019). Mereka menganalisis efek puasa pada manusia dengan mengunakan pengukuran metabolit. Ada empat relawan yang diminta berpuasa selama 34-58 jam lalu dianalisis sampel darahnya selama periode puasa. Saat keadaan normal, tubuh akan menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi, tapi proses ini berubah ketika karbohidrat tidak tersedia.

Selama berpuasa, jumlah karbohidrat berkurang, sehingga tubuh mengambil jenis energi lain sebagai bahan bakar, misalnya glukosa dari sumber non-karbohidrat seperti asam amino. Proses ini disebut glukoneogenesis. Para ilmuwan Okinawa Institute of Science and Technology Graduate University di Jepang ini lalu mengidentifikasi perubahan yang terjadi dalam tubuh selama proses glukoneogenesis.

Penelitian mereka mendapati 44 metabolit yang meningkat 1,5-60 kali lipat selama puasa. Dari jumlah tersebut, 30 metabolit sebelumnya tidak dikenali. Metabolit-metabolit ini bertanggung jawab dalam pemeliharaan otot dan antioksidan dalam tubuh. Normalnya, metabolit termasuk leusin, isoleusin, dan asam oftalmik berkurang jumlahnya seiring bertambahnya usia, tapi fakta sebaliknya ditemukan dalam pengujian darah selama berpuasa.

“Puasa memprovokasi metabolisme secara lebih aktif. Pembatasan kalori dan puasa memiliki efek memperpanjang umur model,” kata Dr. Takayuki Teruya seperti dikutip Medical News Today.

Selain kadar metabolit yang meningkat, peneliti juga mengidentifikasi peningkatan produk dari siklus asam sitrat yang terjadi di mitokondria. Siklus ini adalah proses pelepasan energi yang tersimpan dalam ikatan kimia karbohidrat, protein, dan lipid. Artinya, pembangkit energi yang menggerakkan sel turut mengalami peningkatan aktivitas.

Temuan lainnya adalah peningkatan kadar purin dan pirimidin, zat kimia yang berperan dalam ekspresi gen dan sintesis protein. Ketika berpuasa dalam jangka waktu 34-58 jam, sel-sel tubuh mengganti jenis dan jumlah protein yang mereka butuhkan untuk menjalankan fungsinya. Metabolisme purin dan purimidin juga meningkatkan kadar antioksidan tertentu, termasuk ergothioneine dan carnosine.

Antioksidan tersebut berfungsi untuk melindungi melindungi sel-sel dari radikal bebas yang dihasilkan selama proses metabolisme. Dari hasil penelitiannya, Teruya berharap akan ada studi lain yang meneliti efek anti-penuaan dari berbagai sudut pandang, contohnya mengembangkan program olahraga atau obat-obatan dengan reaksi metabolisme yang mirip dengan puasa.

Penelitian tersebut menguatkan studi lain yang lebih dulu dilakukan oleh Dr. Ming-Hui Zou, dkk. pada 2018. Hasil studi yang diterbitkan dalam jurnal Molecular Cell itu menyebut pengurangan kalori saat puasa menghasilkan molekul yang menunda penuaan vaskular. Percobaan ini dilakukan pada sampel berupa tikus yang dibiarkan kelaparan.

“Tikus tersebut menghasilkan molekul beta-hidroksibutirat yang mencegah penuaan pembuluh darah,” tulis peneliti.

Beta-hidroksibutirat adalah keton; molekul yang diproduksi hati dan digunakan sebagai sumber energi ketika karbohidrat/glukosa tidak tersedia. Molekul ini mempromosikan pembelahan dan multiplikasi sel yang melapisi bagian dalam pembuluh darah sehingga mencegah penuaan melalui sel endotel. Jika sistem pembuluh darah menjadi lebih muda, maka risiko penyakit kardiovaskular, alzheimer, dan kanker juga semakin kecil.

Infografik Anti Aging

undefined

Puasa Jadi Alternatif Pola Diet

Lantaran memiliki beragam manfaat kesehatan, aktivitas berpuasa akhirnya ikut diadopsi sebagai metode diet sehat. Puasa intermiten menjadi pengaturan pola makan dengan siklus makan pada waktu-waktu tertentu dalam sehari. Tak ada makanan khusus yang dipantang, kuncinya hanya terletak pada periode jam makan yang tak boleh dilanggar.

Ada beberapa metode puasa intermiten dilansir dari laman Healthline. Yang paling populer adalah metode 16/8, yakni puasa selama 16 jam dan 8 jam sisanya sebagai periode makan. Puasa Ramadan di berbagai belahan dunia umumnya dekat dengan pola ini.

Metode puasa kedua adalah Makan-Berhenti-Makan, dilakukan satu-dua kali seminggu. Puasa dalam metode ini dilakukan dalam waktu 24 jam. Terakhir, metode 5:2 yang menerapkan pola makan 500-600 kalori selama dua hari dalam seminggu. Sementara itu, asupan kalori pada lima hari sisanya, maksimal boleh mencapai 2000 kalori.

Tapi Jangan Sampai Kurang Minum

Selama menjalani metode diet puasa, asupan minum harus tetap terjaga. Jenis minuman seperti air putih, teh, atau kopi tetap diperbolehkan asal tidak mengandung pemanis. Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari RSPI, Sri Mumpuni, selain menjaga manfaat kesehatan dari berpuasa, asupan air juga mencegah dehidrasi dan risiko heatstroke saat cuaca panas.

“Jangan konsumsi banyak manis-manis karena sifatnya pekat dan menarik air,” kata Sri.

Dehidrasi atau heatsroke adalah salah satu gejala yang ditimbulkan akibat penguapan cairan yang berlebih pada tubuh sementara asupan minum kurang. Untuk mencegah kondisi tersebut, dr. Sri menyarankan konsumsi cairan cukup dengan rumus berat badan dikali 25-30 cc per hari. Misal, pada berat badan 50 kg, maka jumlah cairan yang dibutuhkan adalah 1250-1500 cc per hari.

“Minumnya dibagi dua, saat sahur dan berbuka hingga menjelang tidur kembali,” katanya.

Baca juga artikel terkait RAMADAN 2019 atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani
-->