Menuju konten utama

BTS, 'Ikon Ekonomi' Anyar Korea Selatan

Gelombang Hallyu mulai menampakkan hasilnya melalui BTS. Kini, ia menjadi salah satu ikon baru yang membantu perekonomian Korsel.

Run BTS. foto/bts.fandom.com

tirto.id - Di tengah terpaan isu kontrak tidak manusiawi yang menimpa banyak agensi idol di Korea, BigHit Entertaiment menunjukkan sisi humanis mereka. BTS, boy group yang menjadi penyumbang pemasukan terbesar untuk agensi ini justru diberi waktu hiatus untuk melepas penat.

Dalam pengumuman resminya, BitHit meminta para ARMY (sebutan bagi penggemar BTS) memaklumi keputusan manajemen. Bukan tanpa alasan agensi itu memberi jeda untuk artisnya. Pasalnya, sejak debut tahun 2013 lalu, BTS belum pernah absen dari rangkaian kegiatan mereka. BigHit mengatakan, para anggota BTS berhak menikmati aktivitas selayaknya anak muda di usia 20 tahunan.

"Masa hiatus ini ... untuk mengisi kembali tenaga dan mempersiapkan diri untuk karya-karya baru," tulis BigHit dalam laman Twitter resmi mereka.

Tentu saja BTS tak bisa bersantai lebih lama. Jeda yang diambil BTS dari dunia K-Pop hanya dua bulan saja. Mereka akan kembali menyapa penggemar bulan Oktober nanti di Riyadh, Arab Saudi, dan Seoul. Ini karena, saat ini, selain menjadi ujung tombak kesuksesan BigHit, dalam skala yang lebih besar, mereka juga mampu mendorong ekonomi Korea Selatan (Korsel). Demam BTS membawa efek 'BTS/Bangtan Economy' bagi Negeri Gingseng itu.

Meski tidak langsung melejit di awal kemunculannya, BTS mampu menjadi ikon K-Pop dunia setelah PSY yang mampu masuk Top 10 dari daftar Hot 100 Billboard. Dengan lagu berjudul 'Fake Love' dari album 'Love Yourself: Tear' mereka sempat nangkring di urutan 10 daftar tersebut. Sebagai catatan, PSY pernah meraih kesuksesan dengan duduk posisi ke-2 selama tujuh minggu di tahun 2012 dengan 'Gangnam Style' dan di tangga lagu ke-5 pada tahun 2013 dengan 'Gentleman.'

Dilansir Korea Herald yang mengutip AFP, Hyundai Research Institute melaporkan dampak dari ketenaran BTS merambat ke segala aspek. Grup idol pria yang debut 2013 ini setiap tahun bisa membawa total nilai ekonomi (yang dihasilkan oleh industri terkait) sebesar lebih dari USD3,6 miliar. Jumlah itu setara dengan kontribusi 26 perusahaan kelas menengah di Korsel. juga melaporkan bahwa BTS merupakan alasan bagi satu dari 13 wisatawan asing yang mengunjungi Korea (2017).

"Sekitar 800 ribu wisatawan memilih Korsel sebagai tujuan wisata karena BTS. Jumlah itu setara lebih dari tujuh persen total pengunjung negara itu," tulis laman tersebut.

Selain pariwisata, roda transaksi ekspor Korsel pun juga turut terpengaruh oleh ketenaran BTS. Korea merengkuh nilai ekspor seperti pakaian, kosmetik, dan bahan makanan terkait BTS sebanyak lebih dari USD1 miliar. Jika BTS mampu mempertahankan popularitas mereka, maka selama 10 tahun mendatang Korsel akan mendulang nilai ekonomi sebesar 41,8 triliun won.

"BTS saat ini adalah aset ekonomi yang berharga karena daya tariknya membantu meningkatkan citra merek produk dari Korsel di mata dunia," simpul Korea Herald.

Menilik Bisnis Besar K-Pop

Sebelum BTS melahirkan dampak 'Bangtan Economy,' PSY pernah juga berjasa membawa devisa tambahan bagi Korea. 'Gangnam Style' miliknya memperkenalkan industri K-Pop lebih luas kepada dunia internasional. Saat itu, lagu PSY diputar di setiap tempat, selebritas-selebritas dunia menarikan gerakan nyeleneh seperti menunggang kuda khas lagu tersebut, bahkan tarian tersebut dijadikan flash mob di berbagai negara.

Seorang pedagang fesyen di Gangnam bahkan mengaku sengaja memperdengarkan hentakan melodi 'Gangnam Syle' untuk menarik pembeli. "Ketika menyetel 'Gangnam Style' ada lebih banyak pembeli asing ketimbang warga Korea datang ke toko saya," sebut pemilik toko baju di distrik elit Gang Nam, Kwon Da-na, dilansir VOA.

Mengutip SBS, Menteri Budaya, Olahraga, dan Pariwisata Korsel Do Jong-hwan mengatakan ketika PSY masih aktif, ia mampu memberikan dampak ekonomi yang nilainya dapat mencapai hingga 1 triliun won atau sekitar Rp11 triliun (asumsi kurs 1 won=Rp11,73).

Infografik BTS Bangtan Economy

Infografik BTS Bangtan Economy. tirto.id/Quita

Pemerintah Korsel memang sudah lama memberi perhatian khusus terhadap industri musik mereka. Di akhir dekade 1990-an, ketika sebagian besar Asia mengalami krisis keuangan, Korsel justru jor-joran membentuk Kementerian Kebudayaan dengan departemen khusus K-pop. Jutaan dolar mereka habiskan dengan tujuan membangun citra lewat musik.

"Pemerintah Korsel memperlakukan industri K-pop seperti Amerika kepada industri mobil dan perbankannya," kata Euny Hong, penulis 'The Birth Of Korean Cool,' dilansir NPR.

Korsel membangun auditorium konser raksasa, membuat teknologi hologram lebih sempurna, dan mengatur noeraebang (bar karaoke) demi melindungi industri K-Pop. Pada dekade itu, sejumlah kebijakan tersebut dianggap tidak penting oleh negara lain.

Dari laman Korea Herald, misalnya, kita bisa melihat kesungguhan pemerintah Korsel dalam memberdayakan popularitas selebritas mereka. Memanfaatkan 'Bangtan Effect,' pemerintah Korsel mampu menjadikan sebuah halte bus di daerah pantai yang terpencil di Korea sebagai objek wisata populer.

Sejarahnya, Halte Bus Pantai Hyangho di distrik Jumunjin, Gangneung, Provinsi Gangwon tersebut pernah menjadi lokasi pengambilan gambar sampul album BTS 'You Never Walk Alone' dan video musik 'Spring Day.' Halte yang sekarang dijuliki 'Bangtan Bus Stop' ini mengalahkan destinasi wisata populer lain seperti Pantai Dadaepo di Busan atau pusat perbelanjaan Itaewon, Seoul.

Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Korea Tourism Organization (KTO) Bangtan Bus Stop memperoleh suara sebanyak 21,8 persen. Sementara Pantai Dadaepo di Busan menyusul di peringkat kedua dengan jumlah perhitungan 12,2 persen, diikuti oleh Metasequoia Road di Damyang di Provinsi Jeolla Selatan 12,1 persen, toko Line Friends di Itaewon Seoul 11,8 persen, dan Stasiun Iryeong di Yangju, utara Seoul, sebanyak 7 persen.

Tak mau melepas momentum, pemerintah Korsel mereka langsung mempromosikan lokasi syuting BTS itu di berbagai media sosial sebagai program pariwisata begitu hasil survei KTO tersebut keluar. Semua demi mewujudkan K-pop menjadi seperti industri pop Amerika Serikat di abad 20: universal dan moncer mendulang laba.

Baca juga artikel terkait K-POP atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Bisnis
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara